Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 19 - Chapter 19: Separation Is an Easy Thing

Chapter 19 - Chapter 19: Separation Is an Easy Thing

Baik Claire maupun Arjoona masih terkejut hingga membuka mulutnya dengan perkataan Gerald. Gerald sendiri hanya bisa menahan senyum sambil sesekali menoleh pada Steven di belakangnya.

"Kita akan berangkat dalam beberapa hari," Gerald masih menambah keruwetan dalam hubungan Arjoona dan Claire dengan rencana bulan madu itu.

"Haruskah kita pulang kakek?" tanya Claire dengan raut masih terperangah. Gerald tersenyum dan mengangguk.

"Akan lebih baik jika kalian berakting seperti pasangan yang bahagia. Setelah seluruh tetua keluarga Winthrop merasa yakin, maka pembacaan warisan kamu akan dilakukan secepatnya," Claire memajukan bibirnya mulai merajuk. Arjoona mulai menuduk dan meraba tekuknya.

"Ada design yang harus aku selesaikan dalam minggu ini, aku tidak yakin bisa pergi," Gerald tertawa kecil menggeleng ketika mendengar alasan konyol Arjoona.

"Claire, apa kamu bisa memberi ijin tugas keluar negeri pada Arjoona untuk beberapa hari?" tanya Gerald mengalihkan pandangannya pada Claire. Claire yang kebingungan lalu menoleh pada Joona yang juga menoleh padanya.

"Maksud kakek, kami pergi dengan alasan tugas kantor?"

"Tepat sekali," jawab Gerald mantap.

"Tidak ada satupun pegawai disini yang akan mengetahui bulan madu palsu ini. Semuanya sudah disiapkan oleh Steven," Steven hanya tersenyum ketika Arjoona melihatnya.

"Jadi, kita akan berangkat dalam tiga hari. Aku harap kalian bersiap-siap, dan Arjoona, aku butuh passportmu," Arjoona tidak bisa lagi mengelak selain hanya tertegun dan sejenak dan mengangguk pada akhirnya. Sambil melirik sebentar pada Claire, Arjoona berdiri dan meminta ijin keluar untuk kembali ke pabrik.

Gerald baru keluar beberapa saat setelah Arjoona meninggalkan Claire yang kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan. Lamunan Claire langsung hilang berganti dengan pandangan marah sewaktu melihat seseorang yang masuk ke dalam ruangannya.

"Kamu masih berani kemari?" hardik Claire bahkan tidak berdiri dari kursi CEO nya. Louis menghela nafas dan berdiri di depan meja Claire. Ia berjalan mendekat dan menyodorkan sebuah amplop.

"Aku mengundurkan diri," Claire langsung membuang muka dan tidak ingin melihat Louis.

"Aku benar-benar minta maaf dan menyesal atas yang aku lakukan. Tapi kamu harus tau satu hal Claire, aku benar-benar mencintai kamu, dan aku baru sadari itu sekarang," Claire mendengus sinis. Matanya mulai berkaca-kaca lagi.

"Kamu masih berani bilang kalo kamu cinta sama aku? Kamu pasti udah gila," Louis mengangguk

"Iya, aku memang udah gila. Kenanga menjebak aku Claire, aku...aku gak berniat selingkuh dari kamu," Claire makin tidak percaya Louis malah menyalahkan orang lain atas tindakannya.

"Kamu malah menyalahkan orang lain?"

"Claire, aku benar-benar cinta sama kamu. tolong kasih aku kesempatan sekali lagi, tolong jangan putus dari aku," pinta Louis memohon bahkan hendak berlutut di depan kursi Claire.

"Jangan pernah bilang cinta lagi, aku benci sama kamu. Dan aku gak akan pernah maafin kamu sampai kapanpun. Keluar....aku bilang pergi dari sini!" teriak Claire menjauhkan dirinya dari Louis. Louis terlihat sangat putus asa dan sudah meneteskan airmata menghadapi kemarahan Claire.

"Please Claire..."

"Jangan panggil namaku lagi, pergi dari sini!" usir Claire sambil menekan tombol interkom.

"Anggi, panggil satpam sekarang!" perintah Claire dengan nada tinggi pada Anggi, sekretarisnya.

"Baik bu," jawab Anggi cepat. Wajah Claire sudah memerah karena rasa marah yang benar-benar memuncak. Louis tidak bisa berbuat apapun selain memundurkan tubuhnya dan menjauhi Claire.

"Sayang, maafin aku...tolong. Aku pasti berubah, aku mohon kasih aku kesempatan sekali lagi," pinta Louis sekali lagi sebelum dua orang satpam datang bersama Anggi masuk ke ruangan CEO.

"Bawa dia keluar dari sini!" teriak Claire tanpa ampun memberi perintah. Kedua satpam itu langsung memegang lengan Louis yang mencoba meronta membebaskan diri.

"Jangan biarkan dia masuk ke perusahaan ini lagi, mengerti!" tambah Claire seiring dengan kedua satpam yang menarik Louis pergi.

"Lepasin, Claire...tolong sayang. Claire maafin aku, ah hh lepasin," Louis terus diseret keluar dari ruangan Claire. Claire terlihat sedikit terengah dengan pipi mulai basah. Anggi pun mendekat dan mencoba menenangkan atasannya itu.

"Ibu Claire baik-baik aja?" tanya Anggi dengan cemas. Claire masih mengatur nafasnya sebelum menjawab.

"Iya mbak Anggi, makasih banyak. Aku gak papa kok," Claire sedikit tersenyum dan berjalan kembali ke mejanya. Ia mengambil surat pengunduran Louis dan memberikannya pada Anggi.

"Proses surat ini, lalu keluarkan surat pemecatan untuk Kenanga Rinjani," Anggi mengerutkan keningnya. Kenapa Claire malah memecat GM yang baru dua bulan bekerja?.

"Ah, kalo boleh saya tau. Apa alasan pemecatan ibu Kenanga?"Claire terdiam sejenak, ia tidak bisa membiarkan masalah pribadinya terdengar kemana-mana.

"Dia tidak disiplin, bilang pada HR itu adalah alasannya. Suruh mereka mencari orang baru," Anggi tidak mau terlalu banyak bertanya. Claire langsung kembali ke mejanya dan mencoba bekerja kembali. Namun begitu Anggi keluar, tangis Claire langsung pecah seketika.

Ia menangisi lagi hatinya yang terluka akibat pengkhianatan itu. Claire menghabiskan sebanyak mungkin waktu yang ia mau untuk menangis yang terakhir kalinya. Ia tidak ingin dunia tau dirinya terluka oleh kebodohannya sendiri.

Sedangkan Arjoona yang sudah kembali ke ruangannya harus menghadapi pandangan aneh David padanya. Surat tugas Arjoona ke Inggris telah tiba dan David mengetahuinya.

"Abang yakin mau pergi sama ibu Claire ke Inggris?" tanya David menginterogasi Arjoona. Arjoona hanya bisa menyengir aneh.

"Aku gak yakin satu pesawat cukup buat kalian berdua," Arjoona menaikkan alisnya.

"Memangnya kenapa?"

"Bakalan ada perang dunia ketiga, aku gak sanggup membayangkan," Arjoona mendengus tertawa menyindir.

"Separah itu ya Vid," balas Joona menyindir.

"Lebih parah bang, abang gak sadar ya. Seluruh orang di perusahaan ini manggil kalian berdua itu apa ya namanya...ah Tom and Jerry, berantem terus," Arjoona mulai melipat kedua lengannya di dada sambil mengangguk masih dengan sikap tubuh menyindir David.

"Gitu ya," David mengangguk tersenyum dengan percaya diri lalu ketika sadar Arjoona sedang menyindir langsung kehilangan senyumnya.

"A-aku gak bermaksud mengejek abang, beneran," Arjoona memandang dengan ujung mata.

"Siapa yang Tom, siapa yang Jerry?"

"Bu Claire Tom, abang Jerry," jawab David tanpa ragu. Arjoona langsung mendelik kaget.

"Jadi lo ngatain gue tikus gitu,"

"Gak bang, bukan aku bang. Manajer produksi yang bilang,"

"Davviiiddd..." geram Arjoona dan David reflek mundur.

"Ampun bang, bukan aku. sumpah, aku hanya menyampaikan saja hehehehe," David menyengir lalu langsung pergi meninggalkan Arjoona di ruangannya. Arjoona tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ia kembali ke meja gambarnya dan mulai meneruskan lagi pekerjaannya. Sekarang Arjoona harus bekerja lebih cepat karena ia akan libur selama satu minggu untuk perjalanan 'bulan madu' nya ke Manchester, Inggris.

Arjoona melepaskan nafas berat dan memejamkan mata. Kini wajah Claire mulai sering berada di benaknya. Usai Claire menghabiskan dua hari di rumahnya, Arjoona jadi mulai gugup jika bertemu dengan Claire kini.

SEBUAH HOTEL

"Dasar bodoh!" umpat Keith membentak Louis di depannya. Keith benar-benar geram karena Louis malah membuat kesalahan fatal dengan berselingkuh.

"Kau menukar Claire dengan wanita murahan seperti Kenanga. Kamu tau kamu sebodoh apa haa!" Keith benar-benar tidak bisa menahan luapan emosinya.

"Om, aku khilaf. Aku gak tau apa yang aku lakuin sebenarnya," Louis menunduk menyesal sambil terus menutupi wajahnya dengan tangan.

"Sekarang semuanya berantakan," Keith bangun dari sofa nya berjalan geram ke arah dinding kaca sambil berkacak pinggang.

"Apa yang harus aku lakuin sekarang, om?" Keith mendengus kesal dan berbalik.

"Sekarang kamu tanya padaku seperti apa? apa sewaktu kamu tidur dengan pelacur itu kamu memikirkannya?" Keith terus menyerapahi dan marah. Sekarang ia tidak bisa mengandalkan siapapun untuk bisa mendukung rencananya. Louis tidak mau menjawab lagi. semua memang adalah kesalahannya. Harusnya ia tidak membiarkan Kenanga mengendalikan nafsunya.

"Sekarang pergi dari sini Lou, aku tidak ingin melihatmu lagi,"

"Om, please tolong aku memperbaiki semuanya," Keith berbalik lagi memandang Louis dengan geram.

"Aku rasa dunia pasti kiamat jika Claire mau menerima mu kembali karena itu tidak akan terjadi. Jadi urus masalahmu sendiri, aku sudah cukup dengan tindakan kekanak-kanakan mu selama ini," Louis sangat kesal mendengarnya. Sekarang ia mengerti jika Keith hanya ingin memanfaatkan nya.

"Aku akan pergi. Tapi om tidak perlu cari aku lagi mulai sekarang. Dan aku akan berusaha sendiri memperbaiki semua ini," ujar Louis sambil berdiri dan berjalan pergi keluar kamar Keith.

"Dasar bodoh!" umpat Keith lagi begitu Louis keluar. Ia mengurut keningnya mencoba berfikir apa yang harus ia lakukan. Tak lama kemudian, Keith mendapat telpon dari Inggris.

"What you got?" (apa yang kamu dapatkan?) tanya Keith.

"Mereka akan ke Inggris untuk perkenalan keluarga dan bulan madu,"

"Apa?!" sahut Keith dengan kening berkerut. Setelah beberapa saat ia memutuskan panggilan dan makin mendengus kesal. Seorang pria muncul dari balik dinding dan Keith berbalik.

"Sekarang orang-orang mu malah gagal menakut-nakuti gadis itu, apa lagi yang mau kau lakukan sekarang?" tanya Keith pada pria asing di depannya.

"Tenang saja tuan Barnett, kita akan lebih senang membuat mereka berpisah ketika di Manchester nanti. Arjoona Harristian bahkan tidak punya latar belakang kejahatan apapun sama sekali. Dia mudah diatasi," Keith mendengus tidak percaya pria itu meremehkan Arjoona.

"Anak itu punya nyali, aku tidak yakin jika dia selemah kelihatannya," pria mendengus.

"Dia bukan Shawn Miller atau Jayden Lin, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan," ujar pria itu lagi dengan percaya diri. Keith tidak mau menanggapi dan berbalik kembali melihat dinding kaca di depannya. Sekarang ia mulai cemas, jika dalam waktu satu tahun ia tidak bisa mendapatkan Winthrop, maka ia akan dihabisi oleh kolega nya sendiri, Yousef Kanishka.

Dengan langkah santai, Gentala Samudra masuk ke dalam sebuah apotik 24 jam mengambil pesanan obat kakak iparnya. Istri kakak laki-lakinya Andrew sedang hamil anak kedua dan pesanan vitamin sudah disiapkan oleh apotik langganan keluarga untuk segera di ambil.

Gentala jadi dimintai tolong oleh kakak iparnya, Ardila untuk mengambil pesanan vitamin-vitamin itu karena tidak ada yang bisa dimintai bantuan. Gentala terpaksa menyeberang dari studio nya ke apotik yang dimaksud.

Setelah memberi nama pasien, Gentala harus menunggu beberapa menit hingga disiapkan. Mata Gentala mengedarkan pandangannya dan ia melihat sosok yang sepertinya ia kenal sedang duduk di apotik itu memegang sesuatu. Gentala membuka kacamata hitamnya dan memandang dengan lebih jelas. Apoteker memanggil Gentala untuk memberikan pesanannya dan setelah membayar Gentala memandang gadis itu lagi.

Kenanga sedang duduk di bangku tunggu apotik itu setelah baru saja kembali dari toilet. Ia memegang strip tes kehamilan yang menyatakan ia positif hamil. Gentala datang menghampiri gadis yang sempat tidur dengannya satu malam.

"Hai," sapa Gentala dengan nada datar. Kenanga menengadahkan kepalanya dan mengerutkan kening melihat pria di depannya. Gentala tidak tersenyum tapi juga tidak sinis. Wajahnya datar saja.

"Siapa lo?" tanya Kenanga. Gentala mendengus dan menggelengkan kepalanya.

"Kamu terus lupa sama aku, sad!" sindir Gentala makin menggelengkan kepalanya. Kenanga yang merasa terganggu akhirnya berdiri dan hendak berjalan pergi, namun tangan Gentala menahannya pergi. Kenanga menepis tangan Gentala di lengannya.

"Aku terus cari kamu kemana-mana, kenapa kamu gak pernah hubungi aku sama sekali," tanya Gentala mulai kesal. Kenanga makin mengerutkan keningnya memandang Gentala hingga ia tiba-tiba ingat siapa pria yang menahannya pergi.

"Elo..."

"Sekarang kamu ingat?" potong Gentala. Gentala terus memandang wajah Kenanga lekat.

"Anggap kita gak pernah ketemu!" balas Kenanga dingin dan langsung berbalik pergi.

"Hei..." panggil Gentala kesal.

"Gak perlu cari gue, kita gak pernah kenal," sahut Kenanga angkuh dan berjalan pergi ke arah parkiran mobil. Gentala mendengus kesal dan kini ia mulai marah. Seorang gadis mengabaikannya begitu saja, oh ini tidak boleh terjadi.

"Tunggu..." Gentala mendorong paksa pintu mobil hingga tertutup. Kenanga jadi kesal melihat orang yang tidak ia kenal menghalangi nya terus.

"Lo mau apa sih!" hardik Kenanga marah.

"Aku telpon tapi kamu gak angkat dan kamu gak hubungi aku sama sekali," Kenanga menggeleng dan hendak berbalik lagi ke mobilnya.

"Listen girl, kamu gak tau siapa aku. Jangan buat aku marah," Kenanga tertawa sinis.

"Apa yang bisa lo lakuin hah! Minggir," Kenanga menepis dengan kasar lengan Gentala lalu masuk ke mobilnya dan pergi meninggalkan Gentala di parkiran. Gentala tidak berhenti melepaskan nafas kesalnya karena ditolak seperti itu oleh seorang gadis.

"Dia pikir gue mainan apa? Liat aja ntar gue pasti ketemu lagi sama lo Kenanga Rinjani," sahut Gentala kesal dan terus menyisiri rambutnya beberapa kali.

Hari cepat berlalu menjadi lebih gelap. Matahari turun ke peraduan dan malam penuh lampu-lampu jalan menggantikan terangnya sinar matahari siang hari. Permainan lampu dan musik rap yang intens mengiringi duet Arjoona dan Gentala yang perform diatas panggung bersama.

Selain menjadi DJ, Gentala juga kerap menjadi tandem rap Arjoona Harristian dipertunjukan mereka. Malam ini adalah malam terakhir Arjoona tampil sebelum ia berangkat lusa menjalani 'Bulan Madu' nya.

"Rapper Juicy bakal gantiin lo selama lo libur," jelas Gentala sambil terengah dibelakang panggung. Arjoona tersenyum dan menepuk lengan Gentala.

"Thanks man," Gentala mengangguk.

"Anytime, ngomong-ngomong lo mau kemana sih seminggu?" tanya Gentala penasaran.

"Tugas kantor ke Manchester," Gentala mengangguk.

"Ya udah, gue mau minum dulu mumpung ada cewek-cewek cantik yang mau nemenin," ujar Gentala sambil mengangkat alisnya. Arjoona tertawa dan menggeleng.

"Jangan kebanyakan pacaran lo, ntar kualat," Gentala tertawa sambil memberi lambaian pada Arjoona. Gentala langsung berbaur pada sekelompok wanita dan pria yang sudah menantinya. Seorang gadis langsung dicium Gentala begitu ia merangkul, Arjoona yang melihat sahabatnya itu hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

Arjoona langsung pulang ke mansion Winthrop lewat pukul 1 pagi. Begitu masuk ke dalam mansion yang sudah remang, Arjoona langsung menuju kamar dan hendak masuk ketika ia hampir meloncat melihat Claire berdiri di dekat pintu kamarnya.

"Ah kamu bikin kaget aja, mana lampunya udah dimatiin lagi," Claire jadi kesal karena Arjoona malah terkejut melihatnya.

"Memangnya kamu pikir aku apa?" tanya Claire kesal.

"Boneka Anabelle hiiii,"

"Ah Joona," teriak Claire kesal sambil memukul lengan Arjoona dengan keras.

"Ahhkh, kamu suka banget mukulin orang deh. Emang dulu pas kamu kecil jadi apa sih? Bodyguard ya?" goda Arjoona dan ia makin dihadiahi cubitan dan pukulan oleh Claire.

"Kamu tuh ahh, nyebeliiinn!" Claire makin kuat mencubit.

"Aaahh ampun, aduh badanku biru-biru nih," Claire jadi merajuk dan mengelus kembali bekas cubitannya karena merasa bersalah.

"Kenapa kamu baru pulang sekarang?" tanya Claire ketus.

"Hari ini jadwalku perform di klub ya pulangnya pasti telat. Kamu sendiri ngapain berdiri disini belum tidur? Nakut-nakutin orang aja," ujar Arjoona sambil membuka pintu kamarnya.

"Aku gak bisa tidur,"

"Kenapa?" Claire mendengus kesal dan seperti salah tingkah.

"Kamu kenapa Claire?"

"Ya aku gak bisa tidur," rengek Claire ditelinga Arjoona. Joona hanya bisa memejamkan mata mendengar teriakan manja Claire. Ia menghela nafas berat dan mendorong pintu kamar lalu masuk ke dalam. Claire malah mengikutinya masuk kamar dan dengan santainya duduk di tempat tidur Joona.

"Kamu mau ngapain?" tanya Arjoona heran.

"Ngobrol," jawab Claire santai. Joona melihat jam meja dan waktu sudah lewat jam 1 lagi.

"Claire ini udah lewat jam 1 pagi, kamu mau ngobrol apa?"

"Apa aja, sampe aku ngantuk," dengan santainya ia menarik kedua kakinya dan melipatnya keatas tempat tidur.

"Aku mau ganti baju,"Claire menatap Arjoona dengan polos lalu bergeser dan berbalik. Ia kini menghadap sandaran tempat tidur dan membelakangi Arjoona.

"Kamu bisa ganti baju," Arjoona tersenyum menggeleng, ia pikir Claire akan keluar ternyata ia hanya membalikkan tubuhnya saja. Usai mengganti baju menjadi kaos tanpa lengan dan celana selutut, Arjoona duduk di depan Claire yang memakai tank top dan celana pendek piyama satin.

"Sekarang kamu mau ngobrol apa?" wajah Claire langsung berubah sendu.

"Tadi Louis masuk ke ruanganku dan dia memohon aku buat balikan," Arjoona mengangkat alisnya terkejut. Ia pikir Claire akan bicara hal-hal ringan ternyata ia menghadapi masalah pelik tadi siang.

'Trus kamu bilang apa?" tanya Joona kesal.

"Aku usir dia keluar,"

"Bagus," jawab Joona cepat. Airmata Claire menetes lagi dan ia menunduk. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terus menangis. Arjoona mengambil kedua pergelangan tangan Claire dan membuka wajahnya.

"Kamu gak perlu tangisin dia lagi. Dia gak pantas untuk airmata kamu," Claire masih terisak. Arjoona menyeka airmata Claire dan tersenyum.

"Lain kali kamu bisa panggil aku kalau ada apa-apa," ujar Arjoona menggenggam tangan Claire yang memberi Arjoona senyuman.

"Sekarang waktunya tidur," Claire mengangguk.

"Ayo aku anterin kamu ke kamar," Claire mengikuti Joona membawanya ke kamar Claire. Di pinggir ranjang Claire , Arjoona duduk dan membelai punggung Claire dengan lembut.

"Jangan pergi sebelum aku tidur," pinta Claire dengan suara pelan. Joona mengangguk dan tersenyum, ia terus mengelus punggung dan menepuk lembut beberapa kali agar Claire bisa tertidur. Setelah ia memastikan Claire tidur, Arjoona berdiri dan mengecup sudut kening Claire sebelum ia keluar kamar.

Berbaring di ranjang nya sendiri, Arjoona menghela nafas berat beberapa kali. Bulan madu palsu itu akan menjadi hal paling berat yang akan ia jalani.

"Aaakh, kenapa jadi gue yang gak bisa tidur," gumam Joona dari balik bantal diatas wajahnya.