Miller, pria misterius itu menahan langkahnya saat ia hendak menghampiri Soully. Pria itu hanya bisa menatap Soully yang ditarik keluar dari aula oleh Yafizan. Ada raut kekesalan melingkupi wajahnya.
"Lepaskan aku," ucap Soully melepaskan tangannya saat sudah di luar gedung kantor yang megah itu. "Apa kau tidak takut orang-orang atau para reporter itu melihat tindakanmu seperti ini? Mana ada majikan yang terlalu protect terhadap asistennya."
"Kau, seharusnya tidak usah datang ke sini. Dan kenapa kau terus saja menempel dengan dokter sialan itu?" debat Yafizan mengeluarkan kekesalannya.
"Lantas, siapa yang seharusnya aku mintai bantuan saat ini? Dan kau fikir aku akan berdiam saja duduk manis melihat acara live konferensi pers yang seharusnya tak usah dilakukan," bantah Soully berdebat, mendongakkan wajahnya seakan tak takut untuk menantang ucapan kejam Yafizan.
Yafizan hendak berucap melawan kata-kata Soully. Namun seseorang tiba-tiba hendak melemparkan telur dan air kearah Yafizan. Soully yang melihat langsung menggerakan tubuhnya membalikkan tubuh Yafizan, seketika telur dan air itu mengenai tubuh mungilnya, membasahi dan mengotori rambut dan bagian punggungnya.
Mata Yafizan segera menggelap, menelisik siapa pelaku penyerangan itu. Di luar gedung ternyata sudah ada banyak kaum hawa yang merupakan fans Yafizan, beberapa di antaranya juga merupakan anti fans yang dibayar dengan sengaja hanya untuk menjatuhkan martabat seorang Yafizan Aldric. Segera para staf keamanan berlarian berburu pelaku penyerangan.
"Kau tak apa-apa?" ucap Soully khawatir, menelisik ke setiap anggota tubuh Yafizan, dilihatnya dengan takut jika penyerangan itu mengenai tubuh Yafizan.
Yafizan menatap Soully tajam. Diperhatikannya ekspresi Soully yang cemas akan dirinya tanpa mempedulikan keadaannya yang berantakan saat ini.
"Kenapa kau tidak memperhatikan dirimu saja? Lihat dirimu sekarang!" bentaknya mengejutkan Soully. Segera ia menarik lengan Soully untuk pergi. Yafizan merasa dirinya terintimidasi karena seharusnya ia yang lebih memperhatikan dan menanyakan apakah Soully baik-baik saja. Beruntung tidak ada reporter atau wartawan saat itu.
Miller masih memperhatikan Soully dari kejauhan. Ekspresinya menggelap ketika anti fans yang dibayarnya salah sasaran.
"Kenapa kau malah memperhatikan Yafizan sialan itu?" gumamnya menahan diri.
***
Soully segera berlari masuk ke dalam kamarnya tanpa mempedulikan Yafizan yang mengikutinya dari belakang. Sepanjang perjalanan mereka tak bicara. Rona yang melihat aksi mereka hanya bergeleng-geleng kepala tanda tak mengerti akan situasi yang mereka hadapi.
Soully masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan dirinya dari serangan air dan telur tadi. Beruntung telur yang dilempar bukan telur busuk yang bisa membuatnya semakin tak nyaman karena akan mengeluarkan bau tak sedap dan mencemari udara dalam mobil Yafizan yang mewah. Hanya saja menyisakan bau amis dari telur tersebut.
"Untung ini bukan telur busuk, kalau tidak, Tuan Mesum itu pasti akan mengomeliku sepanjang perjalanan atau bahkan mengusirku keluar dari mobilnya," ucap Soully dalam hati saat di dalam kamar mandi sambil berkaca merapikan rambutnya yang basah setelah membersihkan dirinya.
"Emmh...tapi...apa Tuan Mesum itu marah? Dia tak mengomeliku lagi sepanjang perjalanan pulang. Memangnya aku salah apa padanya?" ucap Soully lagi penasaran. "Tapi aku lapar sekali...bagaimana bilang padanya..." Soully menekuk wajahnya lalu keluar dari kamar mandi.
Tanpa Soully sadari, ucapan dalam hatinya terdengar jelas oleh Yafizan yang tadinya hendak keluar kamar. Yafizan menghentikan langkahnya lalu tersenyum tipis.
Soully terperanjat kaget saat ia membalikan badan dan melihat Yafizan sudah duduk dengan menyilangkan kedua kakinya, melipatkan kedua tangan di dadanya, menatap tajam diri Soully yang masih lembab dengan rambut basah terurai dan berantakan.
"Sejak kapan kau duduk di situ? Dan apa yang kau lakukan di sini?" tanya Soully salah tingkah.
"Ini kamarku. Kenapa kau bertanya seperti itu?" jawab Yafizan datar.
Soully semakin salah tingkah, dilihatnya menyeluruh bahwa ini memang bukan kamarnya. Tepatnya kamar mereka berdua sekarang. Soully melangkah mengabaikan Yafizan yang sedang duduk santai. Dia hendak berpakaian namun merasa tak nyaman karena Yafizan terus memperhatikannya.
"Apa kau akan terus di situ, Tuan Mesum?" tanya Soully.
"Kenapa? Kau bisa memakai baju di depanku," jawab Yafizan.
"Bisakah kau keluar saja? Kau di sini hanya terus mengintimidasiku."
"Kenapa kau mengusirku yang jelas-jelas aku ini halal bagimu? Oh...apa kau berharap orang yang terus ada di sini adalah dokter possesif itu?" nada bicara Yafizan semakin tak enak dan menyinggung perasaaan Soully.
"Ya, Kak Erick setidaknya lebih baik darimu. Dia selalu ada di saat aku sedang atau tidak membutuhkan sesuatu. Dia lembut dan tak bermulut tajam sepertimu," ucap Soully kesal.
Ditinggalkannya Yafizan yang langsung memasang ekspresi marah kepadanya, ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk memakai bajunya. Namun segera Yafizan menarik tangannya, tubuh Soully tersentak, menabrak dada Yafizan.
"Kau bilang dia lembut dan maksudmu aku kasar? Kau lebih leluasa memanggilnya Kakak dan aku Tuan Mesum bagimu? Oke, kalau begitu aku akan melakukan apa yang kau ucapkan," ucap Yafizan dengan nada menekan.
Tanpa fikir panjang Yafizan langsung mencium bibir Soully dengan kasar. Soully meronta namun tubuhnya yang mungil dan masih lemah tidak bisa menghindari serangan mendadak baginya itu, bahkan ia tidak bisa menjauhkan segera tubuh Yafizan yang kekar.
Soully hampir kehabisan nafasnya, Yafizan masih dengan bernafsu melumat bibir Soully lalu menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tangannya mulai menjamah, bergerilya ke area sensitivnya. Soully mengerang dan masih berusaha menghindarkan tubuh kekar yang kini sudah mengunci tubuhnya.
"Kau...apa-apaan...lepaskan aku..." Soully masih berusaha menghindar. Tangan Yafizan masih dengan gigih menahan tangan Soully, mencengkramnya erat.
Sekelebat ingatan tentang ucapan Erick kepada Yafizan tentang ia sudah melihat semua yang ada di tubuh Soully, membuat Yafizan semakin bernafsu dan menggebu-gebu. Dengan emosi yang tak terbendung ia terus mencium bibir Soully tanpa ampun, menjalar ke area leher dan dadanya, memaksakan semua kehendaknya.
Ia melepas handuk yang masih menempel pada tubuh Soully dengan paksa, lalu menekan tubuh Soully dengan kasar.
Tangisan dan jeritan Soully tak dihiraukannya. Yafizan masih dengan nafsu menggebunya melancarkan serangan terakhirnya. Ia memasukkan 'miliknya' dengan paksa, Soully menangis dalam jeritan pelannya. Seketika seperti aliran listrik menjalar di sekujur tubuh Yafizan saat ia mencapai klimaksnya. Tak lama ia menabur benih dalam rahim Soully. Ia merasakan sensasi luar biasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan, ini yang pertama juga untuknya, meskipun tak yakin. Karena kejadian kemarin dengan Tamara di luar kota, membuatnya merasa semakin bersalah.
Ditatapnya wajah Soully yang terus menangis, dirinya merasa iba, ada perasaan kalut serta penyesalan mendera dalam dirinya. Lalu dengan lembut ia memeluk tubuh Soully penuh kasih sayang.
"Maaf..." ucapnya pelan pada telinga Soully.
Yafizan semakin mendekap tubuh Soully dengan erat. Segera ia melancarkan aksinya kembali dengan lembut, hasratnya masih bergejolak, ia bergerak dengan perlahan. Ada rasa kenikmatan yang tak akan ada habisnya. Entah sudah berapa kali ia melakukan pelepasan. Setelah ia mengeluarkan lagi benih-benih kasih sayang di dalam rahim istrinya yang tak bisa diungkapkannya hanya sekedar kata-kata, ia memeluk Soully erat. Nafasnya masih terengah-engah, ia menyandarkan kepalanya yang terasa hangat di bahu Soully. Ada rasa candu yang terus mendera dirinya, menikmati setiap rasa dan aroma yang ada pada tubuh Soully.
Sungguh, prasangkanya salah besar. Perempuan yang baru ia perlakukan dengan kasar adalah seorang gadis polos dan masih murni. Ucapan Erick memprovokasinya sehingga mengira bahwa istrinya itu sudah tak suci lagi.
***
Langit malam itu sungguh bersinar terang, penuh bintang-bintang yang berpencar. Yafizan melihat dan menyadari kalau langit memang berpihak padanya, karena ia melakukan hal yang benar terhadap seseorang yang memang halal baginya.
Yafizan menatap Soully yang masih menangis dalam balutan selimutnya. Seolah takut, tubuh Soully bergerak ke ujung tempat tidurnya, menghindari tangan Yafizan yang hendak menyentuh dirinya. Soully bergerak pelan turun dari tempat tidurnya, menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia berjalan sempoyongan dan hampir terjatuh, dengan segera Yafizan menahan tubuhnya namun raut wajah Soully menunjukkan ketakutan. Yafizan melepaskan tangannya pada tubuh Soully.
Soully segera beranjak lalu masuk ke kamar mandi. Dirasakan perih pada pangkal kakinya serta linu di sekujur tubuhnya.
Soully menangis kencang di dalam kamar mandi. Isak tangisnya tersedu-sedu seolah kesakitan luar biasa menyayat hatinya, tangisannya terdengar di balik pintu kamar mandi, Yafizan hanya bisa merapatkan dahinya erat pada pintu kamar mandi. Lalu ia menghela nafas dalam, pandangannya teralihkan sesaat ketika ia melihat di tempat tidurnya ada bercak noda merah yang tersebar.
Lama Soully belum keluar dari kamar mandi. Perasaan cemas dalam diri Yafizan mendera kalbunya. Rona mengetuk pintu lalu ia masuk sebelum Yafizan mempersilahkannya. Segera ia menghampiri Yafizan yang sedang duduk di tempat tidurnya.
"Bos, makan malam sudah siap. Soully baru bangun dari pingsannya dan ia belum makan dari kemarin. Dan..." ucapan Rona terhenti karena melihat ekspresi Yafizan yang frustasi dan tak mendengarkan ucapan Rona. Lalu ia terfokus pada noda merah yang ada di tempat tidur yang sudah tak berbentuk lagi, matanya berbinar senang.
"Bos...kalian..." ucap Rona senang "Tapi kenapa wajahmu seperti itu? Seharusnya kau senang, bukan? Lihat langit malam ini, pantas saja bintang-bintang berhamburan dengan indah. Kau telah berhasil..." ujar Rona seketika menghentikan ucapan bahagianya saat Soully keluar dari kamar mandi dengan dengan mata sembab dan rambut basah acak-acakan seolah ia sengaja membiarkan air mengalir deras dari rambutnya tanpa mengeringkannya.
Perasaan Rona jadi tak karuan, ada sesuatu yang terjadi di luar dugaannya. Soully yang tak menatap dirinya dan Yafizan yang tak bersuara lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
"Aku...aku akan keluar, segera turunlah ke bawah. Makan malam sudah siap, kau makanlah," ujar Rona pamit mengajak makan malam, lalu hanya dibalas Soully dengan anggukan kepala yang membelakanginya.
***
Soully sudah duduk di meja makan saat Yafizan turun. Lalu ia duduk dan mengambil makan malamnya. Ditatapnya wajah Soully dengan perasaan bersalah.
Rona mengawasi tingkah mereka berdua. Lalu dengan mata membulat ia melihat ada memar dan bekas gigitan pada bibir Soully. Kemudian pandangannya terfokus ketika Rona melihat sekitar leher Soully banyak dengan bekas tanda kepemilikan yang tadi secara kasar mengoyak kulit sensitive-nya menjadi lebam. Pergelangan tangannya pun terdapat lebam yang mulai memerah kecoklatan, Rona menatap Soully dengan lekat lalu diliriknya bergiliran kearah Yafizan. Mereka makan dengan suasana canggung. Soully yang biasanya bersemangat jika mengenai makanan, kali ini seperti orang yang tak berselera makan. Soully menghentikan makannya lalu pergi meninggalkan ruang makan.
Rona memandang Yafizan dengan dalam, seolah ia ingin melahapnya saat itu juga. Kini ia tak bisa membendung pertanyaan yang sedaritadi ditahannya.
"Apa yang kau lakukan pada istrimu, Bos?" tanya Rona. "Apa kau...memaksakan kehendakmu secara kasar terhadap istrimu?" tanyanya lagi.
Yafizan menghentikan aktivitas makan malamnya. Ditaruhnya segera sendok dan garpu yang ada di tangannya. Ia mengusap wajahnya frustasi.
"Aku...aku salah paham padanya, Ron. Aku..." ucap Yafizan parau.
"Kau..." ujar Rona kesal. "Ya tuhan...apa yang harus aku lakukan? Bos, apa kau tahu yang kau lakukan itu? Dia baru bangun dari pingsannya, setelah semua kejadian berat hari ini yang dilaluinya, kau bahkan memaksakan kehendakmu padanya? Kau sungguh memperkosanya?" Rona meremas rambut kepalanya tak habis fikir apa yang dilakukan Yafizan.
"Ucapan Erick membuatku terprovokasi, dan dia dengan mudah mengucapkan kata-kata yang membuatku emosi. Dan wanita itu, istriku, membandingkan aku, suaminya sendiri dengan dokter sialan itu," terang Yafizan kesal.
"Oh...kau benar-benar di luar nalar. Kau kekanak-kanakan, rasa cemburu membutakanmu. Tapi kau, kenapa harus memperlakukannya dengan kasar? Tidakkah kau lihat apa yang kau lakukan padanya? Tubuhnya...entah berapa banyak luka memar yang kau jejakkan padanya..." kesal Rona.
"Dia terluka...dan ia menangis..."
"Tentu saja!" bentak Rona. "Sudahlah itu urusanmu, kau selesaikan masalahmu sendiri," ucap Rona pergi meninggalkan Yafizan yang masih duduk di meja makan.
Setelah terduduk sekian lama di meja makan, Yafizan masuk ke dalam kamarnya. Dilihatnya Soully yang sudah tertidur lelap. Ia mendekati Soully lalu ditatapnya dengan penuh penyesalan. Dilihatnya wajah Soully yang terdapat luka memar dan gigitan dekat bibirnya akibat ciumannya yang kasar tadi, serta lebam-lebam yang terdapat di sisi lengannya dan pergelangan tangannya. Yafizan menyelimuti tubuh Soully, dicium keningnya perlahan dan kata 'Maaf' terus terucap olehnya.
***
Bersambung...