Chereads / Dandelion Finds Love / Chapter 5 - Kehilangan jejak

Chapter 5 - Kehilangan jejak

*Tidak ada sesuatu yang diberikan seorang pria pada wanita dengan cuma-cuma. Ada dua hal yang memungkinkan seorang pria memberi sesuatu pada wanita. Pertama, tertarik karena cinta atau tertarik untuk mempermainkan*

Gheisha memang masih polos dalam membaca karakter laki-laki. Ia hanya berpikir bahwa cincin yang diberikan penggemarnya itu adalah murni sebuah hadiah.

Di meja paling sudut terlihat seorang laki-laki yang tidak henti menarik senyum simpul. Ia datang ke klub setiap malam hanya untuk melihat penampilan Gheisha. Ia selalu datang seorang diri. Sejak pertama kali melihat penampilan Gheisha di belakang CDJ sebulan lalu, ia sudah sangat tertarik. Sebulan lamanya dia mencoba berkenalan dengan Gheisha saat Gheisha hendak pulang.

Laki-laki itu sangat penasaran dan ingin melihat, seperti apa wajah DJ Dandelion yang sangat terkenal di klub malam itu. Setiap kali Gheisha turun dari panggung, laki-laki itu akan mengikutinya. Namun, ia selalu kehilangan jejak Gheisha. Hari ini sebulan tepat ia datang ke klub. Ia menitipkan sebuah cincin pada Hendry, seorang bartender.

"Kali ini aku pasti bisa menangkapmu, Dandelion," ucap pria itu sambil tersenyum menatap Gheisha yang sedang melompat-lompat pelan. Permainan house musik yang diputar itu begitu mengasyikan. Terlihat semua pengunjung banyak yang menari di bawah kerlap-kerlip lampu disco.

"Mas! Naksir ya sama Dande?" tanya Hendry di balik meja bar.

"Aku tertarik dengan DJ misterius yang katanya tidak pernah menampakkan wajahnya. Apa dia benar-benar tidak pernah membuka topeng?" tanya pria itu.

"Benar. Dia tidak pernah melepas topeng, alamat rumah pun tidak ada. Kami hanya mengenalnya di dalam klub malam. Saat di luar klub, tidak ada yang tahu seperti apa dirinya atau di mana rumahnya," jawab Hendry.

Mendengar penuturan Hendry, rasa penasaran pria itu semakin tinggi. Dia tidak pernah merasa tertarik dengan wanita, apalagi wanita yang berperilaku genit dan centil. 

Malam semakin merangkak naik. Jam dua belas lebih tiga puluh menit. Pria itu sudah bersiap-siap menunggu Gheisha turun dari panggung. Di samping pria itu sudah berdiri DJ laki-laki yang akan menggantikan Gheisha. Dengan hati yang berdebar dan rasa gugup yang tidak bisa dikendalikan, pria itu sedang merangkai kata-kata di dalam pikirannya. Saking seriusnya memikirkan kata-kata perkenalan yang akan diucapkan, ia sampai tidak menyadari saat Gheisha sudah turun dan melewatinya. Karena pria itu berpikir sambil memejamkan mata.

Gheisha pergi ke toilet umum dalam klub dan merias wajahnya sejelek mungkin. Ia menaruh topeng dan cincinnya di dalam tas. Gheisha tidak mau mengundang kejahatan dengan paras cantik dan perhiasan. Karena itu Gheisha selalu mendandani wajahnya dengan make up asal-asalan dan mengepang rambut indahnya. Tidak lupa Gheisha juga memakai kacamata super tebal sebagai pelengkap penyamarannya. Selesai berdandan, Gheisha pun keluar dari klub malam.

Pria pengagum Gheisha itu segera berlari saat terhenyak dari lamunannya. Ia berlari karena melihat Gheisha sudah tidak ada di atas panggung. Pria itu berlari keluar dari klub, tetapi dia hanya menemukan Gheisha yang berdiri menunggu taksi online yang dipesannya. Pria itu menatap Gheisha yang memakai celana longgar berwarna hitam dan sweater abu-abu lusuh. Wajah jeleknya membuat pria itu berpikir tidak mungkin kalau Gheisha adalah gadis yang dicari olehnya. Ia mencoba mendekati Gheisha dan bertanya.

"Maaf, Nona, boleh saya bertanya?" 

"Silakan!" jawab Gheisha pelan. Ia tidak tersenyum dan terlihat waspada.

"Apa Nona melihat seorang gadis keluar dari dalam klub dengan memakai topeng?" tanya pria itu.

"Pria ini mencariku? Ada apa?" Gheisha bertanya-tanya dalam hati. 

"Hei! Nona! Apa kau mendengarku?" tanya pria itu.

"Oh, saya tidak melihat, Mas. Maaf, saya permisi," ucap Gheisha. 

Untung saja taksi pesanannya datang tepat waktu. Gheisha sangat khawatir pria itu melihat kegugupannya. Gheisha bukannya takut jika pria itu berbuat macam-macam, tapi Gheisha takut identitasnya sebagai DJ Dandelion terbongkar. Ia masih memerlukan beberapa juta lagi sampai uangnya terkumpul untuk membeli rumah. Sebelum semua itu menjadi kenyataan. Gheisha masih harus bekerja disana. 

Klub malam bukanlah tempat yang aman untuk wanita baik seperti Gheisha. Karena keinginannya mengumpulkan uanglah yang membuat Gheisha terpaksa bekerja di sana. Jika hanya satu lawan satu, Gheisha bisa melawannya. Ilmu bela diri tinju bebas dan sedikit silat yang diajarkan Gery sudah cukup dikuasainya. Jadi, jika hanya melawan seorang pria hidung belang itu masalah kecil bagi Gheisha. 

"Kenapa aku merasa familiar dengan wajah pria tadi? Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana?" Sepanjang perjalanan pulang, Gheisha terus melamun memikirkan pria tadi. Sampai taksi yang ditumpanginya berhenti di depan gerbang rumahnya, barulah Gheisha tersadar dari lamunannya.

"Kita sudah sampai, Nona," ucap sopir taksi.

"Oh, iya. Terima kasih, Pak." 

"Jangan lupa berikan bintang lima ya, Nona!" ucap sopir taksi itu kembali.

Gheisha hanya memamerkan senyum manisnya. Setelah turun dari taksi dan taksi itu melaju pergi, Gheisha menarik napas panjang beberapa kali sebelum masuk ke dalam gerbang.

Tadi pagi Gheisha sudah membuat kesal ibu dan saudara tirinya. Kini dia harus menebalkan telinganya untuk menerima omelan dari ibu tirinya. 

Ceklek!

Saat mendengar suara pintu dibuka, Gheisha sudah memejamkan matanya. Bukan karena takut, tapi karena malas. Ia sudah sangat lelah dan ingin segera tidur dan beristirahat. Namun, setelah beberapa menit Gheisha memejamkan mata ternyata tidak ada suara apapun. Tidak ada makian dan ocehan pedas yang biasanya terdengar. Perlahan Gheisha mengintip dengan sebelah matanya.

"Johan! Hufh! Aku pikir ibu tadi," ucap Gheisha sambil menghela napas lega. 

"Ibu sudah tidur sejak sore. Setelah bertengkar dengan Kak Ghe-Ghe tadi pagi, ibu langsung pergi berbelanja. Stress katanya," ucap Johan sambil tersenyum manis.

"Syukurlah. Kakak sangat lelah dan malas mendengar ocehan ibu. Kakak ke kamar dulu," ucap Gheisha. Ia melangkah lesu menuju kamarnya. Hari ini benar-benar melelahkan baginya. Sejak pagi dia sudah pergi dari rumah karena bertengkar dengan Sisi dan ibu tirinya. Sebelum Gheisha sempat menutup pintu kamarnya, Johan menahan pintunya.

"Kak, sebenarnya Kakak kemana? Setiap hari pulang jam dua dini hari. Ibu mungkin tidak peduli meskipun Kakak tidak pulang. Tapi, Johan ingin tahu."

"Masuklah! Kakak akan ceritakan padamu, tapi janji jangan beritahu ibu dan Sisi!" Gheisha percaya kalau Johan tidak akan memberitahukan kepada mereka. Selama ini, Johanlah yang membuat Gheisha merasa masih punya keluarga. Hanya Johan yang peduli dan sayang pada Gheisha dengan tulus. Sementara Sharmila dan Sisi, mereka hanya bersikap baik saat ada pengacara yang menjenguk Gheisha. Pengacara itu ingin memastikan keadaan Gheisha selama tinggal bersama ibu tirinya setelah Ikmal meninggal.