Bunyi bel menggema. Seseorang datang berkunjung. Weekend kali ini sepertinya orang-orang yang berkunjung ke mansion mereka dengan sengaja tanpa pemberitahuan.
Rona melihat monitor LCD-nya yang berada di dinding dekat pintu, mengamati siapa yang datang bertamu selanjutnya. Terlebih memang mansion tersebut sungguh dirahasiakan keberadaannya, hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui.
"Tuan Erick, mau apa dia ke sini? Apa dia datang untuk memeriksa kondisi Soully? Ya, aku rasa begitu," benak Rona. Lalu ia menekan tombol pembuka kunci pintu dan mempersilahkan Erick masuk.
Rona menyambut Erick dengan ramah lalu menyuruh Erick duduk di sofa ruang tamu dan berteriak memanggil Soully untuk turun.
.
.
.
Soully menuruni anak tangga, dilihatnya sosok laki-laki yang sangat dikenalnya dengan baik saat ia masih berada di atas.
"Kak Erick..." seru Soully senang. Ia setengah berlari menuruni anak tangga.
Ketika melihat wajah Soully yang riang membuat Erick yang sedang duduk di sofa segera ia beranjak dari duduknya dan berdiri lalu merengangkan kedua tangannya untuk menyambut Soully.
Soully menghambur dalam dekapan Erick lalu memeluknya erat seperti seorang adik yang sudah merindukan kakaknya sendiri. Erick pun mendekapnya erat karena memang sangat merindukan perempuan yang sudah ia urus selama lebih dari tiga tahun ini.
"Hei, kenapa kau ini...?" tanya Erick.
"Kenapa kakak baru datang sekarang?" tanya Soully balik.
"Perasaan kemarin kita masih bertemu, bukan? Apa kau sudah sangat merindukanku?" goda Erick.
Ia melepaskan dekapannya, namun Soully tak mau lepas. Soully masih memeluk Erick dengan erat. "Hei...kenapa kau ini?" tanya Erick lagi, ia mengusap lembut rambut kepala Soully.
Rona membawa nampan berisi cangkir teh panas yang aroma khasnya tercium menyebar di seluruh ruangan.
Yafizan dan Tamara menuruni anak tangga. Ia melihat situasi di mana Yafizan hampir tersulut emosi. Ia kesal melihat Soully mendekap Erick erat begitupun sebaliknya.
"Wahh pasangan Romeo and Juliet ini sungguh sangat serasi," sahut Yafizan. Soully dan Erick pun segera melepaskan pelukannya.
"Oh, tenang saja. Kalian teruskan saja pelukan kemesraan kalian, aku takkan mengganggu lagi. Puaskanlah semau kalian!" ujar Yafizan berlalu melewati mereka.
"Apa maksudmu itu?" tanya Erick kesal.
"Aku sudah bilang tak akan mengganggu kalian. So, puas-puaskan saja hasrat kalian. Perempuan yang di sampingmu itu sungguh murahan, sebagai seorang istri yang baik tidak seharusnya kau memeluk pria asing yang bukan suamimu apalagi di dalam rumah suamimu sendiri." Yafizan hampir tak bisa mengontrol emosinya, ia bicara kasar, ada rasa kecemburuan dalam hatinya.
PLAKKK
Suara tamparan membahana di ruangan itu. Mendengar kata-kata murahan yang ditujukan padanya, sungguh membuat Soully sangat tersinggung. Kata-kata itu menguatkan kepalan tangannya yang mungil lalu menampar Yafizan dengan segenap kekuatannya.
Yafizan menatap Soully tajam. Manik mata Soully sudah berkaca-kaca, lalu tanpa bisa kompromi lagi buliran bening di pelupuk matanya mengalir dengan deras.
Lagi, hati Yafizan mulai terenyuh kembali saat melihat Soully menangis.
"Maaf..." kata-kata itu terus Soully ucapkan karena setelahnya ia merasa tak enak karena menampar Yafizan. Ada rasa panas campur gemetar pada tangannya. Setidaknya ucapan suaminya ada benarnya, seharusnya ia tak boleh memeluk pria yang bukan suaminya.
"Hei, apa-apaan kau ini?" Tamara menghampiri lalu membalas dengan menampar Soully. Soully terhuyung lalu Erick menahannya. Soully masih menangis sambil memegang pipinya yang panas akibat tamparan Tamara.
"Kau tak apa-apa?" panik Erick.
Diperhatikannya dengan seksama luka-luka memar yang kini baru terlihat jelas oleh kedua matanya sendiri.
"Apa ini? Kenapa kau memar-memar seperti ini?" tanya Erick sambil memegang dagu Soully lalu mendongakkan wajahnya kearahnya.
Ia juga memeriksa noda-noda di leher Soully yang memang tanda bekas kepemilikkan yang Yafizan lakukan dengan kasar. Dilihatnya lagi kedua pergelangan tangan Soully yang terlihat jelas berwarna biru keunguan yang kini hampir menguning dan memerah mencetak bentuk jari-jari yang melingkar itu.
"Siapa yang melakukan ini padamu?" tanya Erick sambil menahan emosinya. "Aku tanya sekali lagi, SIAPA YANG MELAKUKAN INI?!" teriak Erick membuat Soully kaget. Dikepalnya tangan Erick saat Soully masih diam tak menjawab, seolah Erick tahu siapa pelakunya.
"Hei, apa hakmu membentak istri orang lain seperti itu?" ujar Yafizan tersinggung saat melihat Erick bertanya pada Soully dengan berteriak. Ia menghampiri Soully lalu menariknya.
"Oh, kau penasaran rupanya," cibir Yafizan. "Perhatikan baik-baik!" serunya.
"Luka ini? (Yafizan mengangkat lengan Soully) Ya, ini aku yang lakukan! Lalu ini? (Ia mendongakkan dagu Soully) ini juga aku yang lakukan! Lalu, kau mau apa? Apa hakmu berbicara keras pada istriku? Aku yang lebih berhak atas istriku. Ini hukuman kecil karena ia tak patuh padaku. Lain kali kami akan melakukannya dengan lembut dan penuh kasih, iya kan, Sayang?" tutur Yafizan sambil sengaja memprovokasi Erick dengan kata-kata sensualnya.
Soully hanya tertunduk diam.
"Baby, apa maksudmu?" tanya Tamara.
"Tammy, maaf semalam aku kehilangan kendaliku dan aku..." ucap Yafizan yang dapat dimengerti Tamara. Erick yang mendengar pun merasa terpukul.
Tamara sangat kesal lalu ia menghampiri Soully lagi dan hampir menyiksanya terlebih Yafizan dengan jelas membela Soully dengan sungguh-sungguh.
"Pasti perempuan ini yang menggodamu, kan?" ucap Tamara sambil menjambak rambut Soully. Soully mengaduh kesakitan.
"Tammy, apa yang kau lakukan? Lepas!" teriak Yafizan menyingkirkan tangan Tamara.
"Baby, kenapa kau membelanya?" Tamara tak percaya dan tidak terima. Apalagi tepat sekarang, Yafizan malah menghambur memperhatikan Solly.
"Sayang, kau tak kenapa-napa?" tanya Yafizan cemas. Tanpa sadar ia memanggil 'Sayang' terhadap Soully.
Erick yang masih menyaksikan kejadian itu makin terlihat kesal karena ia merasa orang-orang di mansion itu memperlakukan Soully dengan kasar. Tanpa berkompromi lagi, ia segera menarik lengan Soully untuk ikut bersamanya.
"Ayo, kita tinggalkan tempat ini, Soully. Ikut bersamaku dan aku akan membantumu membuatkan dokumen perceraianmu bersama laki-laki yang tak berperasaan dan tak tahu diri ini," ucap Erick sambil menarik dan membawa Soully untuk pergi.
Yafizan menarik Soully kembali. Dengan penuh emosi ia hampir memukul Erick. Rona berusaha melerai mereka menengahi mereka, namun mereka berdua seperti anak kecil yang dengan emosi tetap berkelahi dan ingin menghajar satu sama lain. Rona merasa kewalahan.
Soully memeluk Yafizan dari belakang berniat menarik dan melerai pertempuran mereka. Yafizan yang masih tersulut emosi tak menyadari jika Soully memeluk dan menarik badannya lalu ia pun menghempaskan tubuh Soully hingga jatuh dan kepalanya terbentur ke lantai.
"Soully!" teriak Rona dan Erick panik. Yafizan yang baru tersadar membalikkan tubuhnya dan melihat Soully sudah di bawah lantai terjatuh olehnya. Ia pun segera menghampiri Soully dan menolongnya.
"Sayang, kau baik-baik saja? Maafkan aku...aku tak bermaksud..." panik Yafizan. Dan lagi, entah tanpa sadar ataukah sengaja, ia memanggil Soully dengan panggilan 'Sayang'.
"Sudah...berhenti..." ucap Soully pelan lalu lagi-lagi darah segar keluar dari hidungnya. Soully memegang hidungnya lalu menunduk dan dilihatnya darah dari hidungnya menetes ke lantai.
Erick dengan sigap mengahampiri Soully lalu mendongakkan sedikit wajahnya dan menutup hidung Soully dengan tangannya bermaksud agar pendarahan dari hidung Soully tidak berlanjut.
"Rona tolong ambilkan tissue itu!" teriak Erick cemas.
Yafizan gemetar ketakutan. Ia teringat ucapan Erick jangan sampai kepala Soully tersakiti. Ia masih bisa lega ketika Tamara menjambak rambutnya tadi dan Soully tidak apa-apa. Tapi dengan perbuatannya sendiri lah yang malah membuat Soully terluka. Ia menyadari ucapan Erick memang benar adanya.
Erick menutup hidung Soully, menyumpalnya dengan tissue agar pendarahan dari hidungnya tidak berlanjut. Kini Soully ada dalam dekapan Erick, membuat Yafizan teriris hatinya. Dia marah namun tak berani menghampiri.
"Aku tak apa...tak apa-ap..." ucap Soully lemah, pandangannya kabur lalu menggelap.
"Soully. Hei, kau kenapa? Bangunlah!" panik Erick ketika tiba-tiba Soully terkulai lemah dipangkuannya dan tak sadarkan diri.
Yafizan berlari menghampiri. Namun dengan segenap kekuatannya Erick membuat dinding pembatas dari kekuatan airnya agar seseorang tak mendekati dirinya dan Soully yang pingsan.
Yafizan, Rona dan Tamara membulatkan mata-mata mereka, tak percaya apa yang dilakukan Erick.
"Erick apa yang kau lakukan?!" teriak Yafizan kesal.
"Maafkan aku, tapi aku harus segera membawa Soully dari sini, tak peduli apapun itu Soully tidak boleh menderita dan tersakiti lagi," ujar Erick.
"Tuan Erick, tapi tindakanmu menentang hukum alam kita," sahut Rona.
"Aku tahu, Ron. Tapi aku sudah tak tahan lagi. Soully yang aku jaga dan aku rawat semenjak bertemu dengannya selama tiga tahun ini, kalian malah menyakitinya berkali-kali," ucap Erick parau. "Kau tahu, selama tiga tahun aku berusaha untuk keselamatannya, dia yang berbaring tak berdaya membuat hatiku benar-benar tak bisa berpaling darinya," imbuhnya sedih.
"Tapi dia istriku, Erick!" bentak Yafizan.
"Tapi kau bukan suami yang baik untuknya. Dan lagi, Soully bukan Mayra!" teriak Erick kesal.
"Mayra? Siapa Mayra?" tanya Yafizan.
"Sudah kuduga, kau pasti memang melupakannya," ujar Erick lalu menghilang di balik dinding air yang menutupinya.
***
Yafizan panik luar biasa. Dia berteriak sejadinya. Lalu ia mengingat nama Mayra yang disebutkan Erick.
Mayra.Mayra.Mayra...
Kepalanya seketika merasa sakit saat ia berusaha mengingat. Yafizan jatuh terkulai, merintih kesakitan yang luar biasa pada kepalanya. Rona dan Tamara berlari menghampirinya. Bayangan demi bayangan kilas balik masa lalu terlihat samar dalam ingatannya.
Tubuhnya jatuh ke lantai, memegang kepalanya. Dengan wajah pucat Yafizan terus berusaha mengingat masa lalunya. Namun semua hanya bayangan semu. Bayangan jelas yang ada di kepalanya hanyalah seorang gadis kecil yang bisa mengembalikan kekuatannya kembali perlahan tapi pasti.
***
Bersambung...