Sudah pukul 21.00 ketika Rona tiba di apartement. Kemacetan jalan raya akibat mobil Container yang mogok itu masih berlangsung karena proses evakuasi masih berlangsung dan masih membuat kemacetan jalan raya dengan arah yang hendak di lewati menjadi tersendat bahkan tak bisa memutar arah. Saat ini semua pengemudi dan penumpang hanya bisa pasrah dan bersabar.
Rona melihat Yafizan sedang duduk terkulai di lantai kamarnya. Wajah dan tampilannya tampak sungguh kacau. Tanpa menyapa lagi, Rona langsung masuk ke dalam kamarnya. Fikirannya pun sama kacaunya, ia tak tahu harus bagaimana.
Maafkan aku Bos, maafkan aku.
Bagai mantra Rona terus berucap kata maaf yang tak ia utarakan langsung kepada bosnya. Berjalan terhuyung ia pun masuk ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.
Tak berguna! Aku Panglima besar di negeriku, bahkan aku tak berguna di sini!
***
Jam 22.00 ketika Erick pun tiba di rumahnya setelah sabar menunggu kemacetan jalan raya yang akhirnya teratasi. Perlahan ia mengetuk pintu kamar yang di tempati Soully, dengan membawa bungkusan makanan di tangannya ia mencoba ingin mencairkan suasana canggung di antara mereka. Namun, tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar.
Erick membuka pintu kamarnya lalu didapatinya Soully yang duduk di lantai dengan mata yang sudah terlelap, kepalanya bersandar di tempat tidur. Jiwa kedokterannya langsung memeriksa keadaan Soully. Tangannya mulai menempel pada kening Soully memastikan agar dia tak demam setelah tadi tubuhnya basah kuyup karena hujan, pipinya pun kini mulai menghangat.
Erick memangku tubuh Soully dan memindahkannya ke atas tempat tidur. Tangannya tertahan ketika ia hendak menyelimuti tubuh mungil itu.
"Imut sekali, piyama tidur itu cocok untukmu," gumam Erick tersenyum menatap Soully yang terlihat cantik bahkan ketika tidur.
Erick mematikan lampu di samping tempat tidur Soully. Dibawanya bungkusan makanan yang tak tersentuh sama sekali karena sudah malam dan Erick pun tak ingin mengganggu Soully tidur.
***
Pagi buta ketika Soully terbangun dan mendapati Erick sedang melakukan aktivitas berolah-raganya. Soully terkesiap dan beranjak pergi membalikkan badannya seketika saat dirinya yang masih dalam proses pengumpulan diri, menguap dan menggeliatkan badannya dengan rambut yang acak-acakan. Saat itu Soully hendak minum karena dirinya merasa haus ketika bangun tidur namun ia tak mendapati gelas air minum di atas nakas samping tempat tidurnya yang biasanya selalu ada di dekatnya.
Ups, dia lupa kalau ini bukan kamarnya.
.
.
.
"Morning, my Angel," sapa Erick yang masih berolahraga.
Soully merasa kikuk, ia membalikkan kepalanya dengan memegang rambutnya. "Pa-gi...hehe..." Soully berbalik segera menghilang dari pandangan memalukannya di hadapan Erick.
Bagaimana mungkin ia bisa lupa dan tak menyadari jika sosok Erick yang berprofesi seorang dokter itu memang pasti lebih disiplin waktu dan pasti bangun lebih awal. Soully menepuk jidatnya sendiri lalu menutup wajahnya dengan rambutnya di kedua sisi.
"Tunggu." Erick menghentikan langkah Soully yang hendak kabur. Ia menghentikan pula aktivitasnya. Diambilkannya segelas air lalu menghampiri dan memberikannya pada Soully dengan tersenyum. "Minumlah."
Soully mengambil segelas air putih itu. Tak peduli lagi kini kondisinya yang seperti apa, ia langsung meneguk air dan meminumnya hampir tandas sebelum air dalam mulutnya memuncrat mengenai wajah Erick dan terbatuk-batuk ketika Erick berkata. "Sebaiknya minum jangan sambil berdiri."
Erick mengusap wajahnya lalu menepuk pundak Soully pelan. Ada rasa perih di hidung Soully karena air yang ia minum tadi masuk ke hidungnya. Erick menyeringai melihat tingkah Soully. Baginya pagi ini sangat menggemaskan.
Ia menyibakkan rambut Soully, menyisirnya dengan jari-jarinya lalu mengumpulkannya ke belakang. Membuat Soully bergidik canggung.
"Maaf..."
"Apa ini kebiasaanmu ketika bangun tidur?" tanya Erick yang masih menyisir rambut Soully dengan jarinya, merapihkannya.
"Tidak," jawab Soully.
"Apa reaksi Yafizan ketika melihatmu bangun tidur seperti ini? Apa dia juga melakukan hal ini?" tanya Erick lagi. Tangannya masih belum lepas merapihkan rambut Soully.
Soully terdiam, dirinya merasa sedih lagi ketika nama Yafizan disebut.
"Sebenarnya...apa yang terjadi? Apa kalian bertengkar?" Erick masih bertanya, menelusuri keingintahuannya.
"Kak, boleh aku minta tolong?" Soully berdalih lalu memegang tangan Erick, membuatnya terlepas dari rambutnya.
"Apa?"
"Bolehkah aku meminjam uangmu? Akan aku kembalikan ketika aku gajian nanti," pinta Soully membuat Erick sedikit tercengang.
"Gajian? Kau bekerja?" tanya Erick tak percaya. Soully hanya menganggukkan kepalanya.
"Dan...apa boleh aku minta tolong Kakak untuk membelikan aku baju untuk kerja hari ini? Tak mungkin aku memakai baju yang sama dengan kemarin," ujar Soully berharap Erick tak keberatan karena dia lagi-lagi merepotkannya.
Erick tersenyum cerah, melihat tingkah perempuan yang berada di hadapannya saat ini terasa menggemaskan baginya. "Kemarilah," ajak Erick menarik lengan Soully.
"Aww." Soully meringis kesakitan. Seketika Erick langsung melepas genggamannya di pergelangan tangan Soully.
"Maaf, apa aku terlalu erat menarikmu?" Erick merasa tak enak.
"Tak apa. Ini bukan salahmu." Soully masih mengusap pelan pergelangan tangan yang terluka kemarin.
"Kenapa tanganmu?" tanya Erick ketika ia menarik tanpa permisi lalu melihat luka lecet di pergelangan tangan Soully.
"Ini..."
"Apa suamimu yang gila itu yang melakukannya? Sungguh keterlaluan dia..." emosi Erick yang terhenti ketika Soully memotong omelannya.
"Bukan! Ini...Kak Clara yang menarikku dengan kencang. Mungkin tak sengaja."
"Clara?" Erick mengernyitkan dahinya.
"Kakak sepupuku," jelas Soully. "Sudahlah ini tak apa. Aku harus segera bersiap agar tidak terlambat nanti. Tadi kak Erick mau mengajakku ke mana?"
"Ikut aku."
Soully mengekori Erick dari belakang. Pria itu memang terlihat gagah walau dilihat dari belakang. Ups, Soully menggelengkan kepalanya, menyudahi kekaguman sesaatnya.
Erick membawa Soully ke kamar yang sebelumnya Soully tempati. Dinding kamar tersebut ternyata sebuah lemari yang dipasang permanen seolah terlihat seperti dinding yang ber-wallpaper. Soully terkagum karena tak menyangka dinding itu sebuah lemari yang di dalamnya lengkap berbagai jenis pakaian bermerek dan berjajar rapi.
"Ini, kau bisa pakai semaumu. Kau bisa pilih sesuai yang kau sukai untuk bekerja nanti. Bersiaplah, aku juga akan mandi. Setelahnya kita sarapan bersama," ucap Erick lalu pergi dari kamarnya.
Soully masih tak percaya, dirinya masih terkagum dengan bentukkan lemari tersebut. Jika difikir-fikir lemari di apartement dan di mansion Yafizan apakah semenarik ini? Soully penasaran dengan fikirannya sendiri.
***
Erick dan Soully kini sedang sarapan di meja makan. Dengan telaten, Erick menyiapkan makanan ketika Soully mandi tadi dan bersiap diri untuk bekerja. Pandangannya tak lepas begitu saja, apalagi ketika Soully menghampirinya tadi sebelum mereka sarapan. Ada rasa kagum dan takjub saat melihat Soully dengan pakaian rapi untuk bekerja.
"Terima kasih," ucap Soully ketika Erick memberikan sandwich yang sudah ia isi dengan berbagai jenis cincangan daging dan ikan juga sayur dengan bumbu meresap sehingga membuat lidah yang memakannya akan terus ketagihan.
"Jam berapa kau mulai kerja? Dan pekerjaan apa yang membuatmu begitu antusias?" tanya Erick disela sarapannya.
"Jam sembilan pagi ini. Jadi asisten," jawab Soully singkat, padat, jelas.
"Kalau begitu aku akan mengantarmu," celetuk Erick hingga membuat Soully hampir tersedak.
"Hati-hati. Kau tak apa-apa?" Erick memberi minum lalu mengusap punggung Soully pelan.
"Kak, apa kau sering membawa wanita menginap di sini?" celetuk Soully tiba-tiba membuat Erick kikuk.
Baginya tak ada perempuan lain yang bisa mengetuk bahkan menyentuh hatinya seperti yang Soully lakukan.
"Tentu saja tidak!" jawab Erick agak geram karena Soully menuduhnya yang tidak-tidak.
"Lantas, baju siapa yang ada dalam lemari kamarmu ini?" tanya Soully penasaran.
"Itu...(itu bajumu, my Angel! Aku kira ketika kau tersadar dari koma dan menerima lamaranku saat itu, kita akan...) bukan apa-apa. Kau bisa gunakan jika kau mau," jawab Erick lalu pamit untuk bersiap diri.
Erick memasuki kamarnya. Ia menatap sekeliling kamar tersebut lalu pandangannya terfokus pada lemari pakaiannya.
Ya, baju-baju itu sengaja khusus Erick beli dan siapkan ketika Soully berjalan dengan baik pasca koma dulu. Fikirnya, Soully akan menerima lamarannya dan tinggal bersama. Apalagi Erick berfikir jika Soully hanya sebatang kara. Maka dari itu ia mempersiapkan segala kebutuhan yang biasanya diperlukan wanita yang dicintainya itu. Namun kepercayaan dirinya ternyata tidak membuahkan yang semestinya.
Yang terpenting hari ini adalah waktu berharga yang bisa ia rasakan dan habiskan bersama dengan perempuan yang dikasihinya. Baginya ini adalah hal yang luar biasa yang ia miliki. Erick tak ingin berfikir jika suatu saat Soully akan meninggalkannya.
***
Rona sudah siap pergi ke kantor, lalu dengan ragu ia hendak menghampiri Yafizan yang dari semalam memang tidak tidur. Beberapa kali Rona mendengar suara yang terpecah belah serta benda-benda berjatuhan, artinya bosnya dalam suasana yang tidak baik.
Tok...tok...
Rona mengetuk pintu dengan ragu lalu diintipnya pria yang ternyata sudah rapi dengan setelan kantornya. Dengan gagah dan terlihat tampan, Yafizan sengaja memakai kacamata hitamnya. Bukan maksud apa-apa, hanya saja dia tak ingin orang lain melihat raut wajahnya yang sedang kusut itu.
Yafizan berjalan melewati Rona, dingin tanpa suara membuat Rona yang melihatnya pun sedikit merinding. Aura dalam diri bosnya, sungguh menakutkan.
Rona terdiam, pandangannya terfokus ketika melihat isi dalam kamar bernuansa broken white dan mocca itu terlihat sungguh berantakan.
Ohhh...Bos bagaimana aku mengatasi hal ini? Apa yang akan Soully katakan ketika ia pulang nanti?
Rona mengacak rambut kepalanya, frustasi.
***
Pagi ini, Soully menegaskan jika ia tak ingin Erick mengantarnya. Ia berjalan memasuki gedung kantor pencakar langit itu dengan langkah gontai. Sebelumnya ia dengan ceria pergi bergegas supaya ia tidak terlambat di hari pertamanya bekerja. Namun keceriannya menghilang ketika dengan ragu ia melangkahkan kakinya di gedung kantor itu. Takut-takut jika ia kepergok atau berpapasan dengan Yafizan.
Sampai kapan aku mengharapkan sesuatu yang tak pasti? Bahkan pria itu tak berusaha untuk mencariku. Untuk apa aku peduli lagi?!
Soully menghampiri Sisca di meja receptionist-nya. Ia bertanya tentang ponsel yang terjatuh ketika Clara menariknya kemarin.
"Ahh...jadi kau yang menjatuhkan ponsel itu?" tanya Sisca dan Soully mengangguk ceria. "Sudah aku berikan pada Bos Yafi, ponselnya," imbuh Sisca dengan sikap yang acuh.
"Apa?!" kaget Soully lalu menghela nafas dalam.
Seketika para karyawan menghentikan langkahnya dan segera memundurkan sedikit langkahnya agar tidak sampai menyentuh hal yang ada pada dirinya sambil membungkukkan setengah badannya tanda memberi hormat. Karena mereka tahu jika pemilik gedung tempat mereka mencari nafkah itu tidak suka jika ada orang yang menyentuhnya walau sedikit, sengaja ataupun tidak sengaja.
Tak lupa dengan Sisca yang ada di hadapanya pun bergegas berdiri dari duduk cantiknya. Ia menundukkan kepalanya ketika suara langkah kaki yang hampir melewati meja receptionist. Dengan santainya Soully berjalan mundur membelakangi langkah orang yang kini sedang diberi hormat itu.
Soully menabrak orang itu dengan punggungnya. Dengan segera ia bergegas membalikkan badanya dan meminta maaf. Ia masih belum sadar siapa orang tersebut kerena menundukkan wajahnya, tangan Soully dengan berani menyentuh tubuh orang itu.
Orang itu menggengam tangan Soully erat. Soully terhenti, karena ia baru menyadari aroma tubuh pria ini dan sentuhan telapak tangannya yang hangat. Soully mendongakkan wajahnya, matanya beradu pandang dengan pria yang berkacamata hitam itu seolah ia bisa melihat dengan jelas tatapan sorot matanya padanya. Solly pun kaget dibuatnya.
"Kau!"
Orang-orang yang melihat kejadian saat itu adalah hal yang paling penting bagi mereka seakan menyaksikan adegan yang bisa ditebak selanjutnya.
Pria itu mencengkram bahu Soully erat...
=================================================
Bersambung...