Chereads / The meaning Of Love / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

"dear, ahmad. Apakah waktu disana berjalan begitu cepat? Kuharap begitu agar liburan semester segera datang, aku ingin kita menghabiskan waktu dengan pergi berdua ke ketempat-tempat yang bisa membuat kita bahagia bersama, walau... waktu itu masih lama, namun aku berharap waktu itu akan datang pada kita."

Rindangnya pohon dengan angin yang menghembuskan daun-daun-nya, terduduk beralaskan rerumputan hijau, ahmad sandarkan tubuh di batang pohon. Memejamkan mata sejenak sembari menunggu lonceng bell berbunyi.

"ting ting ting" tiga ketukan sudah membuatnya terbangun dari tidur sesaat, 10 menit sudah cukup baginya untuk mengistirahatkan otak sebelum pelajaran matematika dimulai.

Jam sekolah usai, semua murid bergegas pulang kerumahnya masing-masing, begitu juga ia, "bisakah kita berbicara sebentar", kata hani yang sedari tadi menuggunya sembari bersender dipintu kelas.

"tentu".

Cukup lama mereka berbicara, "jadi bisakah kau maafkan aku" dengan kepala terbungkuk memohon maaf kepada ahmad.

"apakah kau punya salah kepada ku, tentu tidak bukan?" ia terhenti sejanak sebelum melanjutkan bicara.

"tak usah kau pusingkan tentang hal itu, lagian masih ada waktu buat mu menemukan yang kau cari" ahmad pun berlalu meninggal kan nya.

dua pekan sudah berlalu namun surat yang ahmad kirimkan dua pekan yang lalu belum mendapat balasan darinya.

Rasa khawatir dalam diri-nya begitu menyesakan dada, ingin rasa-nya ia pergi menanya kan kabar tentangnya secara langsung, namun ia tak tau dimana tepatnya alamat tempat tingalnya. hanya nama kota yang ia tau, tapi tak tau alamat lengkapnya.

"ah...! BODOH"

sembari memukuli kepalanya sendiri.

Rasa khawati menjadi-jadi akibat surat darinya tak kunjung ia terima dalam satu bulan ini, rasa putus asa mulai muncul, sembari dipenuhi pikiran yang tak menentu.

"apakah ia tak peduli lagi, dengan semua ini", kalimat keputus asaan ia ucapkan tak kala ia tak pernah mendapat kabar dari nya.

Jalan yang mula'nya ringan kita seakan berat dalam membawa beban.

Alam semesta seakan berhenti mengembang,

Malam itu ia termenung dalam keputus asaan menanti setiap detik kabar darinya lewat sepucuk surat dengan tulisan indah yang ia goreskan di selembar kertas putih.

Hari berlalu begitu saja, ceria yang biasanya menyertai setiap langkahnya, kini hilang bersama sepucuk balasan yang tak kunjung datang.

Menunggu terus menunggu kabar darinya, melewati hari tanpa sebuah kecerian, ia senderkan diri dibawah rindangnya pepohonan, ia dongakan kepala keatas, melihat daun-daun mulai berjatuhan dan jatuh dimukanya, lalu ia ambilkan daun itu yang berwarna kuning.

Dalam waktu yang begitu lama, tak ada lagi kabar darinya, walau pun ia tak memalingkan semua itu, sembari tetap menunggu kabar darinya.

"dear, ahmad. Maaf bila membuat kamu khawtir, karena baru menyempatkan diri membalas surat mu. Sebenarnya aku tak ingin membuat kamu khawatir akan semua ini, namun aku mau bilang pada mu, bahwa Aku akhir-akhir ini mengalami sakit yang berkepanjangan, mungkin karena aku sering tidur larut malam, mungkin saja itu sebabnya aku sakit-sakitan.

Sepucuk surat yang telah lama ia nantikan akhirnya ia gengam ditangan, hampir saja ia menyerah dengan keadaan.

Namun setia masih kuat dalam dirinya.

"aku harap selama ini aku tak terlalu membuat mu khawatir.

Owh... iya! waktu liburan semester segera datang ayah dan ibu juga ingin ikut, mereka ingin bertemu dengan mu, katanya sudah lama tak bertemu dengan mu semenjak kepindahan keluaga kami kekota lain".

Harapan muncul dalam setiap kalimat, yang tertulis dalam bentuk surat, rasa bahagia menyertai setiap langkah.

Dunia dan alam semesta kembali mengembang menjahui sesama. Walau jarak begitu jauh namun miliaran juta tahun cahaya masih bisa dilihat melalui mata.