Chereads / The Seven Wolves: The Alpha and His Beta / Chapter 18 - Chapter 18: Red-Handed

Chapter 18 - Chapter 18: Red-Handed

Claire yang mendorong pintu kamar Louis perlahan, namun ia harus tercekat dan menutup mulut dengan tangannya. Louis tengah bercinta dengan seorang wanita yang berada di atas tubuhnya. Wanita itubelum diketahui siapa hingga Louis bangun terengah dan memanggil nama Claire

"Claire..." panggil Louis denganwajah penuh peluh dan terkejut. Wanita di atasnya langsung menyingkir dan memperlihatkan wajahnya sama terkejut, sahabatnya sendiri Kenanga Rinjani. Seolah dunia runtuh diatas kepala Claire saat itu juga begitu ia melihat pria yang melamarnya dan wanita yang ia panggil sebagai sahabatnya ternyata berselingkuh di belakangnya.

Air mata Claire langsung jatuh dan kakinya tidak sanggup lagi berjalan. Ia langsung menunduk dan berbalik pergi. Rasanya ingin pingsan. Baik Kenanga maupun Louis langsung panik. Lou langsung bangun membalut dirinya dan mengejar Claire.

"Claire tunggu...sayang," begitu tangan Louis meraih lengan Claire, ia langsung ditampar oleh Claire.

"Jangan pernah sentuh aku lagi!"hardik Claire dengan nada marah.

Louis benar-benar malu dan bingung harus seperti apa. Ia masih terus menghalangi Claire untuk pergi. Dan Claire yang marah hanya bisa menangis dan mendorong Louis dengan keras.

"Jangan pernah ketemu aku lagi, dasar brengsek!" umpat Claire melepaskan diri dan pergi dari apartemen Louis.

"Claire..." Louis hanya bisa meneriakkan nama Claire dari ujung lorong. Ia kemudian kembali ke dalam, mengambil pakaian dan memakainya dengan cepat.

"Kamu mau kemana Lou?" teriak Kenanga hendak menghalangi Louis dengan memegang lengannya.

"Lepasin, aku mau kejar Claire!" hardik Louis keras sambil berlari keluar tidak perduli Kenanga mulai menangis memanggil namanya. Claire berjalan cepat melewati beberapa orang dan bersenggolan dengan airmata yang terus menetes. Dia sudah mulai tidak bisa bernafas dan rasanya hendak jatuh. Pandangannya mulai kabur tapi ia tidak berhenti berjalan dan setengah berlari melewati lobi ke mobilnya. Louis berhasil mengejar dan menangkap tangan Claire terus menarik ingin memberikan penjelasan.

"Aku mohon Claire dengerin aku dulu, aku minta maaf...aku minta maaf," ujar Louis tanpa jeda memohon sambil menarik tangan Claire. Claire malah berteriak dan meronta meminta dilepaskan.

"Lepasin aku...lepasin aku,pergi!" teriak Claire memberontak berkali-kali. Claire bahkan sempat membuka cincin lamaran yang diberikan Louis dan melemparnya hingga mengenai tubuh Louis. Arjoona yang menyandarkan kepalanya di stir langsung kaget mendengar ribut-ribut di depannya.

Joona langsung melepas seatbelt dan keluar dari mobil. Ia berlari untuk menarik Claire yang tengah meronta dicekal lengannya oleh Louis. Arjoona langsung membawa Claire ke belakangnya dan melingkarkan sebelah lengannya memagari gadis itu dari belakang punggungnya.

"Stay off!" (menjauhlah) teriak Arjoona menjulurkan tangannya memberikan tanda berhenti pada Louis yang terengah.

"Pergi lo dari sini, ini gak ada urusannya sama lo," hardik Louis dan Arjoona makin terlihat marah.

"Jangan pernah temuin Claire lagi, atau gue gak akan segan-segan masukin lo ke penjara," teriak Arjoona mengancam, ia masih memegang Claire dengan sebelah tangannya. Claire terus menangis dan menyandarkan kepalanya ke punggung Joona sambil menggenggam hoodynya erat.

"Joona, bawa aku pergi, bawa aku pergi," pinta Claire beberapa kali sambil terisak mulai lemas. Arjoona yang mendengar mulai panik langsung menangkap tubuh Claire yang hampir jatuh. Ia hampir kehilangan kesadarannya, Arjoona langsung menggendongnya ala bridal style sambil terus menyuruh Louis untuk menjauh.

"Claire...Claire sayang," Louis masih memohon dan hendak mendekat tapi hardikan dan ancaman Arjoona yang langsung membawa Claire pergi membuat Louis sempat mundur.

"Jangan pernah dekatin istri gue lagi!" teriak Joona marah dan membawa Claire pergi masuk ke mobil. Claire seperti tidak bisa bernafas dan Joona tidak membuang waktu dan langsung melaju cepat keluar dari parkiran. Louis hanya bisa berteriak kesal dan marah tapi tak ada yang bisa ia lakukan. Claire memergoki perselingkuhannya dan kini ia ditinggal sendiri di parkiran apartemen itu setengah menangis menyesal.

Arjoona yang memegang tangan Claire sembari sebelah tangannya menyetir akhirnya menghentikan sebentar laju mobil.

"Claire...Claire, lihat aku, kamu gak papa?" tanya Arjoona dengan wajah amat cemas. Ia memegang kedua pipi Claire, wajahnya begitu pucat dan nafasnya tersegal.

"A-aku g-gak bisa n-nafas," Claire hanya bisa bicara sambil terbata-bata.

"Tarik nafas perlahan dan keluarkan, kamu akan baik-baik aja. Kita ke klinik sekarang oke," Claire masih setengah sadar ketika Arjoona terus menggenggam tangannya dan memacu kendaraan ke klinik terdekat. Usai menemukan sebuah rumah sakit yang tidak begitu besar, Arjoona membawa Claire ke ruang UGD untuk segera di tangani.

"Dia tidak bisa bernafas," jelas Arjoona pada petugas medis yang menyambut Claire di atas sebuah ranjang periksa pasien. Seorang dokter langsung datang memeriksa dan memberi selang oksigen pada Claire untuk membantunya bernafas.

"Anda siapa?" tanya dokter itu sebelum memeriksa Claire.

"Saya suaminya," aku Arjoona tanpa ragu. Ia masih menggenggam tangan Claire dengan wajah cemas yang belum pergi. Dokter itu mengangguk setelah memeriksa lalu berbicara pada Claire.

"Bernafas dengan tenang, tarik dan keluarkan seperti biasa. Anda akan baik-baik saja," ujar sang dokter sambil tersenyum. Claire mengangguk mengerti.

"Apa yang terjadi?" tanya dokter pada Arjoona. Arjoona bingung harus menjelaskan akhirnya ia hanya bilang.

"Ada kejadian mengagetkan sebelum ini terjadi," dokter itu mengangguk.

"Saya pikir ini bukan serangan jantung tapi untuk memastikan saya bisa membuatkan janji dengan dokter spesialis jantung besok pagi,".

"Lalu ini apa?" tanya Joona.

"Stress, sangat stress," Arjoona mengangguk.

"Buatkan janji untuk dokter spesialis jantung besok dokter, hanya untuk memastikan jika istri saya baik-baik saja," ujar Arjoona kemudian.

Dokter itu mengangguk dan memberi senyuman. Arjoona meminta agar Claire diberi fasilitas rawat inap satu malam sebelum menemui dokter spesialis esok pagi. Arjoona kini menemani Claire yang mulai tenang dengan bantuan selang oksigennya. Claire sedang tertidur setelah panik yang melandanya hampir membuat ia tidak bisa bernafas. Arjoona tidak bisa tidur sama sekali hanya duduk dikursi sambil mengurut pangkal hidungnya beberapa kali.

"Joona..." panggil Claire lirih. Tangannya hendak meraih tangan Arjoona dan Joona yang sadar menjulurkan tangan sambil mendekatkan dirinya.

"Kamu udah enakan?" tanya Joona dengan suara lembut. Claire malah terlihat hendak menangis lagi. Arjoona langsung membelai rambut dan keningnya lalu menghapus airmatanya dengan tisu yang ia ambil dari meja sebelah Claire.

"Jangan nangis, nanti nafas kamu sesak lagi," Claire malah menggeleng. Claire malah terus menangis dan membawa tangan Arjoona untuk dipeluk olehnya. Arjoona yang melihat lalu berdiri dan naik ke tempat tidur pasien untuk memeluk Claire dengan erat. Claire terus menangis tersedu di dada Joona yang memeluk menenangkannya.

Arjoona sesungguhnya belum tau apa yang telah terjadi karena belum ada yang diceritakan oleh Claire padanya. Setelah Claire tenang dan air matanya sesekali masih jatuh dan terus dikeringkan Joona, barulah ia bertanya.

"Boleh aku tau ada apa?" tanya Joona yang kini berbaring dibantal yang sama dengan Claire.

"Kamu pasti marah kalo aku cerita, kamu pasti ejek aku," Joona tersenyum pelan dan memindahkan beberapa helai rambut dari wajah Claire.

"Aku janji gak akan ketawa,"Claire langsung memukul dada Joona dan Arjoona tergelak pelan.

"Cerita, biar perasaan kamu lebih baik," Joona masih memandang Claire dan membelai rambut pirangnya. Claire terdiam sejenak hingga ia membuka mulutnya.

"Louis dan Kenanga bercinta dikamar Lou," jawab Claire singkat dan menundukkan pandangannya seolah ingin menangis lagi. Arjoona membuka mulutnya terkejut, ia tau jika mereka berselingkuh tapi tidak tau hingga sejauh berhubungan intim.

"It's ok," Joona terus membelai rambut dan mengecup kening Claire dengan lembut. Claire malah makin membenamkan kepalanya ke dada Joona yang terus memeluknya hingga ia tertidur.

Keesokan harinya, dokter spesialis yang memeriksa, menyatakan Claire sehat dan boleh pulang. Tidak ada gejala penyakit jantung tapi hanya stres akibat tekanan. Setelah mengucapkan terima kasih dan membayar administrasi, Arjoona menggandeng Claire kembali ke mobil. Claire masih murung dan diam.

"Kamu mau pulang ke mansion?" tanya Joona dan Claire menggeleng.

"Kamu mau nginap di rumahku?"Claire mengangguk dengan bibir manyun. Arjoona tersenyum dan mengangguk.

"Oke, nanti di rumah aku bikinin makanan yang banyak, gimana?" Claire mengangguk namun masih menunduk. Arjoona pun keluar dari parkiran rumah sakit dan pulang ke rumah pribadinya. Sepanjang perjalanan Claire tidak bicara apa pun sama sekali. Ia hanya menyandarkan kepalanya ke kaca jendela mobil. Arjoona menoleh beberapa kali dan menghela nafas berat.

Tiba di rumah, Claire langsung meringkuk di sofa depan televisi sambil sesekali menangis. Dan Arjoona yang seperti sedang menjalankan perannya sebagai suami yang baik, membuat makan siang untuk istrinya agar ia lebih baik.

"Ayo, kita makan dulu. Tadi pagi kamu cuma minum jus." ajak Arjoona sambil berjongkok di kepala Claire merayunya agar ia mau makan. Claire menengadahkan kepalanya sejenak melihat Joona dengan mata membengkak dan pipi merah karena terlalu banyak menangis.

"Aku gak lapar," ujar Claire sambil merengut. Jemari Joona langsung membelai kening Claire dan tersenyum.

"Aku buat cream soup biar gak terlalu berat, ayolah kamu harus makan sedikit," setelah lama terdiam akhirnya Claire bangun dari sofa dan mengikuti Joona yang menarik tangannya ke dapur.

Karena Claire hampir tidak mau makan, Arjoona terpaksa menyuapi nya beberapa kali agar ada makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Dan seperti anak baik, Claire hanya memakan makanan yang disuapi Joona padanya.

Claire sesungguhnya malu pada Arjoona dan sangat kecewa dengan yang telah dilakukan Louis. Ia begitu mencintai dan mempercayai pria itu dan dia membalasnya dengan mengkhianatinya.

"Mau sampai kapan kamu menangis seperti itu?" tanya Arjoona setelah tidak ada perubahan pada sikap Claire seharian.

"Kenapa dia ngelakuin ini sama aku? Apa salahku, Joona?" Claire mulai terisak dan menangis lagi dengan keras sambil menyandarkan kepala ke sandaran sofa dengan lutut tertekuk di dada. Sedangkan Arjoona duduk di depan kakinya menoleh menghembuskan nafas beberapa kali sambil menggelengkan kepala.

"Aku udah pernah bilang sama kamu, dia laki-laki brengsek. Tapi kamu gak percaya," tangis Claire makin keras. Arjoona hingga harus memicingkan mata seraya mengucek rambut belakangnya.

"Udahlah gak usah ditangisin lagi," Arjoona mencoba memecahkan kesedihan Claire namun seolah tak ada yang berhasil. Claire masih menangis keras dan Arjoona sudah tidak tahan lagi melihatnya. Ia pun akhirnya menjulurkan lengan memeluk Claire agar ia lebih baik.

"Sini, come here princess," Arjoona memeluk Claire sambil duduk di sofa dengan kedua kaki Claire terlipat diatas paha Arjoona. Arjoona terus membelai punggung gadis itu yang tidak berhenti menangis sejak pulang dari rumah sakit. Hingga akhirnya ia mulai tenang dan hanya meninggalkan isakan kecil.

"Kamu mau ngejek aku kan?" gumam Claire di dada Joona sambil terisak kecil. Arjoona tersenyum dan mencium ubun-ubun Claire.

"Gak, muka kamu udah jelek ngapain aku ejek lagi," Claire makin mengeraskan tangisnya dan memukul dada Joona. Arjoona hanya bisa tergelak. Dia hanya berusaha agar Claire bisa tertawa.

"Apa yang bisa aku lakukan agar kamu gak nangis lagi?" Claire pun bangkit dari pelukan Arjoona dan melihat wajahnya. Arjoona menghapus sisa kabut di pipi Claire sambil memindahkan beberapa helai rambut yang lengket karena airmata.

"Buat aku senang," jawab Claire setengah menengadah melihat Arjoona. Arjoona tersenyum tipis.

"Caranya?" Claire menaikkan bahunya. Ia masih terus memandang Joona dengan mata sembab. Arjoona berfikir sejenak sebelum berbicara hal yang membuat Claire akan meledak tertawa.

"Kalo kamu bisa tebak tiga pertanyaanku dengan baik, aku akan buat cup cakes buat kamu," Claire mengerutkan kening tapi kemudian mengangguk.

"Kalo gak bisa?" Arjoona berfikir

"Kamu harus nari perut di depanku," Claire langsung memukul Joona dan berteriak.

"GAK!" Arjoona langsung tertawa.

"Oke, siap?" Claire mengangguk.

"Satu, Siapa nama pemain bola yang beratnya 3 kg?" Claire langsung menegakkan tubuhnya memandang Arjoona dengan heran.

"Memangnya ada pemain bola yang berat nya 3 kg?" Claire malah bertanya bukannya menjawab.

"Tugas kamu jawab bukannya malah balik nanya," ujar Arjoona sambil memukul lembut kening Claire dengan telunjuknya. Claire berfikir sejenak dan menggeleng tidak tahu.

"Jawabannya adalah Bambang TabungGas," Arjoona menahan tawanya namun Claire masih mengerutkan kening baru mengerti beberapa detik kemudian. Ia langsung memukul lengan Arjoona dan mulai tersenyum.

"Curang," teriak Claire.

"Ya gak lah, namanya juga tebak-tebakan. Siap pertanyaan kedua?" Claire terpaksa mengangguk dan mulai tersenyum.

"Sebutkan sepuluh hewan buas dalam dua detik!" tanya Joona hendak menghitung tapi ditahan Claire.

"T-tunggu...aahh...itu,"

"Ah kelamaan waktu kamu habis," Cliare kecewa lagi.

"Gimana cara nyebutin sepuluh hewan buas dalam waktu dua detik coba?" keluh Claire mulai serius.

"Gampang, tinggal sebut, sepuluh singa," jawab Arjoona santai. Claire makin kesal dan malah makin memukul lengan Arjoona lebih keras.

"Aakkh...kenapa aku malah dipukulin," Arjoona meringis sambil tertawa.

"Udah dua kali kamu gak bisa jawab, sekali lagi kamu beneran harus nari perut di atas meja nanti," goda Arjoona tanpa henti. Claire meringis dan tetap menolak.

"No way, NEVER!" teriaknya gemas. Arjoona mengangguk tersenyum dengan lesung pipinya.

"Oke, kita coba pertanyaan terakhir. Aku kasih yang gampang," Claire mengejek Joona dengan raut muka sinis.

"Hewan, hewan apa yang punya banyak keahlian?" tanya Joona sambil melirik pada Claire dengan sudut mata.

"5,4,3..." Arjoona menghitung waktu menjawab Claire yang malah panik karena diberi waktu.

"Eh...ahh," Arjoona memberi tanda waktu habis.

"Apa jawabannya?" tanya Claire penasaran. Sambil menahan tawa Arjoona menjawab

"Kukang," Claire mengerutkan kening menuntut penjelasan.

"Kok kukang?" Claire mencoba ikut berfikir dengan serius padahal Arjoona sedang mengajaknya bercanda.

"Iya, Ada kukang tambal ban, kukang bangunan, kukang service TV," jawab Arjoona hampir tidak bisa menahan tawanya yang akhirnya meledak.

"Aaaahhh...." Claire meledak tertawa sambil memukul.

"Ah sorry, receh banget ya joke nya," aku Arjoona sambil tertawa.

"Iya, receh kayak kamu!" semprot Claire kesal sambil tertawa. Arjoona berhasil membuat Claire tertawa dan lupa sejenak pada rasa sakitnya. Arjoona masih tertawa dan tersenyum sambil melihat Claire. Hingga Claire melakukan sesuatu yang tidak ia sangka. Ia mencium pipi Arjoona dengan lembut dan mengucapkan terima kasih.

"Makasih, kamu udah bikin aku ketawa. Usaha kamu bagus meski receh banget," Arjoona yang sempat tertegun lalu tersenyum manis. Dan ketika lesung pipinya muncul, jari Claire menusuk lesung pipi itu dengan ekspresi gemas.

"Aku udah lama banget pengen pegang lesung pipi kamu," aku Claire tanpa malu-malu. Arjoona yang tersenyum makin mendekatkan pipinya.

"Ambil aja buat kamu kalo gitu," godanya membuat Claire malah makin menusuk lesung pipi itu sambil tersenyum. Setelahnya Claire memeluk lengan Joona dan menyandarkan kepalanya di bahu Arjoona.

Arjoona membiarkan Claire memeluk dan menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada pundaknya. Tanpa bicara apapun, Arjoona malah menyalakan televisi dan mencari koleksi film di netflix. Mereka menonton televisi berdua tanpa bicara hal lain selain hanya menonton hingga Claire tidur dipelukan Arjoona.

Ada rasa hangat yang menjalar ke seluruh hati Claire yang disakiti oleh Louis. Dan tanpa Claire sadari, ia mulai menyukai pelukan pria yang ia benci itu. Arjoona mengangkat perlahan tubuh Claire membawanya ke kamar, setelah ia tertidur pulas. Usai membaringkan Claire di ranjangnya, Arjoona memandang wajah Claire dekat. Ia membelai rambut dan ujung kening Claire dengan lembut.

"Apa aku benar-benar membenci kamu, Clairine Winthrop?" gumam Arjoona sambil membelai pipi Claire dengan lembut.

"Apa boleh aku memiliki kamu, apa kamu mau jadi istriku selamanya, Clairine Winthrop?" tanya Arjoona lagi lalu memejamkan matanya. Ia mendekat dan mengecup pelan bibir Claire yang tertidur nyenyak. Sambil membaringkan kepalanya, Arjoona membelai rambut belakang Claire dan menutup matanya hendak ikut tidur. Keduanya akhirnya tertidur dalam posisi wajah berhadapan satu sama lain.

RUANG CEO WINTHROP ELECTRONICS

Claire mulai masuk kerja lagi setelah kejadian tidak menyenangkan dua hari sebelumnya. Ia sudah kembali seperti biasa. Baik Louis maupun Kenanga sudah tidak masuk kerja sejak kejadian itu.

Seolah tidak ada yang terjadi, Claire tetap seperti biasa bersikap dingin pada semua orang, namun ia mulai bersikap beda pada Arjoona. Ia masuk hari senin dengan wajah dan kondisi lebih baik. Arjoona membuat semangatnya kembali lagi.

"Maaf bu Claire, pak Gerald dan pak Steven sudah tiba," lapor Anggi sekretarisnya dari telpon pada Claire. Claire langsung mengangguk mengerti dan tersenyum.

"Langsung masuk aja ya,"

"Baik bu," Claire menutup telpon dan membereskan dokumennya. Ia terlihat seperti biasa cantik dan seksi.

"Kakek..." pekik Claire senang sambil berjalan cepat memeluk kakeknya. Hampir dua bulan semenjak Gerald pergi Claire tidak bertemu dengannya. Steven mengikuti dari belakang dan ikut tersenyum.

"Ah, apa kabar cucu kesayangan kakek?" Claire tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia bertemu kakeknya.

"Baik, semua baik," Gerald mengangguk senang melihat Claire terlihat sehat seperti biasa.

"Kakek senang kamu baik-baik saja, seperti yang kakek janjikan kakek pulang beberapa bulan sekali untuk melihat keadaan kalian," Claire mengangguk dan merangkul kakeknya.

"Bagaimana keadaan perusahaan?" tanya Gerald sambil melihat sekeliling.

"Semuanya lancar," Gerald mengangguk bahagia. Tak lama kemudian Arjoona masuk dan mengucapkan salam.

"Ah, bapak sudah datang? Bapak memanggilku?" tanya Arjoona ketika menutup pintu.

"Ah, Arjoona kemarilah. Aku perlu bicara dengan kalian berdua," Arjoona mengangguk pelan sambil melihat pada Claire ia tersenyum tipis dan Claire hanya membalasnya dengan senyuman tipis pula. Gerald meminta Claire dan Joona duduk di sofa kantor itu.

"Begini, aku sudah membawa surat pernikahan kalian ke keluarga Winthrop. Sebagian sudah percaya tapi sebagian lagi masih menuntut bukti lebih kuat," Arjoona mengerutkan keningnya.

"Maksud bapak, surat pernikahan itu tidak cukup," Gerald menggeleng.

"Mereka curiga jika ini adalah pernikahan kontrak dan hanya untuk meyakinkan para tetua jika Claire layak menjadi pewaris utama," Arjoona menoleh sekilas pada Claire yang juga melakukan hal yang sama.

"Lalu kami harus gimana lagi kek?" tanya Claire. Gerald menoleh pada Steven di belakangnya sebelum berbicara lagi.

"Aku tau kalian tidak suka ide ini, tapi kalian harus bulan madu di Inggris," mata Arjoona dan Claire terbelalak.

"APA?!!"