Andreas berlari dengan sekuat tenaga, ia tak peduli makian orang lain yang mengumpati dirinya karena menubruk mereka yang ada dipikiran Andreas kini hanya Thia, pikirannya kini hanya dipenuhi oleh kata-kata Lucito. Ia Tak peduli dengan Chintia Dan Karina yang ia harus buktikan perkataan Lucito itu benar.
Thia Sudah meninggal.
Kata-kata itu terus terngiang di Kepalanya, itu tidak mungkin terjadi. Andreas menggelengkan kepalanya merasa itu hanya mimpi semata.
Memasuki kawasan pemakaman, Andreas menemukan sosok yang dikenalnya. Lucito Menghampiri Lucito, Andreas terpaku saat melihat gundukan di depan nya bertuliskan nama " Austhia".
"Tidak itu tidak mungkin.." Elak Andreas menggelengkan kepalanya, seolah tak percaya yang ia lihat saat ini.
"Tabah kan dirimu Andreas.." Ucap Lucito saat melihat kedatangan Andreas.
"Tidak, katakan Lucito! Ini mimpikan?..katakan.." Teriak Andreas mencengkram kerah baju Lucito.
Lucito menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak berbohong. Melihat Lucito yang menggelengkan kepalanya, membuat Andreas melepaskan cengkraman tangannya dari kerah baju Lucito.
Tubuh Andreas merosot ke bawah, menatap gundukan tanah di depannya. Ia masih tak percaya bahwa kini Thia telah meninggalkan dirinya sendiri untuk selamanya. Ia menyesal sungguh, tapi ia terlalu pengecut untuk menyatakan kebenaran bahwa dirinya sangat mencintai Thia. Karena ancaman ibunya lah ia rela melakukan hal gila ini, hanya untuk menyelamatkan Thia dari rencana Karina yang mengancam nyawa Thia.
"Thia.." Panggil lirih Andreas. Memegang batu nisan yang bertulisan nama kekasihnya, mengusap pelan nama orang yang sangat ia cintai dan sayangi. Ia terlambat mengatakan semuanya, andai saja ia tidak menerima perjodohan dari Karina. Dan lebih memilih Thia mungkin tidak akan seperti ini jadinya.
Ia akan melindungi Thia dari Karina, tapi nyatanya ia adalah seorang pengecut, ia takut mendengar ancaman Karina dan membuat dirinya memutuskan kekasihnya.
Mungkin jika ia memperjuangan cinta mereka tak akan begini akhirnya, mungkin ia akan bahagia bersama Thia berbagi Cerita hingga tua nanti. Tapi sayangnya itu hanya mungkin Dan tidak akan pernah terjadi.
"Apa yang terjadi.." ujar Andreas menatap datar Lucito.
Lucito menghela nafas dan juga emosinya,Mungkin inilah saat yang tepat untuk Andreas mengetahui semuanya. "Saat aku ke rumah Thia, aku menemukan Thia yang sudah tergeletak di kamarnya, aku panik, membawa Thia ke rumah sakit. Berjam-jam aku menunggu, akhirnya dokter pun datang, dokter bilang Thia mengalami kerusakan pada ginjal dirinya dan juga jantung yang bocor.." Lucito menghela nafas berat lalu melanjutkan ceritanya.
"Aku shock, dokter berkata bahwa hanya donor ginjal dan jantung yang bisa membuat dirinya bisa bertahan, aku mencoba mencari pendonor yang cocok untuk Thia, tapi nyatanya tuhan berkata lain, setelah seminggu pertunanganmu dengan Chintia, Thia menghembuskan nafas terakhinya." Jelas Lucito panjang lebar, meneteskan air mata mengingat begitu sakit nya yang dirasakan Thia.
Andreas menggelengkan kepalanya tidak percaya, ia masih belum bisa mempercayai apa yang dikatakan Lucito. Ia menyesal telah meninggalkan Thia hanya karena ancaman bodoh itu. "Dan Kau tahu Andreas?.." Ucap Lucito menjeda pembicaraan mengatur nafas sebentar lalu, melanjutkan ceritanya. "Dia mengatakan namamu Andreas..." Melirik Andreas yang masih terpaku menatap gundukan di depannya.
"Ini.." Lucito menyodorkan buku kecil berwarna merah warna kesukaan Thia, Andreas menerima pemberian dari Lucito menatap buku yang bertulisakan "Austhia".
"Aku pergi dulu bro.." Pamit Lucito meninggalkan Andreas yang masih terpaku dengan buku yang ada di tangannya.
"Thia maafkan aku, mengapa kau pergi. Secepat ini, tanpa mendengar penjelasanku.." lirih Andreas memegang dadanya yang terasa sesak.
"Kau tahu, sulit bagiku untuk memutuskanmu..tapi pada akhirnya aku memutuskanmu hanya karena ancaman sialan itu...Dan kau tahu mereka telah mendapatkan karma yang setimpal"
"Aku gak peduli walau mereka mati sekalipun, apakah Kau tega meninggalkan, kini aku hanya sendiri ayah yang aku percaya juga membohongiku, ternyata aku bukan anak kandungnya.." menarik nafasnya berat andreas kembali melanjutkan. "Ayahku juga meninggalkan ku setelah memberi jawaban yang membuat hatiku hancur, semua telah meninggalkan ku termasuk kau, aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk hidup..."
"Tapi bagaimana pun aku tetap harus mengikhlaskan mu pergi, aku ingin kau tenang tanpa ada beban sama sekali.."
"Ich liebe dich Thia.." mencium nisan bertuliskan "Austhia" menatapnya sebentar lalu pergi meninggalkan pemakaman. Keluar dari pemakaman, ponsel Andreas berbunyi membuat ia langsung merongoh ponsel di sakunya.
"Halo.."
"..."
"Iya dengan saya sendiri..."
"...."
"Baik saya akan ke sana..." Mematikan ponselnya Andreas lalu pergi meninggalkan pemakaman umum Ada sesuatu yang membuat dirinya harus pergi ke rumah sakit tempat Chintia Dan juga Karina dirawat.
"Bagaimana dok keadaan mereka,?" Tanya Andreas sesampainya ia di sana ,menanyakan keadaan Karina dan Chinthia walau mereka jahat pada dirinya tapi ia memafkan mereka berdua, bagaimana pun Thia takkan ke kehidupan dirinya.
"Maaf kami tidak bisa menyelamatkan mereka berdua, mereka dinyatakan meninggal walaupun pasien sempat siuman sebentar." Ucapan dokter membuat Andreas semakin tak percaya, kini semua meninggalkan dirinya hanya ada dirinya seorang.
Andreas mematung semua begitu sulit ia cerna, semua yang Ada di dekatnya kini telah meninggalkan dirinya untuk selamanya. Begitu tuhan tidak Adil pada dirinya.
"Mengapa semua ini terjadi padaku ya tuhan.." Teriak Andreas, tubuhnya merosot ke lantai. "Sabarkan dirimu nak, mungkin ini jalan yang terbaik.." menepuk bahu Andreas singkat. "Saya permisi dulu.." Pamit dokter undur diri, meninggalkan Andreas yang terduduk lesu di lantai.
Andreas melangkahkan kakinya menunju ruangan jenazah, hanya ada dua jasad yang Tak lain adalah Karina Dan Chintia. Ingin ia marah pada mereka berdua, karena merekalah ia kehilangan perempuan yang dicintainya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, kini Andreas hanya bisa mengikhlaskan kepergian Thia.
Tanah demi tanah telah mengubur jasad kedua wanita itu, mungkin inilah karma bagi mereka di masa hidupnya tapi bagaimana pun juga Andreas memafkan mereka walaupun itu sangat sulit.
Berdiri memandang ketiga gundukan di depannya, hingga matanya beralih menatap kuburan perempuan yang dicintainya, tatapan nya kini berubah sendu mungkin inilah akhir kisah Andreas Dan Thia berakhir dengan kematian tidak Ada kebahagian sama sekali.
"Selamat tinggal Thia namamu Akan terus dikenang dalam hati dan tak Akan pernah tergantikan." lirih Andreas menatap langit yang sama saat dirinya bertemu dengan Thia hingga merasakan cinta yang tidak disangka.
"Aku turut berduka atas kematian ibumu dan juga Chintia Andreas,.." Ucap Lucito memandang gundukan perempuan yang menjadi cinta pertamanya. Andreas menganggukan kepalanya,
" kau tak sedih Lucito..." Tanya Andreas yang dibalas gelengan kepala oleh Lucito. "Mengapa harus bersedih, tidak ada gunanya jika pada akhirnya ia telah meninggalkan Kita untuk selamanya."
"Bagaimana hubungan mu dengan Dinda?" Tanya Andreas yang dibalas kernyitan dahi oleh Lucito.
"Apa maksudmu?" "Aku tahu Angel mencintai mu, jangan kau sia-sia kan orang yang mencintaimu tulus Lucito.." menepuk bahu Lucito pelan.
Lucito mengaggukan kepalanya lalu Pamit undur diri meninggalkan Andreas yang tersenyum tipis melihat Lucito yang tampak semangat menjalin hubungan dengan Dinda. Duduk di bangku taman Andreas menuliskan sebuah note yang bertuliskan' bersamamu, kini aku mengerti arti cinta yang sebenarnya' menutup buku tersebut meninggalkan semua kenangan tentang Thia.