Pagi mulai datang, membangunkan orang yang sedang meringkuk di kasurnya. Perlahan-lahan Andreas membuka matanya menyesuaikan dengan sinar mentari.
Bangun dari tidurnya, merasakan kepalanya yang pening membuat Andreas mengurungkan niatnya untuk bangun.
Merebahkan dirinya di kasur lagi, memejamkan matanya untuk menghilangkan pusing yang menjalar di kepalanya.
Hingga...
Huek huek..
Andreas berlari ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya. Memegang erat wastafel di hadapannya, melihat dirinya di cermin muka pucat pasi, bibir yang awalnya merah muda kini menjadi putih seketika.
Membasuh mukanya, mengelap wajahnya. Melangkahkan kakinya ke kasurnya lagi.
Drttt..drttt..
Suara dering telpon membuat Andreas menggeram kesal, siapa pagi-pagi sudah menggangu dirinya. Mengambil handphone nya yang ada di nakas. Menempelkannya di telinganya.
"Ha___
"Loe di mana Andreas..." Teriak seseorang di sebrang telepon. Membuat Andreas meringis menjauhkan handphone nya dari telinganya.
"Sakit.." Ucap singkat Andreas.
"A___
Ucapan Lucito terpotong saat Andreas mematikan telepon nya secara sepihak. Melemparkan handphone nya asal. Lalu tidur lagi.
"Shit!" Umpat Lucito kesal, kalau saja Andreas bukan temannya mungkin ia akan menendang Andreas ke Paris sampai dirinya puas.
Bagaimana tidak ia capek-capek telpon Andreas yang dinginnya minta ampun
"Tahu gitu gw gak akan telpon dia deh, tuhkan pulsa nya abis padahal itu untuk merayu si Thia.." Gerutu Lucito karena pulsanya habis.
Well, walaupun dirinya kaya, tetap saja ia tidak mau menghambur-hamburkan uangnya, apalagi uang ayahnya.
"Tunggu dulu" Ucap Lucito saat dirinya mengingat sesuatu.
"Sakit.."
Kata itu masih terngiang-ngiang di kepala Lucito, memang Lucito terlalu lemot dalam berpikir.
Semenit kemudian Lucito memekik membuat orang-orang memandangi dirinya aneh. Lucito yang melihat tatapan dari orang-orang membuat dirinya meringis sekaligus malu.
Meninggalkan orang-orang yang masih menatapnya aneh.
Dalam pikiran Lucito, baru kali ini ia melihat seorang Andreas bisa sakit. Ia mulai mengira-ngira sakit apakah Andreas?.
"Ah..daripada mikirin Andreas mending mikirin cewe yang sexy and beautiful.." Gumam Lucito pelan lalu memasuki kelasnya.
Ayah Andreas yang mendengar suara anaknya yang sedang muntah-muntah, menghampiri anaknya semata wayang nya itu.
"Nak, kau tak apa?" Tanya Ayahnya Andreas menghampiri anaknya yang terbaring lemah. Menempelkan tangannya ke dahi Andreas, ia merasakan panas di dahinya membuat Ayah Andreas panik seketika.
Andreas membuka matanya perlahan saat mendengar suara ayahnya, ia melihat wajah ayahnya yang panik.
"Andreas ayok kita ke rumah sakit ya.." Pinta ayah nya yang disambut gelengan kepala oleh Andreas.
Ayah Andreas yang melihat Anaknya geleng-geleng kepala hanya menghela nafasnya kasar. Ia tahu Andreas sangat anti hal yang berbau rumah sakit.
**
Thia melangkahkan kakinya melewati gerbang, sambil membawa jaket Andreas di tangannya. Setelah kejadian kemarin Thia akan mengembalikan jaket milik Andreas dan berterima kasih padanya.
Memasuki kelasnya, mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang sedang duduk di bangku masing-masing. Mencari-cari seseorang untuk mengembalikan jaketnya.
Semenit kemudian, Thia tidak menemukan yang ia cari. Membuat Thia langsung menghela nafas. Berjalan menuju bangkunya.
"Jaket siapa tuh.." Tanya Dinda membuat Thia kaget.
Thia tidak memperdulikan pertanyaan yang dilayangkan oleh Dinda. Menaruh jaket itu di atas meja menyembunyikan kedua tangannya di sela-sela wajahnya.
"Gw merasa tidak asing deh dengan jaket ini.." Ucap Dinda meletakkan tangannya di dagu, berpose berfikir.
"Andreas.." Jawab Thia singkat dan membuat Dinda menggebrak meja.
"What!" Pekik Dinda dengan keras membuat semua orang menatap tajam dirinya. Dinda yang ditatap itu hanya cengengesan tidak jelas. Malu rasanya pikir Dinda.
"I don't believe it, seorang Andreas meminjamkan jaket kesayangannya.." Ucap Dinda membuat Thia menaikkan sebelah alisnya.
Jaket kesayangan.
Kata itu membuat Thia tersenyum tipis, senyum yang tidak pernah ia pamerkan sebelumnya. Senyuman itu terlihat oleh Dinda membuat Dinda memekik lagi.
"Apa yang gw lihat itu loe.."
"Thia tersenyum what..!" Teriak Dinda saat melihat momen langka di depannya.
Setelah beberapa tahun ia berteman dengan Thia. Tak pernah ia melihat Thia tersenyum, tapi sekarang akhirnya ia bisa tersenyum lagi.
Thia memasang wajah datar lagi, dalam hati ia mengutuk dirinya. Bisa-bisanya ia tersenyum karena Andreas.
"Apa jangan-jangan__
Guru datang membuat Thia bernapas lega, ia bersyukur guru biologi datang membuat ia selamat dari pertanyaan dari Dinda.
Dinda mendengus geli saat Thia memalingkan wajah dengan wajah merah padam. Apa dugaan nya benar kalau Thia menyukai Andeas.
"Dinda" Panggil Ibu Desi mengabsen murid-murid nya.
"Hadir" Ucap Dinda.
Nama-nama terus Ibu Absen hingga nama itu membuat Thia memasang telinganya dengan baik.
"Andreas" Absen Ibu Desi.
"Kemana Andreas.." Tanya Ibu Desi saat tidak melihat tanda-tanda Andreas.
"Dia sakit Bu.." Ucap seseorang membuat para cewe berbisik-bisik.
"Ah..kenapa Andreas ku bisa sakit sih.."
Iya padahal kemarin masih sehat kok
Kok aku baru tahu ya Andreas bisa sakit juga...
Entar pulang aku jenguk babang Andreas ah...
Lucito memutar bola matanya malas, kenapa Andreas selalu dibicarakan dan dipuja padahal Andreas saja tidak peduli. Lebih asik jika dirinya yang selalu dibincangkan, dipuja ah..Lucito yang malang.
Deg
Andreas sakit..
Kata-kata itu masih saja melayang di otaknya. Memutar kejadian yang telah berlalu. Ia ingin mungkin Andreas hujan-hujanan.
Thia merasakan hatinya yang terasa sakit karena mendengar bahwa Andreas sakit.
Ada rasa khawatir dalam diri Thia. Ia merasa sangat bersalah mungkin ia akan menjenguk Andreas untuk berterima kasih padanya.
*
Di kamar bernuansakan hitam, seorang pria tengah terbaring lemas.
"Andreas ayok makan nak.." Titah Ayah Andreas yang dibalas gelengan pelan oleh Andreas.
Ayah Andreas menghela nafasnya kasar, bagaimana lagi ia harus membujuk anaknya untuk makan.
*
Bel pulang berbunyi, Thia bergegas dengan cepat untuk menanyakan rumah Andreas pada temannya Lucito.
Ia akan menjenguk Andreas sekalian memberikan jaket kesayangan nya.
"Lucito.." Panggil Thia pelan.
Lucito yang merasa dirinya dipanggil langsung menoleh ke asal suara..
"Akhirnya kau kepincut sama pesona gw" Ucap Lucito dengan Percaya dirinya menyisir rambutnya dengan jarinya.
Thia menggerutu dalam hati, ia tidak punya pilihan selain menanyakan alamat Andreas pada Lucito.
"Di mana alamat rumahnya Andreas" Tanya Thia langsung to the point, membuat Lucito menganga tak percaya.
"Hentikan ekspresi bodoh mu itu.." Sindir Thia membuat Lucito langsung mengerjapkan matanya.
"Ouh..sekarang aku tahu loe menyukai Andreas ya.." Ucap Lucito menarik turunkan alisnya menggoda.
"Ck, cepetan.." Ucap Thia menutupi wajahnya yang memerah karena godaan Lucito.
"Ok..ini alamatnya.." Ucap Lucito memberikan alamat Andreas.
"Thanks..." Ucap Thia lalu meninggalkan Lucito yang menyeringai.
Akhirnya ia mempunyai rencana untuk mendekatkan Andreas dengan Austhia. Tinggal tunggu tanggal mainnya saja.