Suasana hening beberapa saat, hingga pada akhirnya Soully beranjak berdiri lalu membereskan piring dan sisa-sisa makanan di meja makan lalu merapikan peralatannya di pantry setelah ia mencucinya hingga bersih. Soully masih terdiam dan tak bicara. Yafizan dan Rona hanya melihat Soully lalu tertunduk tak enak karena sudah memberitahu yang sebenarnya tentang identitas mereka.
Rona beranjak dari tempat duduknya lalu pamit untuk beristirahat. Hanya ada Yafizan yang masih duduk diam menemani Soully melakukan kegiatannya.
Setelah beberapa menit menunggu semuanya selesai. Yafizan memangku Soully ala bridal style lalu membawanya ke atas. Soully yang tak siap sempat memberontak karena kaget.
Yafizan menurunkan Soully di tempat tidur. Soully terduduk dan masih terdiam. Yafizan terlihat cemas karena Soully tidak berbicara setelah Rona memberitahu yang sebenarnya.
"Sayang, apa kau baik-baik saja?" tanya Yafizan dengan wajah yang sudah memelas.
"Hm," jawab Soully tak berucap.
Yafizan mendekati Soully, merengkuh tubuhnya lalu menundukkan wajahnya di depan wajah Soully. Dikecupnya kening Soully lalu hidung mereka beradu. Dengan memejamkan mata, Soully enggan melihat mata suaminya itu.
"Tolong bicaralah, Sayang. Jangan mendiamkan aku seperti ini. Bahkan kau tidak menatapku saat ini," ucap Yafizan lirih masih di depan wajah Soully. "Apa kau takut? Kami bukan monster..." imbuhnya.
"Aku...masih tidak percaya saja," Soully mulai bicara. "Benarkah aku menikah dengan kakek dari kakek kakeknya kakekku, kakeknya lagi dan lagi?" ujar Soully sehingga membuat Yafizan membulatkan matanya.
"Apa maksudmu?" tanya Yafizan menjauhkan badannya segera.
"Jika kau berkelana di bumi ini selama seribu tahun, maka begitu, umurmu seribu tahun lebih," ucap Soully polos sontak tak bisa membuat Yafizan menahan tawanya.
"Kau sungguh menggemaskan. Aku begitu takut karena kau mendiamkanku seperti tadi. Aku kira kau marah," ucap Yafizan gemas karena melihat tingkah istrinya yang polos.
Tak segan ia mengecup bibir Soully. Mencecapnya semakin dalam dan Soully pun mengikuti alurnya. Dengan hasrat yang sudah menggebu, mereka semakin dalam dan intim. Melanjutkan kisah panas asmara mereka yang tadi sempat terhenti.
.
.
.
"Aku mencintaimu, istriku, my Soully my Angel."
"Aku juga mencintaimu, suami tuaku yang mesum dan arogant."
Yafizan membulatkan matanya, menggelitik Soully tanpa ampun. Suara tawa mereka menghiasi suasana temaram malam yang semakin larut.
***
Satu minggu berlalu. Pagi ini seperti biasa, mereka sarapan bersama di meja makan. Perbincangan mereka membuat suasana di mansion terasa gaduh. Soully kembali dengan sikap cerianya, dia banyak tertawa dan bercanda kembali. Yafizan terus menatap istrinya yang tersenyum cerah itu, semakin cantik dan semakin dalam perasaan cintanya padanya.
"Oh ya, aku ada sesuatu untuk kalian. Kemarin aku lupa memberikannya," ujar Rona seraya memberikan sebuah kotak berukuran sedang kepada Soully dan Yafizan.
Dibukanya kotak itu dan isinya membuat Soully berbinar.
"Aku sengaja membelikan ponsel dengan type yang sama supaya kalian terkesan couple yang takkan terpisahkan," tutur Rona. "Dan Bos, aku sudah menginstal ulang bahkan mem-back up semua data di ponsel barumu itu, jadi kau tak usah khawatir akan semua data di ponsel lamamu akan hilang."
"Kau memang pengawal setiaku," girang Yafizan senang.
"So, kalian bisa saling bertukar kabar jika rindu," ucap Rona berkedip kearah Yafizan dan membuat pipi Soully memerah.
Rona dan Yafizan hendak pergi ke kantor saat mereka sudah menyelesaikan sarapannya. Soully terduduk diam di meja makan saat ia sudah selesai membereskan sisa-sisa sarapannya dan merapikan kembali peralatannya di pantry.
Soully menatap dalam layar ponselnya yang gelap tanda ia tidak menyalakannya. Sesekali ia memijit tombol kunci layarnya dan terpampang jelas wallpaper foto pernikahan dirinya dengan Yafizan yang sudah sengaja dipasang Rona saat membeli dan men-setting segala hal di ponselnya juga bosnya. Soully tersenyum tipis saat melihat foto itu. Rasanya ia masih belum percaya.
"Apa kabarnya Kak Erick ya? Sejak kejadian itu ia sama sekali tak muncul ataupun datang ke mari. Padahal...dirinya juga manusia istimewa," gumam Soully dalam hati.
Tanpa Soully sadari Yafizan sudah berdiri didekatnya daritadi. Niatnya untuk membuat kaget karena Soully terlihat larut dalam lamunannya. Bahkan ketika Yafizan berkata pamit pun Soully tak menanggapinya. Sampai ia mengetahui Soully terlalu memikirkan Erick yang sangat dibencinya. Yafizan merasa geram, ia menahan emosinya agar Soully tidak takut padanya.
"Sayang." Yafizan mencoba membuyarkan Soully dari lamunannya. Lagi, Soully masih melamun.
"Soully!!" teriak Yafizan hingga Soully terperanjat dan hampir menjatuhkan ponsel yang berada di tangannya.
"Ya, Sayang ada apa?" ucap Soully lirih.
"Apa kau masih memikirkan dokter sialan itu?" tanya Yafizan yang masih menahan emosinya.
"A-aku..aku hanya..." belum selesai Soully bicara, Yafizan sudah melumat bibir Soully dan menciumnya dengar kasar.
Soully memberontak karena ia takut Yafizan memperkosanya seperti waktu itu. Soully menangis, kedua tangannya menahan dada Yafizan tanda penolakan karena Yafizan menciumnya dengan kasar. Namun tenaganya tidak cukup kuat untuk menghindari Yafizan yang sudah hilang kendali. Sungguh ia sangat takut.
Yafizan menarik dirinya saat melihat Soully menangis dengan tangan yang bergetar, Soully menahan tubuh Yafizan tanda penolakan serta rasa takut luar biasa saat ini. Dia terenyuh, hampir saja emosinya tak terkendali lagi. Ia memeluk Soully dengan erat, mengecup puncak kepalanya dengan penuh penyesalan. Soully terisak di dada bidang suaminya yang sedang memeluk dirinya dengan erat.
Rona menghampiri Yafizan ketika dirasa suasana saat itu sudah mulai tenang. Sebelumnya Rona melihat jelas adegan Yafizan mencium Soully dengan brutal. Rona hendak melerai mereka, namun sebelum Rona menghampiri mereka Yafizan berhasil menstabilkan emosinya lagi.
Dan kini ia berani berucap untuk mengajak bosnya itu pergi ke kantor. Lalu Rona pergi meninggalkan pasutri itu, membiarkan mereka berbicara dan damai kembali.
"Maafkan aku..." ucap Yafizan lirih memeluk Soully erat. "Aku...hanya tak ingin kau memikirkan pria lain di saat ada suami yang sungguh mencintaimu."
"Aku...aku tak bermaksud memikirkan pria lain selain dirimu. Aku...aku hanya merasa cemas karena sejak kejadian itu aku belum mendapatkan kabar darinya," ujar Soully yang membuat Yafizan semakin terbakar api cemburu.
Bisa-bisanya istriku sendiri mencemaskan pria lain di depan suaminya sendiri.
"Dengar Sayang. Apapun yang terjadi itu adalah urusannya, bukan urusanmu. Kau sudah menikah. Dan kau tak usah memikirkan pria yang bukan merupakan siapa-siapa bahkan dia bukanlah anggota keluargamu," ucap Yafizan dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.
"Jelas dia keluarga. Dia bahkan lebih baik dari keluargaku!" ucap Soully dengan nada yang meninggi. Entah kenapa kata-kata yang Yafizan ucapkan membuat dirinya tersulut emosi bahkan kini ia berani melawan suaminya.
"Kenapa kau begitu membelanya, hah?!" bentak Yafizan yang kini terserang emosi juga. "Kau.." Yafizan menghentikan tingkahnya yang hampir saja menyerang Soully dengan kekuatan api di tangannya.
"Berhenti!!" teriak Rona. "Sudah cukup, Bos! Jika kau seperti itu, bisa-bisa kau membunuh istrimu sendiri!!" Rona segera melerai menarik Yafizan menjauh dari Soully.
Saat itu. Rona kembali masuk ke dalam saat dirasa bosnya tak kunjung keluar sementara dirinya sudah duduk di dalam mobil di kursi sopir yang siap menancapkan gasnya untuk melaju ke kantor.
"Dengar! Hanya aku satu-satunya keluargamu sekarang. HANYA AKU! SUAMIMU! Kau dengar?!" Yafizan berteriak ketika Rona menariknya menjauh dari Soully.
Soully bergetar, ia meluruhkan seluruh tubuhnya ke lantai.
"Lepaskan aku!" Yafizan menghempaskan tubuhnya. "Dia yang kurang ajar, Ron. Wanita memang susah dipercaya. Kau tahu, berani-beraninya istriku memikirkan bahkan mencemaskan pria lain di saat ada suaminya sendiri!" bentak Yafizan membuat Soully menutup telinganya frustasi.
"SUDAH CUKUP!! Aku sungguh tak mengerti dirimu yang suka berubah-ubah. Kadang baik, kadang emosimu itu tak terkendali!" teriak Soully dengan memejamkan mata ia menutup kedua telinga dengan tangannya.
"Kak Rona, cepat bawa pergi orang ini dari sini!" perintah Soully pada Rona yang dibalasnya dengan kebingungan.
Yafizan semakin emosi, dengan tangannya yang sudah mengeluarkan cahaya jingga itu ia menghampiri Soully. ia melepas kedua tangan yang menutup telinga Soully.
"Kenapa...kau seperti ini?" lirih Yafizan sedih. Sekuat tenaga ia menahan emosinya.
Soully membuka matanya. "Maafkan aku..."
"Kenapa kau begitu membela dokter itu padahal kau tahu jika suamimu ini tidak suka kau berhubungan dengannya?"
"Maafkan aku...tapi dia sudah seperti keluargaku. Di saat seharusnya keluargaku yang sesungguhnya mencariku ketika sudah beberapa hari aku menghilang tanpa kabar, namun tiga tahun, bahkan sekali saja keluargaku tidak mencariku," ucap Soully meneteskan airmatanya yang tak bisa dibendung lagi.
Hatinya terasa sesak mengingat keluarganya tidak menginginkannya.
"Kak Erick, dia yang menyelematkan nyawaku, menyembuhkanku dan merawatku dengan sabar selama aku terbaring dalam tidur panjangku. Tak sekalipun ia mengeluh, dengan penuh perhatian dan kasih sayang ia mengurusku..." ucap Soully yang suaranya hampir tercekat ditenggorakan.
Yafizan dan Rona hanya terdiam.
"Maafkan aku, aku hanya mencemaskan keadaannya saja. Dia sudah seperti kakakku. Dia tulus menjagaku walaupun dia bukan keluargaku. Bahkan orang yang menyebabkan aku mengalami kecelakaan saja tidak pernah menunjukkan sedikitpun empatinya padaku apalagi ia bertanggung jawab padaku, minta maaf pun tidak..." tangis Soully pecah.
Saat itu, Rona hanya diam mematung. Ya, tentu saja ia tahu, karena seharusnya ia memang bertanggung jawab bukan malah menghilangkan ingatan Yafizan dan mengabaikan seorang perempuan yang sedang kritis saat itu hanya karena kekhawatirannya.
Yafizan merasakan sesak di dadanya. Ia hampir-hampir tersungkur jatuh ke lantai ketika mendengar ucapan terakhir Soully. Rasanya seperti Soully menancapkan belati tepat di jantungnya, mengoyaknya hingga mati rasa di sekujur tubuhnya.
Betapa terkejutnya Soully ketika melihat suami yang berada dihadapannya tersungkur merasakan kesakitan yang teramat dalam namun ia tak mengerti rasa sakit apa yang dirasakannya. Dia melihat suaminya yang terus memegang sebelah dadanya dan mengatur pernafasannya yang terasa sesak. Yafizan mengeluarkan airmatanya yang entah kenapa bisa terasa begitu menyakitkan. Kini kekesalan Soully berubah menjadi kekhawatiran.
"Kau...kenapa? Apa ada yang sakit?" cemas Soully.
Rona sudah siaga menopang tubuh Yafizan yang sudah di lantai itu. Sambil berjongkok ia membantu tuannya menenangkan diri walaupun sebenarnya ia pun sama frustasinya karena menanggung beban rahasia selama ini sendirian.
***
Bersambung...