Chereads / Dandelion Finds Love / Chapter 28 - Menikah atau pergi dari rumah?

Chapter 28 - Menikah atau pergi dari rumah?

Aryk berdiri di samping mobilnya. Ia menunggu Gheisha keluar dari klub. Mereka sudah berjanji untuk pergi berjalan-jalan.

Waktu sudah menunjukkan jam satu dini hari. Apa yang bisa mereka lihat saat jalan-jalan dini hari? Tidak ada. Namun, mereka hanya memiliki waktu saat gadis itu selesai bekerja.

Gheisha menelepon Johan, agar tidak menjemputnya. Selesai menelepon, Gheisha keluar dengan dandanan yang sama. Karena identitasnya sudah diketahui oleh Aryk, ia tidak bisa mengubah penampilannya.

Gadis itu keluar dengan memakai topeng dan menggendong sebuah tas punggung berwarna hitam. Ia berlari kecil menghampiri pemuda yang tersenyum manis menatapnya. Gheisha membalas senyuman Aryk.

Deg!

'Bibirnya sangat menggoda saat tersenyum.' Aryk terpaku menatap senyuman gadis itu. Sampai gadis itu berdiri dua langkah di hadapannya, ia tetap bergeming. Senyuman itu seolah menghipnotis tubuhnya.

Gheisha memanggilnya beberapa kali. Namun, pria itu masih dalam lamunan indahnya. "Hei!" seru Gheisha dengan suara lantang.

"Hah? Ada apa?" tanya Aryk yang terperanjat saat gadis itu berteriak padanya.

"Kalau kamu mau berdiri sampai pagi di sini, terserah. Tapi, aku harus pulang," gerutu Gheisha. Ia berbalik pergi meninggalkan Aryk.

Pria itu segera mengejar dan menarik tangan Gheisha. Tidak tenang, jika ia membiarkan gadis itu pulang sendiri. Aryk membuka pintu mobil dan mendorong pelan tubuh gadis itu ke dalam mobil.

Aryk memacu mobilnya ke sebuah taman. Ia menghentikan mobilnya di parkiran. Keduanya terdiam beberapa saat dengan canggung.

"Aku lihat … sepertinya kamu sedang ada masalah. Wajahmu terlihat kusut sejak datang ke klub. Kau bisa cerita pada pacarmu ini," goda Aryk.

Gadis bermata sendu itu menarik ujung bibirnya. Pipinya merona mendengar kata-kata rayuan dari pria disampingnya. "Chh." Ia mendecih geli dengan senyuman mengembang semakin lebar.

Pria yang baru dua puluh empat jam menjadi kekasihnya itu, membuat Gheisha melupakan masalahnya sejenak. Ada rasa nyaman dan tenang saat ia berada di dekat pria itu. Ia sendiri tidak tahu, apa yang membuat pria itu begitu menarik hatinya.

Tidak bisa dipungkiri, meski jadian karena terpaksa. Namun, ia sangat bahagia karena memiliki tempat untuk berkeluh kesah. Ia menarik napas panjang dan dalam, sebelum memberanikan diri bicara dengan Aryk.

"Apa kau membaca majalah Self?" tanya Gheisha dengan tatapan cemas. Ia harus memastikan satu hal dulu, sebelum ia menceritakan masalahnya.

"Tidak. Aku tidak suka membaca. Aku lebih suka mengejar cintaku," jawabnya dengan nada bercanda.

"Aku serius. Kamu membaca majalah itu tidak?"

Gheisha kembali bertanya dengan nada manja. Aryk baru tahu jika gadis itu juga bisa bersikap manja seperti itu. Semakin ia mengenal gadis itu, semakin banyak hal menarik yang ia temukan dari gadis itu. Hatinya semakin tertarik dan perasaan cintanya semakin dalam.

"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Aku tidak akan membacanya jika kamu tidak suka," jawab Aryk.

"Sebaiknya … jangan baca! Karena aku tidak suka kalau pacarku membaca majalah dewasa seperti itu," ucap Gheisha. Ia tidak bisa mengatakan kepada pria itu jika ia menjadi model majalah tersebut.

'Aku tidak akan membacanya karena aku modelnya. Aku sudah tahu judul dan isi artikel majalah itu. Tapi … apa kau bersedih karena majalah itu?' Aryk bertanya-tanya dalam hati.

Gheisha tidak mau menceritakan masalahnya karena takut Aryk berpikir ia adalah gadis nakal. Namun, pria itu membujuknya dengan lembut. Ia ingin gadis itu bisa bersandar padanya, membagi semua kesedihan dan kebahagiaan bersamanya.

"Apa aku begitu tidak bisa dipercaya? Kamu tidak mau berbagi kesedihan kamu, denganku," ucap Aryk. Ia menatap jauh ke depan. Menunggu kekasihnya itu bicara.

"Aku tidak bermaksud begitu, hanya saja …. Begini, aku ingin cerita. Kamu berjanji dulu, jangan bertanya kenapa," pinta Gheisha sambil menunjukkan jari kelingking. "Janji padaku!"

Aryk menautkan jari kelingkingnya dan tersenyum. "Kau seperti anak kecil saja. Baiklah, aku janji." 

"Aku diusir dari rumah, tapi aku harus bertahan di rumah itu. Sekarang, aku bingung harus pulang ke rumah atau tidak," keluhnya sambil menghela napas berat.

"Pulang ke rumahku saja," kelakar Aryk. "Aw! Sakit, Sayang." Aryk memekik pelan karena gadis itu mencubit pinggangnya. Ia mengusap-usap pinggang yang terasa ngilu.

"Makanya, jangan bicara sembarangan," ketus Gadis itu. Ia meminta Aryk mengantarnya pulang. Kali ini, Gheisha tidak meminta berhenti di sasana tinju, tapi di tikungan yang tidak jauh dari rumahnya.

***

"Hah!" Gheisha meniupkan napas dengan kuat. Mengumpulkan tenaga dan keberanian untuk melawan ibu tiri dan Sisi. Masalah ini tidak akan berhenti begitu saja. Mereka pasti akan kembali memarahinya.

Tok! Tok! Tok!

Ceklek!

Sisi dan Sharmila berdiri di tengah pintu. Mereka sengaja begadang menunggu Gheisha pulang. Tatapan mata mereka mengisyaratkan hal buruk yang akan terjadi. Namun, gadis itu sudah siap menghadapinya.

"Selamat malam, Ma," sapa Gadis itu.

"Malam? Jam dua pagi, kamu bilang malam? Ikut Mama! Mama ingin bicara denganmu," ucapnya sambil menutup pintu. 

Mereka berkumpul di ruang tamu. Sharmila dan Sisi duduk dengan angkuh. Tatapan matanya seperti induk srigala yang siap menerkam mangsa untuk memberi makan anak srigala.

Gheisha berdiri di depan mereka dengan pandangan menunduk, menatap ke arah kakinya. Kedua tangannya ditautkan di belakang punggung. Jantungnya berdebar-debar menanti ibunya berbicara.

"Mama ingin memberikan kamu sebuah pilihan," ucap Sharmila memulai pembicaraan.

"Pilihan apa, Ma?" tanya Gheisha. Ia menangkap sesuatu yang ganjil dari sikap mereka berdua.

"Mama tidak akan mengusir kamu, asalkan kamu mau menikah dengan bos di tempat Sisi bekerja."

"Apa?! Ghe-Ghe tidak mau. Ghe-Ghe tidak mau menikah dengan orang yang sudah tidur dengan Sisi berkali-kali!" teriak Gadis itu.

"Lancang, kamu! Berani-beraninya menghina putriku!" hardik Sharmila sambil bangun dari sofa. 

"Dia cuma iri, Ma. Karena Sisi yang lulusan D3 ini bisa bekerja di kantor, sedangkan dia cuma bisa bekerja di minimarket dengan ijazah SMA-nya. Setiap malam, dia pergi keluar dan pulang pagi. Kalau tidak jual diri, ya pasti pergi dengan teman laki-lakinya, Ma." Sisi memanas-manasi keadaan.

"Aku tidak seperti itu," sahut Gheisha menanggapi tuduhan Sisi.

"Oh, ya. Kalau begitu … pergi kemana sampai pagi begini," sindir Sisi.

"Bukan urusanmu," tukas Gadis itu dengan tatapan tajam menusuk ke wajah saudara tirinya.

"Tapi itu adalah urusanku! Kamu mempermalukan Mama dengan menjadi model majalah dewasa. Kamu juga selalu pulang pagi setiap hari. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nama baik keluarga adalah dengan menikah. Sebelum mereka semua tahu dengan kelakuanmu, sebaiknya kamu mengikuti saran Mama dan segera menikah," tandas Sharmila.

"Ch, menyelamatkan nama baik keluarga. Ghe-Ghe tidak berbuat hal buruk di luar, tapi Mama mengatakan Ghe-Ghe mempermalukan keluarga. Kenapa Sisi, dia yang jelas-jelas selalu menginap di hotel. Mama sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

"Ghe-Ghe tahu ... Ghe-Ghe hanya anak tiri. Tapi, selama ini Ghe-Ghe sudah berusaha sebaik mungkin untuk menunjukkan kepada Mama kalau … Ghe-Ghe sayang sama Mama. Kenapa, Mama, sama sekali tidak bisa menerima Ghe-Ghe? Kenapa, Ma?!" teriak Gadis itu. Ia menangis tersedu-sedu. 

Walaupun, ia selalu diperlakukan tidak adil. Namun, Gheisha menyayangi ibu tirinya. Hanya mereka yang dimiliki Gheisha saat ini. Sejak lama, ia memimpikan hidup tenang dan bahagia bersama mereka. Akan tetapi, itu semua hanyalah mimpi. Mimpi yang tidak akan terwujud dalam hidupnya.

====BERSAMBUNG====