Tok! Tok! Tok!
Gheisha tidak mau membuka pintu. Gadis itu menangis dengan membenamkan wajahnya di bantal. Sekuat apapun ia berusaha mengubah perasaan ibu tiri terhadapnya, tapi semua tidak berguna.
Suara ketukan pintu terus terdengar. Namun, Gheisha memilih menutup rapat telinganya. Ia tahu, itu pasti Johan. Karena, hanya dialah yang begitu peduli padanya di rumah itu.
"Kak! Jo tahu, Kakak pasti dengar. Jo cuma mau bilang, Kakak harus tetap bertahan di rumah ini, karena Jo akan ikut pergi kalau, Kak Ghe-Ghe pergi."
Setelah mengucapkan itu, Johan kembali ke kamarnya. Suasana menjadi sunyi. Sharmila dan Sisi sudah tidur. Hanya dirinya yang tidak dapat memejamkan mata. Ia mengambil cek yang diberikan Sammy tadi siang.
"Dua puluh juta … tinggal tiga puluh juta lagi. Waktunya tinggal sebulan. Jika dalam bulan ini, aku tidak bisa melunasi sisanya, uang yang sudah kuberikan ke agen real estate itu bisa hangus. Hah, aku benar-benar bingung," keluh Gadis itu.
Ting!
Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel Gheisha. Dia belum mengganti nomor teleponnya. Gadis itu memiliki dua nomor di ponselnya. Satu kartu, digunakan untuk pekerjaan, sedangkan yang satu lagi untuk keluarga dan sahabat.
Saat Gheisha bekerja, dari jam sebelas siang sampai jam satu dini hari sepulang dari klub, ia memakai nomor khusus untuk pekerjaan. Sampai di rumah, ia akan segera mengalihkan nomor ponselnya ke nomor yang satunya.
Ia sampai lupa mengalihkan nomor ponselnya karena bertengkar dengan ibu tirinya. Aryk yang sudah menyimpan nomor gadis itu, tiba-tiba mengirimkan pesan singkat. Gheisha meraba nakas dan meraih ponselnya.
Dengan mata sembab, ia membaca pesan yang dikirimkan oleh nomor yang beri nama ID 'Fans resek'. Ia menyeka sisa air mata yang masih menetes di sudut matanya. Gadis itu mengernyitkan dahinya saat membaca isi pesan itu.
"Cobalah membuat akun sosial media! Bagikan semua kegiatan harianmu denganku. Aku ingin melihatmu setiap waktu." Isi pesan itu membuat Gheisha bimbang. "Apa pentingnya membagikan kegiatanku dengan orang lain? Memangnya dengan membagikan itu, mereka akan datang membantuku," gerutu Gheisha. Ia membalas pesan dari Aryk.
"Tidak! Terima kasih," tulisnya sambil beranjak bangun dan mematikan lampu kamar. Ia sudah lelah dan ingin beristirahat.
Ting!
"Apa lagi, sih? Dasar fans kurang kerjaan," umpat Gadis itu. Ia membacanya dengan suara pelan. Isi pesan itu, "apa kau sudah ingin tidur? Kau ... sudah mematikan lampu, padahal aku masih di depan rumahmu." Gheisha melempar ponselnya ke tengah ranjang sebelum menyadari kalimat terakhir di pesan itu.
"Hah! Di depan rumah!" pekik Gheisha. Ia segera menyingkap tirai jendela kamarnya. Pria itu melambaikan tangannya. Ia benar-benar ada di sana. Ponsel Gheisha berdering.
"Halo." Aryk menyapa dari telepon sambil tersenyum menatap gadis yang berdiri di dekat jendela kamar.
"Kenapa belum pulang?" tanya Gadis itu.
"Baru mau pulang. Tadi, lampu kamarmu masih menyala. Aku khawatir kalau kau benar-benar diusir dari rumah. Jadi, aku menunggumu di sini. Karena kamu sudah mau tidur, aku akan pulang. Selamat malam, pacarku," ucap Aryk. Ia mengecup layar ponsel sambil melirik gadis itu.
Deg!
Gadis itu berdebar-debar melihat Aryk mengecup ponselnya sendiri. Yang dikecup ponsel, tapi yang salah tingkah justru Gheisha. Tentu saja, karena yang dibayangkan oleh Aryk memang gadis yang wajahnya sedang bersemu merah itu.
"Kau tidak menjawab?"
"Men-menjawab apa?" tanya Gheisha dengan suara bergetar.
"Apa saja."
"Em … selamat pagi."
"Hanya itu?"
"Selamat pagi, Pacar," ucap Gheisha. Ia menutup panggilan telepon dari Aryk lalu menutup tirai kamarnya. Ia melemparkan tubuhnya ke tengah ranjang, menenggelamkan wajahnya yang bersemu merah di atas bantal.
Aryk mengulum senyum paling manis. Ia merasa sangat bahagia saat gadis itu mengakuinya sebagai pacar. Ia pulang dengan hati berbunga-bunga.
***
Pagi ini, Gheisha malas untuk memasak. Ia masih berbaring di kamarnya. Terdengar suara deru mesin motor milik Johan yang semakin menjauh.
Johan pergi tanpa sarapan terlebih dulu. Koki satu-satunya yang biasa memasak untuk mereka, masih meringkuk malas di ranjangnya. Johan tahu perasaan kakaknya saat ini sedang tidak baik. Ia memilih untuk sarapan di sekolh saja, daripada ia harus mengganggu kakak tersayangnya itu.
"Gheisha!" panggil Sharmila. Ia dan Sisi sudah rapi dan bersiap untuk sarapan. Namun, tidak ada makanan apa pun di atas meja makan.
"Dia pasti sedang malas-malasan di kamar, Ma. Marahi saja!" seru Sisi. Ia sangat suka jika ibunya memarahi Gheisha.
Dengan langkah panjang dan lebar, Sharmila pergi ke lantai atas untuk mencari Gheisha. Ia juga ingin menanyakan apakah Gadis itu bersedia menikah dengan bosnya Sisi di kantor. Ia tidak memberikan pilihan lain untuk Gheisha, karena itulah ia yakin kalau gadis itu pasti akan menerima tawarannya.
Tok! Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!
Ia mendengar suara ketukan pintu itu. Namun, ia sangat lelah untuk bertengkar dengan mereka. Gheisha bangun dan duduk bersandar di kepala ranjang. Ia mengambil potret ia dan ibunya.
"Mah … Ghe-Ghe lelah, Mah." Gheisha mendekap bingkai foto itu dan menghela napas berat.
"Gheisha! Buka!" teriak Sharmila.
Dengan langkah berat, ia menuju pintu lalu membukanya. Tatapan Sisi sangat membuat Gheisha kesal. Seolah tatapan itu mengejek keadaan Gheisha saat ini.
"Kenapa kamu tidak pergi membuat sarapan?" tanya Sharmila sambil berkacak pinggang.
"Malas," jawabnya dengan cuek.
"Besok, kamu temui bosnya Sisi di klub malam Sun. Berkenalan dulu dengannya. Setelah itu, Mama akan menyiapkan pesta pernikahan untuk kalian," ucap Sharmila.
"Ghe-Ghe sudah bilang tidak mau, Ma. Sampai kapanpun, Ghe-Ghe tidak mau. Apalagi dia sudah memiliki anak istri," tegas Gheisha.
"Kamu …!" tunjuk Sharmila sambil menggertakan gigi. Ia hampir menampar Gheisha. Namun, Sisi berpura-pura membela Gheisha.
"Ma! Jangan pukul Ghe-Ghe. Kasihan 'kan. Mama mau pergi ke rumah Tante Ani 'kan? Sisi antar Mama kesana," ucap Sisi. Ia menarik ibunya pergi dari kamar gadis itu.
'Dia pikir, aku akan tersentuh gitu karena dia membantuku. Memangnya aku tidak tahu. Dari matamu saja, aku sudah melihat bahwa kau sedang merencanakan sesuatu.'
Gheisha melirik jam dinding. Masih pagi. Karena ia malas untuk memasak, Gheisha kembali berbaring. Memainkan game di ponselnya. Tiba-tiba ia ingat dengan permintaan Aryk.
Gheisha membuat akun sosial media di tiga aplikasi berbeda. Aplikasi yang sudah dipakai hampir semua orang di seluruh penjuru dunia. Di aplikasi berwarna hijau, ia memasukkan nama Aryk dengan nama yang sama seperti di kontak telepon.
"Fans resek." Ia mengetik nam itu lalu menyimpannya di akun sosial media berwarna hijau. "Oke, sudah selesai," gumamnya.
Di aplikasi dengan logo berwarna biru dan putih, ia membagikan cerita pertamanya. Ia membuat foto selfie di dekat jendela lalu membagikannya di postingan publik. Wajah putih yang tersorot sinar mentari pagi, membuat ia terlihat cantik, meski baru bangun tidur.
Dalam waktu sekejap, ponselnya terus berbunyi. Ada yang mengirim pertemanan, ada yang memberikan like, ada juga yang memberikan komen. Salah satu akun yang memberikan komen itu mengenali Gheisha sebagai model yang berpasangan dengan Sammy belum lama ini.
Gheisha sudah menjawab kalau mereka salah orang. Namun, mereka adalah penggemar Sammy Orlan. Ada yang mendukung Gheisha dan Sammy untuk menjalin hubungan. Ada pula yang menolak dan mengatakan Gheisha tidak pantas untuk Sammy.
"Memangnya siapa yang mau dengan model mesum itu?" Gheisha melempar ponselnya ke ranjang. "Lebih baik, aku mandi dan membuat sarapan. Menyebalkan sekali mereka itu," gerutu Gheisha. Alasan ia tidak mau membuat akun, karena banyak sekali yang menjadi korban sosmed. Kini, ia menjadi salah satunya.
Gara-gara komentar miring di postingan pertamanya, ia menjadi semakin tidak bersemangat. Setelah mandi, ia memesan makanan di resto. Sambil menunggu jam berangkat kerja, ia menonton televisi.
====BERSAMBUNG====