Waktu terasa cepat berlalu. Memainkan musik selama tiga jam di atas panggung, kini tidak lagi membuat Gheisha merasa lelah. Mungkin itulah yang dikatakan sebagian orang, cinta dapat memberikan sebuah kekuatan yang luar biasa.
Gheisha mungkin belum mengakui perasaannya. Ia masih merasa ragu. Gadis itu takut, jika perasaan Aryk padanya tidak tulus. Pria itu memang sudah menyatakan cinta, tapi Gheisha belum percaya. Ia takut, hubungan mereka hanya terjadi di atas taruhan saja. Tidak ada cinta tulus yang mengisi hati Aryk.
'Aku mulai jatuh cinta padanya. Apakah … perasaannya tulus padaku? Haruskah, aku memastikannya?' Gheisha melamun di ruang ganti. Ia membuka loker dan mengambil tasnya.
Di dalam loker, ada sebuah catatan kecil. Di tepi kertas itu ada inisial 'AS'. Gheisha tersenyum, ia mengetahui pemilik inisial itu.
"Untuk apa mengirim catatan seperti ini lagi. Dasar aneh," gumam Gheisha sambil tersenyum. Ia membuka catatan itu.
*Kekasihku.
Karena kau sudah jadi pasanganku, bagaimana kalau aku meminta kamu untuk memakai cincin dan gelang itu. Kau ingat 'kan dengan kedua barang yang aku maksud? Besok, kau harus memakainya.*
"Pemaksa," gerutu Gadis itu.
Grep!
"Tapi kau suka 'kan?" tanya Aryk. Ia memeluk Gheisha dari belakang.
Jantungnya seolah hendak melompat keluar saat pria itu tiba-tiba memeluknya. Debaran di dadanya sangat cepat. Ia tidak bisa mengendalikan perasaannya.
"Ini ruang ganti wanita. Kenapa kamu masuk kesini?" tanya Gheisha. Ia melepaskan tangan Aryk dan berbalik menatap pria itu.
"Kau tidak suka melihatku?"
"Bu-Bukan begitu, aku hanya takut … mereka masuk," kilah Gadis itu. Ia bersandar di loker dengan pandangan menunduk. Entah kenapa, ia sangat gugup saat menatap kedua mata tegas itu.
Aryk menyentuh dagu gadis itu, menengadahkan wajah Gheisha agar memandangnya. Ia maju dua langkah, merapatkan tubuhnya dengan gadis itu. Kedua pasang mata itu beradu, menciptakan desiran-desiran halus yang menggelitik hati kedua insan berbeda jenis itu.
"Tidak akan ada yang masuk sebelum aku keluar dari ruangan ini." Aryk berbisik di depan wajah Gheisha.
"Em, kalau begitu … sebaiknya cepat keluar," ucap Gheisha. Ia memalingkan wajahnya. Jarak mereka terlalu dekat, ia merasa sesak karena menahan debaran di dadanya.
"Tatap aku, Ghe!" bisik Aryk di dekat telinga kekasihnya.
Gheisha masih tidak mau menatap Aryk. Pria itu menangkup wajah Gheisha dengan kedua tangannya, lalu mengecup bibir berwarna peach itu sekilas. Jika topeng itu tidak menutupi wajahnya, Aryk mungkin akan tersenyum melihat gadis itu bersemu merah.
"Aku ingin tahu perasaanmu padaku, Ghe. Apa kau mencintaiku, tidak, maksudku menyukai … apa kau menyukaiku?' tanya Aryk dengan gugup. Ia sadar, Gheisha menerimanya karena taruhan mereka. Namun, sebelum mereka bertaruh pun, Aryk memang sudah jatuh cinta kepadanya. Ia ingin, Gadis itu juga merasakan hal yang sama dengannya.
"Aku tidak yakin dengan perasaanku, Aryk. Aku takut, kau hanya tertarik sesaat saja padaku. Kau hanya penasaran karena aku menutup wajahku dengan topeng. Kau hanya ingin melihat wajah di balik topeng itu. Kau tidak benar-benar jatuh cinta pada …."
Aryk membungkam mulut Gheisha karena terlalu banyak bicara. Ia membungkam gadis itu dengan kecupan. Aryk mengecup bibirnya dengan lembut, menumpahkan semua perasaannya dalam kecupan itu. Kali ini, tidak hanya sekilas.
Gheisha mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh. Matanya terbuka lebar, menatap pria yang terpejam, dan meresapi kecupannya sendiri. Gheisha belum berani membalas kecupan itu.
Perlahan-lahan kedua matanya terpejam. Ia membuka kepalan tangannya, mengangkat kedua tangan itu, lalu melingkarkannya di leher Aryk. Gheisha membuka mulutnya. Perlahan, tapi pasti, keduanya saling berpagut mesra.
Aryk menurunkan tangannya, lalu menarik pinggang Gheisha. Memeluk gadis itu agar semakin merapat dengannya. Kedua bibir basah itu bertemu tanpa paksaan untuk pertama kalinya. Ya. Ini pertama kalinya, Gheisha membalas kecupan Aryk.
"Hei! Memangnya ada siapa di dalam? Kenapa aku tidak boleh masuk?'
Mereka terbelalak saat mendengar suara wanita mabuk yang mengamuk di depan pintu ruang ganti. Gheisha melepaskan tautan bibir mereka, lalu mendorong tubuh Aryk dengan lembut. Ia memalingkan wajahnya karena malu. Itu adalah pengalaman pertama Gheisha berciuman dengan pria. Walaupun, Aryk pernah mengecupnya, tapi ia tidak menikmati atau membalasnya.
"Kita pulang sekarang," ajak Aryk. Ia menggenggam tangan gadis itu dan membawanya keluar dari sana.
"Wah! Kalian berdua saja di dalam. Kenapa tidak mengajakku? Kita bisa main threesome, haha," racau wanita mabuk itu saat melihat Aryk keluar bergandengan tangan dengan Geisha.
"Hah!'' Gheisha memekik sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. Wanita mabuk itu mengira mereka melakukan hubungan intim di dalam ruang ganti.
Melihat reaksi gadis itu, Aryk tidak tahan untuk menggodanya. "Ekhem! Memangnya mengerti maksud wanita itu?"
Pertanyaan Aryk sukses membuat Gheisha membatu. Gadis itu masih sangat polos. Ia mengerti istilah itu, karena pernah tidak sengaja mendengar dua orang pria membahas hal itu saat belanja di minimarket.
"Ti … tentu saja, tidak." Gheisha menepis tangan Aryk dan melangkah cepat meninggalkan klub. Ia menunggu Aryk di parkiran. Kedua tangannya melakukan gerakan mengipasi wajah. "Hah, kenapa panas sekali," gumamnya.
Aryk keluar dan segera mengantarkan Gheisha pulang ke rumahnya. Ia takut, ibu tiri dari kekasihnya itu memarahi Gheisha lagi. Apalagi, Gheisha cerita padanya tentang ibu tiri dan saudara tirinya. Mereka selalu menindas Gheisha.
***
"Terima kasih, sudah mengantarku sampai di rumah. Maaf, aku tidak bisa membawa kamu masuk," ucap Gadis itu.
"Tidak apa-apa. Aku sudah bahagia mendapatkan balasan cinta darimu. Suatu saat nanti, aku akan masuk ke rumah itu sebagai suamimu," balas Aryk.
Gheisha tersenyum. Percaya diri sekali, pikir gadis itu. Ia melihat kepergian Aryk, setelah pria itu menghilang di tikungan, Gheisha masuk ke gerbang rumah. Ia melangkah sambil tersenyum bahagia. Gadis itu baru saja memiliki pacar.
Mereka resmi jadian untuk kedua kalinya. Yang pertama, mereka anggap itu tidak dihitung. Hari ini, Aryk meresmikan hubungan pacaran mereka sebagai sepasang kekasih. Bukan karena taruhan, tapi karena cinta.
Ceklek!
PLAKK!
Sharmila membuka pintu. Tanpa banyak bicara, ia langsung menampar Gheisha. Kerasnya tamparan itu, membuat Gadis itu terjatuh. Sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah segar.
"Berani-beraninya kamu tidak datang menemui Pak Darwis. Mama sudah bilang, kamu harus menemuinya malam ini. tapi kamu malah pulang pagi bersama laki-laki." Sharmila memarahi Gheisha yang ketahuan pulang diantar oleh seorang pria.
"Chh. Apa Ghe-Ghe menyetujui perintah, Mama? Tidak 'kan?" Gheisha membela diri.
"Temui dia besok! Mau atau tidak, terserah padamu. Tapi, kau akan kehilangan ini, jika kau menolak." Sharmila menunjukkan sebuah foto usang. Seorang wanita, memangku seorang bayi.
"Tidak! Jangan rusak itu, Ma. Itu satu-satunya yang Ghe-Ghe punya. Hiks," hiba gadis itu. Foto itu diambil saat ibunya baru saja melahirkan dirinya ke dunia. Sehari setelah melahirkan, ia meninggal. Semua foto ibunya sudah dibakar oleh Sharmila ketika dia baru datang ke rumah itu. Tersisa satu foto yang saat ini dipegang oleh wanita itu.
"Temui Bos Darwis, maka foto ini akan aman!" ancam Sharmila. Ia masuk ke kamar setelah mengancam Gheisha. Senyum kemenangan terukir di bibirnya. Ia telah menemukan kelemahan gadis itu. Kedepannya, ia akan lebih mudah mengendalikan Gheisha.
====BERSAMBUNG====