Chapter 37 - Bab 37

"Kau bersungguh-sungguh, Mr.Govind? Apa kau yakin?" tanya seseorang di balik teleponnya.

"Sure, Soully sudah setuju dan dia akan mulai bekerja besok. Tentu saja anda bisa mulai memimpin proyek ini besok juga. Aku harap di bawah pengawasan anda, proyek ini akan berjalan lancar dan sukses di dunia hiburan," jelas Mr.Govind kepada orang itu di seberang teleponnya.

"OK, I'll come and start working together tomorrow. thanks for your attention, Mr. govind," pamit orang itu menutup panggilannya.

Pria itu menyeringai dengan senang. Di balik kursi kebesarannya dia terduduk santai dengan aura pembunuh berdarah dingin yang kuat. Siapa saja yang sudah mengenalnya lebih dekat pasti akan tahu bagaimana sifat aslinya yang sungguh bisa membuat orang tak bisa berkutik. Wajah tampannya memang tak menunjukkan dia adalah seseorang yang penuh dengan dendam. Siapa yang akan mengira akan hal itu, karena di balik dendamnya ia selalu menunjukkan senyuman yang manis.

Miller, kali ini dia memang dalam suasana yang sangat baik ketika menerima kabar yang menyenangkan dan membahagiakan dalam hidupnya. Bagaimana tidak, orang yang dinantinya akan segera bersamanya, walaupun hanya sebagai asisten tapi rencananya sudah tersusun rapi dengan matang dan siap, kelak ia ingin membawa dan mengambil Soully secara utuh setelah ia membalaskan dendamnya yang ia tanam selama seribu tahun ini.

Soully, Mayra, Soully, Mayra...Soully...Soully...you're my mine.

***

Soully melangkah dengan riang. Di dalam lift ia pun tak sadar karena terus berdendang senang. Untungnya tak ada seorangpun yang naik lift ketika Soully bersuka cita.

Drrrttt...

Ponselnya bergetar, Soully tersenyum ketika dilihatnya sudah ada 10 pesan di layar ponselnya itu.

Apa kau sudah selesai dengan Mr.Govind?

Beritahu jika kau sudah selesai.

Kau masih di mana? Apa urusanmu dengan Mr.Govind benar-benar belum selesai?

Sayang, tolong jawab aku!

Kau di mana?

Sayang...

😥😥😥😥😥😥

😢😢😭😭😭😭

Ini sungguh gila, apa perlu aku menghampiri Mr.Govind untuk menarikmu keluar? Apa yang dilakukan Mr.Govind terhadapmu?

Apa perlu aku mengecek semua CCTV dan mengawasimu sekarang? Jika begitu maka aku akan seperti seorang psyco yang benar-benar gila karena tak istriku tak membalas satu pun pesan dariku. Tidak, sekarang aku memang sudah gila! 😈😡😠😠😠😠

***

Ting!

Yafizan girang ketika melihat nama Soully di layar ponselnya, namun seketika ia mengeratkan genggaman tangan di ponselnya ketika membaca balasan pesan dari orang yang dinantinya itu.

Aku minum teh yang enak bersama Mr.Govind, kami tertawa bersama dan kami saling menjabat tangan.

Soully tersenyum geli ketika ia dengan sengaja memprovokasi suaminya itu, karena ia tahu jika Yafizan akan cemburu jika ada orang lain menyentuh Soully selain dirinya.

Prakkk

Ponsel Soully terjatuh ketika ia tanpa sengaja bertabrakan dengan seseorang. Salahnya karena ia berjalan sambil tetap fokus pada layar ponselnya untuk membaca dan membalas pesan di dalamnya.

"Perhatikan langkahmu!" bentak orang itu berteriak kesal kepada Soully.

"Maafkan saya, Nona. Saya..."

"Kau?!"

"Kak Clara..."

"Sedang apa kau di sini?" tanya Clara yang dengan segera menarik lengan Soully keluar karena ia tak ingin Soully berlama-lama di sana, mengira Soully datang menemuinya dan ingin merajuk padanya memohon untuk bertempat tinggal.

Soully meringis kesakitan karena kuku panjang nan cantik terawat Clara menancap di kulit pergelangan tangannya ketika Clara menariknya dengan kasar. Clara menarik paksa bahkan mencengkram kuat karena cemas yang berlebihan jika ada orang yang tahu jika mereka bersaudara.

Drrttt...drrttt...

Ponsel Soully bergetar di bawah lantai dekat meja receptionist di lobby bawah. Tadi, belum sempat Soully mengambil ponselnya, Clara sudah memarahi dan menariknya kasar.

Yafizan menghubungi Soully ketika ia menunggu jawaban pesan yang dikirimnya kembali. Dengan tak sabar dia menelepon istrinya itu padahal masih jelas terlihat jika Soully sedang online dan tanda sudah membaca pesan mendukungnya saat itu. Tapi kenapa Soully hanya membacanya saja dan bahkan saat ini masih online? Fikirannya berkecamuk saat itu.

Berkali-kali ia mencoba menghubungi Soully. Dibantingnya segera ponselnya di atas meja. Sehingga membuat Rona yang saat itu hendak memberitahu schedule pekerjaan mendadak sport jantung karena Yafizan sudah emosi.

Rona merasa lega karena ponsel yang baru saja dibelinya dua hari yang lalu itu masih aman.

"Kenapa?" tanya Rona penasaran.

"Dia tak menjawab panggilanku. Padahal jelas-jelas dia sudah membaca pesanku dan sedang online," jawab Yafizan malas tapi bernada kesal yang kuat.

"Wait a minute." Rona meraih ponsel bosnya lalu dengan lihai menggerakkan telunjuk dan jempol jarinya menari-nari di layar ponsel bosnya itu. "Look!" ia memperlihatkan lokasi di mana ponsel Soully berada. Dengan aplikasi canggih yang sudah ia pasang sebelumnya, maka dengan mudah ia bisa menemukan keberadaan lokasi Soully.

Tak lama Rona menekan angka pada tombol i-phone (intern telephone) kantornya. "Sisca, tolong apa kau melihat seorang perempuan mungil, cantik, dan...(diliriknya ekspresi wajah Yafizan yang menatapnya tajam ketika ia berucap Soully cantik) dan berambut panjang di sekitar situ sambil memegang ponselnya?" tanya Rona kepada receptionist yang berada di lobby.

"Tidak Tuan Rona, tapi...tunggu sebentar. Aku melihat ponsel tergeletak di bawah," jelas Sisca.

"Ponsel? Maksudmu jenis ponsel keluaran terbaru berwarna gold?"

"Ya tuan. Sebentar aku akan mengambilnya terlebih dahulu."

"...."

"Tuan, ya ini ponsel berwarna gold yang anda cari. Maafkan saya, tanpa sengaja pesan yang masih terbuka sedikit terbaca. Ta-tapi saya langsung me-log off-nya ke menu utama," gugup sang receptionist itu takut jika dikira dengan sengaja berkeinginan untuk mengetahui privacy di dalamnya.

"Its oke. No problem. Sisca bisakah kau antarkan ponselnya ke ruangan Bos Yafi?" perintah Rona.

"Bos Yafi?" kaget Sisca tak percaya karena bagi dirinya yang memang mengagumi sosok Yafizan, kesempatan ini sungguh langka baginya. "Ba-baiklah saya akan segera memberikan ponselnya kepada anda," tutup Sisca dengan senang hati ia bergegas menuju lantai paling atas ruangan Yafizan berada.

Ini pertama kalinya Sisca menginjakkan kakinya di ruang kantor Yafizan dan sungguh tak menyangka ruangan kerjanya memanglah megah.

Tok tok

"Permisi, i-ini Tuan ponsel yang anda cari," gugup Sisca sembari menyerahkan ponsel Soully kepada Rona.

Rona segera menyambar ponselnya segera tanpa mempersilahkan Sisca untuk lebih masuk ke dalam ruangannya karena ia tak ingin orang lain melihat bingkai foto yang terpajang di dinding. "Terimakasih, Sisca. Kau boleh pergi dan bekerja kembali. Oh ya, sebentar lagi makan siang, selamat beristirahat dan makan yang banyak."

"Ba-baik Tuan. Saya permisi," pamit Sisca. Namun ketika ia hendak pergi dan Rona menutup pintunya, sisca segera membalikkan badannya.

"Tuan, apa...kau yakin ponsel itu milik anda?" tanya Sisca.

"Ya, kenapa memangnya? Lihatlah, ponselku dan Yafi!" seru Rona sembari meraih ponsel Yafi ke atas supaya Sisca yakin.

"Tapi aku rasa ponsel itu milik seorang perempuan yang tadi bertabrakan dengan Nona Clara yang pada akhirnya Nona Clara menarik paksa perempuan itu. Ah, mungkin perkiraan saya saja, permisi," pamit Sisca yang ucapannya membuat kedua lelaki itu membulatkan matanya.

"Kapan kau melihatnya?" seru Yafizan panik di dalam ruangannya. Sehingga menghentikan langkah Sisca.

"Emm...mungkin 15 sampai 20 menit yang lalu sebelum Tuan Rona menyuruhku ke sini," terang Sisca.

Tanpa aba-aba lagi Yafizan segera berlari, disusul dengan Rona di belakangnya. Sisca yang bingung ditinggal sendirian lalu tanpa berfikir yang macam-macam ia segera menuju meja kerjanya yang berada di lobby bawah.

Yafizan tak sabaran ingin segera menemukan istrinya itu. Wajahnya seketika menjadi pucat. Rona sudah berulang kali menenangkan agar Yafizan tidak gegabah dan berfikiran negatif. Bayangannya berkecamuk ketika ia masih ingat dengan jelas apa yang Clara lakukan pada Soully.

***

"Lepas, Kak!" Soully menghempaskan tangan Clara ketika mereka sudah berada di taman belakang gedung kantor yang menjulang itu. Taman yang sepi walaupun gedung mereka berada di tengah hiruk pikuk ramainya perkotaan.

"Mau apa kau ke sini, hah?" tanya Clara yang menggebu dengan amarah.

"Apa maksudmu? Aku ke sini memang ada urusan dengan Mr.Govind..." tutur Soully seraya memegang pergelangan tangannya yang terluka akibat tancapan kuku Clara yang tajam.

"Hah, jangan banyak alasan! Kau datang ke sini karena ingin jadi benalu lagi, kan? Karena kau tahu kini aku jadi wanita karir yang sukses dan cemerlang," sombong Clara.

"Sudahlah, aku tak ingin berurusan denganmu lagi, Kak." Soully hendak pergi dan tak menghiraukan Clara.

"Hei! Kau berani pergi begitu saja?" kesal Clara dengan jurus andalannya, menjambak rambut.

Soully mendongakkan kepalanya dan meringis kaget. Beruntung jambakan Clara tidak begitu kuat.

"Kau, kurang ajar! Dasar perempuan munafik! Beruntung kami tidak tinggal denganmu lagi, karena kehadiranmu hanya membuat kami sial! Pergilah dan jangan kau tampakkan batang hidungmu lagi di hadapanku!" ketus Clara yang masih menjambak rambut Soully lalu dengan kasar ia mendorong Soully untuk pergi.

Soully menabrak tubuh seseorang dan beruntung karena orang itu dengan sigap menahan tubuh Soully agar tak jatuh. Soully mendongakkan wajahnya melihat wajah orang yang kini dengan tegap berdiri dengan gagah di hadapannya. Cengkraman tangan di bahunya sungguh terasa kuat. Aroma wangi mint yang khas membuat Soully tahu siapa orang tersebut.

"Bos Yafi? Se-sedang apa kau di sini?" gugup Clara.

"Apa yang kau lakukan terhadap..." geram Yafizan namun ia terhenti ketika Soully mengeratkan cengkraman tangannya di lengan Yafizan dan menggeleng pelan. Rona melihat aura kemarahan divwajah bosnya itu, dengan sigap ia mencairkan suasana.

"Nona Clara, ini kedua kalinya kami melihat anda bersikap kasar terhadap Nona Soully. Entah apa yang sebenarnya terjadi antara kalian berdua, yang jelas memang bukan urusan kami. Tapi, di gedung ini, di tempat kerja yang seharusnya dituntut untuk bersikap profesional, seharusnya anda juga bersikap seperti seseorang layaknya sesuai dengan pendidikan yang anda raih," terang Rona. "Dan satu hal lagi, Nona Soully memang ada urusan dengan Mr.Govind dan dia akan menjadi bagian dari anggota karyawan yang bekerja di gedung ini besok. Jadi, kuharap anda bisa bersikap profesional," tegas Rona lalu pamit meninggalkan Clara sendirian di taman itu.

Clara menghentakkan kakinya kesal. Ia melihat bagaimana kedua pria yang berpengaruh itu membela dan memperlakukan Soully dengan istimewa. Bahkan dirinya yang cantik ellegant saja tidak dilirik sama sekali oleh pria yang sejak dulu dikaguminya. Yafizan malah terang-terangan memberikan perhatian khusus terhadap Soully dan itu aneh. Clara tahu betul Yafizan adalah orang yang sama sekali tidak bisa disentuh dan menyentuh sembarangan. Fikirannya berkecamuk dan hanya terus berfikir negatif terhadap Soully.

***

Bersambung...