Soully masih belum percaya dengan apa yang dialaminya saat ini. Ia masih ingat betul ketika pintu gerbangnya tidak terbuka. Tanpa ingin berlarut dalam fikirannya, ia pun bergegas masuk ke dalam untuk membersihkan dirinya yang sudah terasa lengket.
***
Suara mobil terparkir memasuki pekarangan mansion saat Soully sedang menghabiskan waktunya membersihkan diri. Yafizan yang nampak sudah tak sabarkan diri bergegas masuk dan berlari untuk menemui perempuan yang sudah dirindukannya sejak ia pamit berangkat kerja. Rona hanya menggelengkan kepala melihat tingkah bosnya itu.
"Sayang!" panggilnya dan ketika ia memasuki kamar, ia tidak menemukan sosok yang dirindukannya.
Tok...tok...
Yafizan mengetuk pintu kamar mandi saat dirasa istrinya berada di dalam karena suara gemericik air yang mengalir terdengar samar.
"Sayang, apa kau di dalam?" panggil Yafizan.
Soully yang mendengar dari dalam langsung menyahut. "Ya, aku sudah selesai dan akan segera keluar."
Suara pintu terbuka saat Soully keluar dari kamar mandi. Yafizan masih berdiri tegak di depan pintu kamar mandi menunggu Soully keluar.
"Kau baru datang?" tanya Soully sembari jalan berlalu melewati Yafizan. Tangan Soully menggerak-gerakan handuk untuk mengeringkan rambutnya yang masih basah terurai. Soully terlihat seksi di mata Yafizan saat ini, namun ia kesal merasa dirinya diabaikan.
"Kau mandilah dulu. Aku sudah memasak untuk makan malam. Mungkin sudah dingin, aku akan menghangatkannya," ujar Soully tak peka. "Aku akan memanggil kak Rona juga untuk makan malam bersama," imbuhnya.
Soully sedang duduk di depan meja rias dan menyisir rambutnya yang basah. Lalu ia memakai pelembab di wajahnya sebelum ia beranjak dari tempat duduknya.
Yafizan yang masih berdiri dengan tatapan dingin dan datar itu terus memandang Soully semakin dalam. Di cermin meja rias terlihat jelas pantulan ekspresi Yafizan dengan aura yang seakan membunuh itu. Seketika bulu kuduk Soully berdiri, ia merinding melihat tatapan tajam Yafizan kepadanya.
"Ke-napa...kau masih berdiri di situ?" tanya Soully tergagap. "Oh, apa kau ingin makan malam dulu?" imbuhnya lagi yang sudah salah tingkah.
Tanpa bicara Yafizan menghampiri Soully. Badannya yang tegap tinggi menjulang itu tanpa segan merengkuhkan tubuhnya di depan Soully, ia duduk di bawah dan bertunduk di depan istrinya yang sedang duduk itu. Dipeluknya erat pinggang Soully, kepalanya bersandar dipangkuan istrinya.
Soully hampir saja loncat dari tempat duduknya karena ia sungguh tak menyangka seorang Yafizan yang sombong dan emosian itu menundukkan tubuhnya di hadapannya, lalu dengan bersikap manja seperti anak kecil yang minta di elus ibunya.
"Kau...kenapa?" tanya Soully canggung.
"Sebentar saja..." sahut Yafizan lirih. "Sebentar saja biarkan seperti ini. Kau...kenapa kau begini terhadapku?" ucapnya sedikit mengeluh.
Soully hanya mengernyitkan dahi tak mengerti apa yang diucapkan Yafizan. Yafizan semakin mengeratkan pelukannya.
"Kau tahu, seperti orang gila seharian ini aku merindukanmu. Di sepanjang perjalanan pulang pun terasa lama untuk sampai ke sini. Aku berlari kesetanan karena ingin segera menemuimu. Tapi...saatku di sini kau malah mengabaikanku," tutur Yafizan mencurahkan segala isi hatinya.
"Aku...kapan aku mengabaikanmu?" Soully masih tak mengerti.
"Kau." Yafizan mengangkat kepalanya dipangkuan Soully karena merasa jengkel, Soully masih tak peka. "Seharusnya ketika suamimu pulang kau menyambutnya dengan baik. Beri aku pelukan atau..." omelan Yafizan terhenti dan seketika ia menjadi gelagapan karena salah tingkah saat dipandangi Soully dengan dalam.
"Ya...pokoknya kau..." ucapannya terhenti ketika Soully menunduk dan mengecup bibir Yafizan.
Soully menegakkan tubuhnya kembali. Dengan masih terduduk Soully terdiam karena malu. Bisa-bisanya ia mengambil inisiatif tanpa permisi mencium bibir Yafizan walaupun hanya sebuah kecupan.
Yafizan terdiam dan tak percaya dengan apa yang dialaminya barusan. Jantungnya berdegup kencang. Dengan hasrat yang menggebu ia menarik Soully, menekan tungkak lehernya dan diciumnya penuh nafsu.
Soully melepaskan diri dari ciuman yang berhasrat itu. Seperti kehabisan nafas ia menstabilkan kembali oksigen dalam dirinya karena Yafizan melumatnya tanpa ampun. Ada aura kekesalan dalam raut wajah Yafizan saat Soully menarik diri darinya.
"Kita sebaiknya makan malam dulu. Kak Rona pasti sudah menunggu kita untuk makan. Kau mandilah dulu," ucap Soully segera beranjak dan pergi meninggalkan suaminya yang sudah berhasrat.
Dengan sedikit kesal Yafizan melangkah ke kamar mandi. Ia menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya karena melihat tingkah Soully. Kini dia fikir harus segera mandi dengan air yang sangat dingin untuk meredakan hasratnya itu.
***
Soully menghangatkan makanan yang dimasaknya sore tadi, lalu menatanya dengan indah di meja makan. Rona sudah duduk siap menyantap makanan yang disiapkan Soully.
Yafizan turun dengan setelan kaos santai hitam polos dan celana pendeknya. Membuat bagian tubuh dan otot-ototnya tercetak sempurna. Rambutnya yang basah sehabis mandi sungguh terlihat segar dan...tampan. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya ia menghampiri dan duduk bersiap di meja makan untuk bergabung.
"Kemarilah, Sayang," ajak Yafizan meminta Soully mendekatinya.
Rona hampir tersedak saat mendengar bosnya memanggil Soully dengan panggilan sayang. Soully yang melihat tingkah Rona membuat pipinya memerah karena malu. Sedang Yafizan hanya melototinya. Perlahan Soully duduk didekat Yafizan.
"Kemarikan tanganmu," ucapnya lagi sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya.
"Apa itu?" tanya Soully.
"Ini salep untuk luka di tanganmu. Kalau tidak diobati segera tanganmu bisa infeksi," ujarnya datar.
"Tidak usah. Aku baik-baik saja sekarang," tukas Soully.
"Baik-baik saja? Apanya yang baik-baik saja? Tanganmu terluka dan kau bilang baik-baik sa..." cicit Yafizan terhenti saat menarik lengan Soully dan melihatnya tak ada luka bahkan tak ada bekasnya sedikitpun.
Yafizan membulatkan matanya hampir keluar seolah tak percaya. Dia menelisik semua bagian tangan Soully. Bekas memar ataupun luka tusukan di tangannya semalam pun tak ada. Dia pun menelisik bagian sudut bibir dan leher Soully yang tadi pagi masih terlihat samar luka memar dan tanda kepemilikannya yang kini bersih tak terlihat lagi.
"Siapa sebenarnya kau ini?" tanya Yafizan yang disaksikan Rona pun penasaran. "Kenapa bekas luka itu dalam sekejap bisa menghilang? Kau bukan...manusia biasa seperti kami, kan?" tanyanya lagi.
"Soully, apa kau...sama seperti kami?" timpal Rona penasaran.
"No no no!" Soully menyilangkan tangan di depan dadanya. Dengan tegas ia menjelaskan bahwa dirinya bukan seperti yang difikirkan.
"Lalu kenapa dengan tanganmu? Ke mana hilangnya luka-luka itu?" tanya Yafizan tak percaya.
"Kau juga tak percaya, bukan? Aku pun demikian. Ada seseorang yang menyembuhkannya dan kurasa orang itu seperti kalian yang punya kekuatan super," jawab Soully datar.
"Seseorang? Bagaimana kau bisa bertemu seseorang di sini?"
"Tadi waktu aku sedang di luar."
"Untuk apa kau keluar?"
"Buang sampah."
"Jangan katakan orang itu adalah si brengsek Erick?"
"Bukan. Dia orang yang baru pertama aku temui."
"Bagaimana ciri-cirinya?" imbuh Rona.
"Emhh...tinggi, ramah dan...tampan," terang Soully sehingga membuat Yafizan mengeratkan gerahamnya. Sumpah demi apapun, ia sungguh kesal mendengar ucapan Soully barusan. Memuji pria lain sungguh terdengar ironi.
Ibarat seseorang yang tiba -tiba terjatuh dari ketinggian. Rona yang mendengar hanya menahan tawanya. Yafizan melihat sang asistennya hampir menertawakannya lalu mendengus kesal.
Rona menyadari ada sesuatu yang aneh terjadi. Hanya 'manusia istimewa' seperti mereka yang bisa melakukan hal-hal di luar nalar. Tentunya keahlian yang mereka miliki berbeda-beda.
"Apa pria itu menyebutkan namanya?" tanya Rona.
"Emhh...Mil...Miller kalau tak salah," jawab Soully dan seketika membuat Rona terdiam. "Ayo, makanlah dulu nanti keburu dingin," ujar Soully.
Rona mulai salah tingkah saat mendengar nama Miller. Tentu saja dia sangat mengetahui siapa Miller yang di maksud. Dia masih ingat betul kejadian seribu tahun yang lalu saat sebelum Yafizan diturunkan ke bumi dan Rona yang ditugaskan untuk mengawal dan menemaninya.
Yafizan yang memperhatikan Rona, semakin penasaran karena pasti ada sesuatu yang ia ketahui juga namun ia melupakannya. Sama seperti ia mengenal Erick namun ia lupa apa yang terjadi di antara mereka dulu.
Wajah Rona semakin pucat saat ia tahu sedari tadi Yafizan terus memperhatikannya. Soully yang ikut mengamati pun semakin dibuat penasaran.
"Sebenarnya...siapa dan apa kalian ini? Apa...kalian siluman jelmaan yang tinggal di bumi ini?" celetuk Soully tiba-tiba saat mereka menyelesaikan makan malam dan membuyarkan suasana tegang saat itu.
Rona dan Yafizan tersedak bersamaan ketika mendengar Soully mempertanyakan hal itu.
Ya, Rona hampir lupa akan niatan ia untuk memberitahu Soully tentang identitas mereka.
"Oh ya ampun, bagaimana aku harus memulai ceritanya?" gumam Rona dan suara hatinya bisa didengar Yafizan dengan jelas.
Ia pun bingung harus jawab apa.
"Kenapa kalian diam? Bukankah kau akan menceritakan hal yang penting padaku, Kak Rona?" tanya Soully lagi.
Rona menyerah. Dia menghela nafas dalam, apapun yang ia akan ceritakan semua pada Soully, berharap Soully bisa menerima dan mengerti.
"Sebenarnya...kami adalah titisan Dewa yang diturunkan ke bumi. Dan kami sudah berada di bumi ini sudah seribu tahunan. Maka dari itu, kau menyaksikan hal-hal di luar nalar yang tak bisa manusia biasa lakukan," terang Rona.
Soully hanya terdiam menelaah setiap kata demi kata yang Rona bicarakan. Diliriknya Yafizan yang hanya diam. Rona tak bermaksud menceritakan semuanya kepada Soully tepat dihadapannya. Hanya keterangan singkat itu yang bisa Rona ceritakan pada Soully. Sesungguhnya Rona ingin menjelaskan bahkan menceritakan segalanya dari awal kenapa mereka bisa berakhir di bumi. Namun kehadiran Yafizan di antara mereka membuat Rona mengurungkan niatnya itu. Jika ia menceritakan semuanya, ia khawatir akan berakibat fatal untuk kondisinya mengingat hal-hal yang dipaksakan.
"Lantas, apa kak Erick dan lelaki bernama Miller itu berasal dari tempat yang sama seperti kalian?" tanya Soully dan Rona hanya mengangguk tipis.
***
Bersambung...