Yafizan menarik lengan Soully yang tanpa disadarinya ia menggengam terlalu erat luka bekas kuku di pergelangan tangan Soully yang kini terasa perih. Soully berusaha melepaskan genggaman tangan Yafizan karena saat ini orang-orang yang hendak beristirahat untuk makan siang berlalu lalang bahkan melihat tindakan Yafizan itu. Soully menundukkan wajahnya karena tatapan tajam dari para karyawan terutama para staff wanita yang memang mengidolakan pemilik perusahaan tempat mereka bekerja saat ini.
Yafizan seolah tak peduli bagaimana orang-orang itu melihat ke arahnya. Rona yang saat itu berada di samping mereka dan tetap mengikuti hanya tersenyum penuh ironi melihat tingkah pasangan suami istri itu.
Yafizan masih tak mengindahkan ketika Soully memberontak untuk melepaskan tangannya. Hingga pada akhirnya ketika mereka masuk ke dalam lift khusus. Soully menghempas paksa tanggannya namun cengkraman tangan Yafizan terlalu kuat hingga Soully meringis kesakitan dan ketika bulir-bulir bening di sudut matanya keluar tak tertahankan lagi. Yafizan yang melihat Soully seperti itu lalu melepaskan cengkramannya.
"Sakit..." Soully memegang tangannya lalu dilihatnya luka bekas kuku Clara yang kini sedikit melebar terkelupas karena gesekan kuat dari cengkraman tangan Yafizan tadi.
Yafizan menarik tangan Soully lalu melihat rasa sakit apa yang Soully keluhkan hingga ia menitikkan air mata seperti itu. Ia melihat luka di pergelangan tangan Soully dan merasa begitu bersalah karena luka itu bertambah ketika ia melihat bekas sidik jari karena cengkramannya yang kuat.
"Maafkan aku..." Yafizan menghapus air mata di pipi Soully lalu memeluk dan dikecupnya puncak kepalanya yang wangi dari rambutnya.
"Luka apa ini?" tanya Yafizan cemas sambil meniup luka di tangan Soully namun ia sedikit emosi karena tahu luka ini akibat Clara.
"Aku rasa tadi kuku Kak Clara menyakiti lenganku ketika ia menarikku..." tutur Soully berhati-hati.
Yafizan menggertakan gerahamnya. Ada kilat amarah di matanya. Ia mengepalkan tangannya, seketika cahaya jingga sudah muncul di tangannya. Rona menyadari jika bosnya saat ini sedang emosi.
Soully menyadari ada sesuatu yang tak beres ketika melihat Rona membulatkan matanya penuh kearah tangan Yafizan. Segera ia meraih tangan suaminya yang sedang emosi itu. Digenggamnya erat lalu mencoba menenangkannya.
"Aku tak apa. Ini kesalahpahaman saja. Ini pasti akan segera membaik," ucap Soully menatap Yafizan dengan teduh.
Namun Yafizan tak bergeming, ia masih dalam emosinya. Soully masih berfikir apa kali ini ucapannya tidak mempan? Biasanya ketika Soully menyentuhkan tangannya, maka cahaya putih kebiruan akan muncul setelah cahaya jingga itu menghilang. Dipeluknya erat kemudian, Soully merasakan tubuh Yafizan menegang.
"Suamiku...aku lapar..." ucap Soully lirih dan manja. Didengarnya suara detak jantung Yafizan yang berdetak semakin kencang.
"K-kau...kenapa bersikap manja seperti ini?" Yafizan salah tingkah.
"Aku juga lapar sekali, Bos," sahut Rona dengan terkekeh.
"Ayo kita makan...,hm?" Soully menatap wajah Yafizan yang masih berekspresi datar. "Maafkan aku...tolong jangan marah lagi..." Soully bergelayut manja dengan memasang wajah memelas.
"Pesan makan siang dan antarkan ke atas," perintah Yafizan yang masih berpura-pura acuh.
"Siap Bos!" Rona memberi hormat.
Soully girang seperti anak kecil ia berjingkrak senang dan semakin mengeratkan pelukannya. Yafizan tersenyum getir melihat tingkah laku istrinya itu. Soully melirik wajah suaminya yang kini sudah tidak marah lagi walaupun ia masih berpura-pura memasang wajah ketus dan serius.
Pintu lift terbuka, mereka memasuki ruang kerja Yafizan yang sungguh mewah dibanding ruang-ruang kerja yang Soully lihat sebelumnya. Kantor suaminya membuat Soully terpukau sejenak hingga ia berhenti pandang pada satu objek yang membelalakkan matanya.
Potret dirinya bersama suami yang tatkala saat itu sedang berdebat kecil namun menghasilkan karya yang luar biasa. Dirinya terlihat seperti nyata dalam foto pernikahan itu. Soully merasa terharu, matanya berkaca-kaca mengingat dulu dirinya tak menginginkan pernikahan yang dipaksakan secara sepihak itu.
Yafizan melihat ekspresi istrinya yang hampir-hampir meneteskan air mata lagi. Ia memeluk Soully dari belakang lalu mencium pipinya dengan penuh cinta.
"Kau suka?" tanya Yafizan.
"Hm," jawab Soully menganggukan kepalanya. "Ini jauh lebih indah dibanding ketika aku melihatnya di layar ponsel."
"Tak disangka aku akan setampan itu, bukan?" celetuk Yafizan.
"Dan kau takkan mengira aku akan secantik itu, bukan?" balas Soully dan merekapun tertawa.
"Aku akan memasangnya satu di kamar kita."
"Memangnya ada?"
"Hm, Naomi memberikan banyak foto pernikahan kita. Aku menyimpannya di sini. Maaf aku belum sempat menceritakan ini padamu."
"Tak apa..." Soully mengelus pipi Yafizan.
"Ayo kita makan!" seru Rona masuk ke dalam ruangan sambil membawa pesanan makanan mereka.
Mereka makan dengan tenang, sesekali mereka bercanda disela-sela makannya. Yafizan yang sedaritadi terus menyuapi padahal Soully sudah berulang kali menolaknya. Namun sikap keukeuh suaminya itu tak bisa dihentikannya hingga pada akhirnya Soully pasrah dan dengan telaten Yafizan menyuapinya seperti anak kecil yang sedang diberi makan penuh perhatian oleh orang tuanya.
Suara pintu terbuka saat itu, membuyarkan keharmonisan makan siang mereka. Pandangan mereka bertiga langsung terarah pada sumber suara itu lalu dinantikannya sosok yang muncul di balik pintu.
"Baby...apa kabarmu??" sahut seseorang terdengar nyaring.
Ya, siapa lagi kalau bukan Tamara yang saat itu tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Setelah kejadian waktu itu, Tamara memang disibukkan dengan beberapa jadwal shooting iklan dan modelling sebuah majalah di luar kota hingga ia pun tak bisa menghubungi Yafizan karena memang ponsel Yafizan saat itu dibantingnya hingga tak menyala.
Tamara menghampiri mereka yang sedang menikmati makan siangnya. Ia meletakkan bungkusan makanan yang ditaruhnya di atas meja lalu mengeluarkan isi bungkusan itu.
"Pas sekali kalian sedang makan siang. Aku membawakan makanan kesukaanmu, Baby," ujarnya yang langsung saja memeluk Yafizan erat dengan dirinya menyingkirkan Soully yang berada di samping Yafizan saat itu.
Soully duduk bergeser, dirinya merasa canggung saat itu ketika melihat suaminya dipeluk mesra begitu saja. Dia perlahan masih memakan sisa makanannya dan mencoba menelannya dengan susah payah. Soully hanya memandang Rona dengan ekspresi kecut. Dipandanginya wajah Yafizan yang terus memberi kode padanya supaya dirinya tak salah paham. Soully memalingkan pandangannya.
"Apa kau baik-baik saja? Bagaimana kondisi badanmu saat ini?" Tamara menangkup wajah Yafizan dengan kedua tangannya agar pandangannya terarah padanya. Karena sedaritadi ia hanya melihat Soully yang memalingkan muka darinya dan hanya fokus dengan makannya bersama Rona.
"Kau, sedang apa di sini?" tanya Tamara yang mulai kesal ketika Soully masih saja duduk disampingnya dan tak kunjung beranjak pergi. Soully hanya terdiam dan masih menyantap makanannya.
"Baby, untuk urusan apalagi jalang ini di sini? Bukankah dia sudah pergi bersama dokter selingkuhannya itu?"
"TAMARA!!" Yafizan berteriak membuat Soully tersedak makanannya.
Dengan sigap Yafizan mengambilkan air minum lalu menepuk pundak Soully perlahan ketika Soully terbatuk-batuk dan meraih minumannya. Soully sudah minum namun rasa perih yang tersekat di antara hidung dan tenggorokannya masih terasa hingga matanya berair.
"Kau baik-baik saja, Sayang? Hati-hati..." cemas Yafizan masih menepuk halus pundak Soully. Soully mengusap air matanya dan hanya menggeleng pelan.
"Baby, apa-apan kau ini?" kesal Tamara menarik tangan Yafizan yang sedang menepuk pundak Soully. "Kenapa kau memperhatikannya?!"
"Nona Tamara, tolong jaga sikap anda!" seru Rona yang sudah merasa jengkel melihat drama kali ini.
"Diam kau! Ini akibatnya jika kau seorang asisten rendahan diberi sendok emas oleh majikannya" hardik Tamara.
"Cukup! Seharusnya kau yang diam Nona Tamara yang terhormat!" teriak Yafizan.
"No-nona? Kau, kenapa kau ini?" Tamara tak percaya dengan apa yang telah didengarnya. "Pasti karena perempuan jalang ini kan kau sekarang memanggilku dengan formal seperti itu?" kesal Tamara yang hampir menyakiti Soully namun tindakannya dicegah Yafizan yang sudah menghalangi tubuh Soully.
"Jaga bicaramu! Dia bukan jalang! Dia istriku!" tegas Yafizan.
"Ya dia istrimu, tapi kau mencintaiku! Kau akan segera menceraikannya, kan?" ujar Tamara yang kini suaranya sudah bergetar hampir menangis. "Kita bahkan sudah tidur bersama aku fikir kau sangat mencintaiku, bukan?"
Bagai tersambar petir di siang bolong, ucapan Tamara membuat orang-orang yang berada saat ini membulatkan matanya tak percaya. Yafizan terdiam dan masih setengah ragu ia memang tak menyangkalnya walau ia pun tak mengingat dengan jelas kejadiannya waktu itu. Soully beranjak tak ingin apa yang didengarnya itu benar-benar fakta.
"Tidak Sayang, ini tidak seperti apa yang kau bayangkan..." Yafizan coba menjelaskan dan mendekati Soully, namun Soully mengangkat tangannya agar Yafizan tidak menyentuh atau mendekatinya. Soully berlari pergi meninggalkan ruangan, Yafizan hendak mengejarnya namun tangan Tamara sudah bergelayut menahannya agar tidak pergi.
"Kau bereskan urusanmu, Bos. Aku akan mengejar Soully," sahut Rona lalu pergi menyusul Soully.
Soully sudah berada di dalam lift umum ketika ia menahan kekesalan, amarah sekaligus kekecewaannya saat ini. Sebisa mungkin ia tak meneteskan air matanya karena di lift umum ini tak seperti lift khusus yang tak akan ada orang berlalu lalang masuk dan keluar seperti lift umum ini. Apalagi dirinya belum terdaftar di akses ijin menggunakan lift khusus tersebut.
Hanya dengan sekejap mata Rona sudah berada di dekat Soully. Dia sedikit kaget karena kehadirannya yang tiba-tiba dan beruntung tak ada orang lain lagi di dalamnya.
"Kau tak apa?" tanya Rona. Dan Soully hanya menggelengkan kepalanya. "Percayalah, Bos Yafi tak mungkin berbuat seperti itu. Aku yakin, bahkan sangat yakin," ujar Rona.
Tiingg
Pintu lift terbuka dan sudah berhenti di lobby bawah. Soully keluar dan Rona masih mengikuti. Soully menghentikan langkahnya merasa tak nyaman jika Rona terus mengikutinya. Diapun berbalik.
"Aku...hanya ingin menenangkan diriku sendiri. Tolong jangan ikuti aku lagi, Kak," tutur Soully. "Dan bilang padanya untuk jangan mencemaskan aku. Aku tahu mungkin ini kerikil dalam pernikahanku dan aku harus melewati ujian cinta ini. Jika memang suamiku benar, maka Tuhan pasti akan menunjukkan kuasanya," tegasnya lalu pergi tanpa ingin diikuti Rona lagi.
Rona melihat punggung Soully yang semakin menjauhinya. Berharap apapun yang terbaik untuk hubungan mereka.
***
Bersambung...