Chereads / Dandelion Finds Love / Chapter 9 - Pesan dari penggemar

Chapter 9 - Pesan dari penggemar

Tok! Tok! Tok!

"Kak, Kak Ghe Ghe. Makan siang, yuk! Johan udah masak lho," ucapnya sambil mengetuk pintu kamar Gheisha.

Entah kenapa, setiap kali Gheisha menangis, ia pasti akan tertidur. Mendengar suara Johan, perlahan mata Gheisha membuka. Ia bangun dan melirik jam dinding.

"Iya, Jo," sahut Gheisha.

"Jo tunggu di bawah, ya, Kak."

"Oke. Kakak mau mandi dulu."

Gheisha pergi ke kamar mandi sambil meringis menahan rasa sakit di pergelangan kakinya. Dia sudah tidak bekerja kemarin. Hari ini, Gheisha akan tetap pergi bekerja. Walaupun, ia harus melangkah perlahan-lahan.

Selesai mandi dan mengganti baju, Gheisha duduk di tepi ranjang. Ia mengambil ponsel dan mengaktifkan kembali SIM satu. Sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.

"Dari siapa? Oh, mungkin penggemarku di klub. Coba aku lihat pesannya," gumam Gheisha.

'Aku meneleponmu tadi pagi, tapi kamu tidak mengangkat telepon dariku. Apa kamu sudah sehat? Aku dengar kamu sakit. Lekas sembuh, ya. Aku sangat kesepian karena semalam tidak melihatmu. Dari penggemarmu, A.S.'

"A.S, aku sudah membaik. Nanti malam, aku kembali bekerja. Terima kasih atas hadiahnya. Aku menyukainya," jawab Gheisha. Ia mengirim pesan itu setelah selesai mengetik.

Gheisha tersenyum sambil memeluk ponselnya. Ini pertama kalinya Gheisha mendapat perhatian dari orang lain, selain Gery dan Nanda tentunya.

"Seperti apa, ya, orang yang berinisial A.S ini? Dia sangat perhatian," gumam Gheisha.

"Kak!" seru Johan dari arah dapur.

"Iya." Gheisha segera melangkah keluar. Ia melilitkan kain syal di kakinya, berharap syal itu bisa membantu kakinya agar tidak terlalu sakit saat berjalan. Tiba di dapur, hanya ada Johan di meja makan.

"Ayo makan, Kak. Kak Ghe Ghe harus banyak makan, supaya cepat sehat," ucap sang adik perhatian.

"Kakak cuma terkilir, Jo. Kakak sehat, cuma kakinya sakit," jawab Gheisha.

"Sama saja, intinya Kakak sedang sakit," balas Johan. Dengan penuh perhatian, Johan mengambilkan makanan untuk Gheisha.

"Terima kasih," ucap Gheisha sambil menerima piring yang sudah diisi makanan. "Banyak sekali. Apa kamu pikir, kakakmu ini kucing rakus," sungut Gheisha.

"Tentu tidak. Kakakku lebih imut, lebih manis, lebih cantik dari kucing tetangga, hahaha."

Gheisha semakin merengut. Mereka berdua selalu bercanda akrab. Berbeda dengan hubungan Sisi dan Johan. Meskipun mereka satu ibu, tetapi Sisi tidak mau dekat dengan Johan.

"Oh, iya, Jo. Kakak minta tolong, ya."

"Tolong apa, Kak?"

"Tolong antar Kakak ke supermarket," jawab Gheisha sambil mengambil gelas dan meminum air putih itu sampai habis setengah.

"Kakak masih sakit, kenapa harus pergi bekerja?"

"Jo. Ya, antar Kakak, jangan banyak protes," ujar Gheisha.

"Oke. Jam berapa pulangnya? Nanti biar Jo jemput pulangnya," ucap Johan cemas. Ia sangat khawatir dengan keadaan Gheisha. Kakaknya itu harus berjuang mencari nafkah sendiri untuk hidupnya, padahal seharusnya Gheisha melanjutkan sekolah.

"Sehabis dari supermarket, Kakak akan pergi bekerja di klub. Nanti diantar Yani. Kamu jangan keluyuran malam, mengerti! Awas saja kalau memaksa menjemput Kakak!" ancam Gheisha.

Johan diam saja. Ia tidak mengiakan ucapan Gheisha. Johan sudah berencana untuk menjemput Gheisha nanti malam, meski ia akan mendapat omelan dari kakaknya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi Gheisha mulai saat ini dan seterusnya.

Selesai makan siang, Gheisha diantar ke supermarket. Ia terlambat dua jam, tetapi Yani tidak marah sedikit pun. Yani justru khawatir karena Gheisha tetap bekerja dengan kaki kesakitan seperti itu.

"Kak Yani, titip Kak Ghe Ghe, ya. Jo pulang dulu," pamit Jo.

"Iya, sip. Hati-hati di jalan," sahut Yani.

***

"Kamu yakin, Ghe?"

"Kenapa, sih, Yan? Aku gak apa-apa, kok. Jangan khawatir," jawabnya sambil mengganti baju di ruang loker.

"Tapi, kaki kamu masih pincang begitu. Sedangkan kalau kamu lagi di atas panggung, kamu pasti lompat-lompat," gerutu Yani.

"Tidak harus. Yang penting mereka suka lagunya, mereka tidak peduli aku ikut menari atau tidak," timpal Gheisha.

Yani sudah tidak bisa berkata apa-apa. Ia melaju, mengantarkan Gheisha ke klub malam. Malam ini, Gheisha memiliki janji bertemu A.S. Hatinya gugup, berdebar-debar tidak menentu.

Sebelum Gheisha masuk ke dalam klub, Yani kembali memastikan keadaan Gheisha. "Ghe, yakin, nih?"

"Iya. Bawel, ah. Udah, pulang sana!" Gheisha mendorong motor milik Yani pelan, hanya supaya sahabatnya itu segera pergi.

Yani menyalakan mesin motornya dan pergi. Meskipun, hati Yani merasa tidak tenang. Namun, ia tidak bisa memaksa Gheisha untuk pulang. Ia tahu betapa keras kepalanya Gheisha. Gadis itu tidak akan mengubah pendiriannya.

Gheisha menarik napas dalam-dalam sebelum masuk ke dalam. Rasa sakit seperti ditusuk-tusuk membuat Gheisha sesekali meringis. Saat ia tiba di depan meja bar, ia menyapa Hendry.

"Hai, Hen."

"Dande! Bukannya sedang sakit? Kenapa masuk kerja?" tanya Hendry. Ia teman kerja paling akrab dengan Gheisha.

"Aku baik-baik saja." Gheisha berdiri sejenak untuk mengistirahatkan kakinya. Jalan beberapa lagkah saja sangat menyiksa bagi Gheisha. Namun, ia harus bekerja untuk menambah isi buku tabungannya.

"Ada beberapa surat di loker, kamu cek dulu sana!" seru Hendry.

"Oke. Terima kasih," ucapnya. Ia kembali melangkah pelan. Sampai di ruang loker, ia membuka lokernya. Ada sebuah bingkisan kotak berwarna ungu muda. "Hadiah lagi?" batin Gheisha.

'Aku ada pekerjaan. jadi, aku akan sedikit terlambat bertemu denganmu. Jam berapa kamu pulang? Bisa kirim pesan padaku? Supaya kita bisa bertemu setelah pekerjaanmu selesai.' Isi bingkisan itu adalah gelang manik-manik cantik berwarna hijau transparan dan sebuah surat.

"Jadi, dia belum datang. Syukurlah. Aku bisa bekerja dengan nyaman. Semoga saja, kita bisa bertemu, A.S," gumam Gheisha.

***

"Ghe! Ghe Ghe! Bikinin nasi goreng," perintah Sisi. Ia baru pulang setelah dua hari tidak pulang ke rumah.

"Kak Ghe Ghe tidak ada," jawab Johan yang belum tidur. Sudah jam sebelas malam, tapi Johan sengaja tidak tidur karena ingin menjemput Gheisha dari klub. Ia sudah bertanya pada Yani, klub di mana GHeisha bekerja. Ia khawatir karena untuk melangkah saja, kakaknya itu masih kesakitan.

"Ke mana, sih? Heran, deh. Setiap hari pulang malam, kadang pagi," gerutu Sisi.

Suara Sisi membuat Sharmila terbangun. Ia menghampiri Sisi dan Johan di dapur. Sharmila menguap, ia sangat lelah setelah seharian berbelanja bersama teman-temannya.

"Ada apa, Sayang? Baru juga pulang. Kamu mau makan apa?" tanya Sharmila sambil memeluk putrinya. Dari mulut Sisi tercium bau alkohol yang menyengat. "Kamu minum-minum?"

"Sedikit, kok, Ma. Aku pengen makan nasi goreng," jawab Sisi sambil bersendawa. "Gheisha ke mana, Ma? Aku mau makan nasi goreng, hikk."

"Hah, gadis liar itu pasti sedang kelayapan. Sudah, biar Mama yang buatkan." Sharmila menggulung lengan piyama panjangnya. "Kamu, tidur sana!" seru Sharmila pada Johan.

Johan menuruti perintah ibunya. Ia masuk ke kamar, tapi tidak tidur. Ia duduk memainkan sebuah game dari ponselnya sambil menunggu jam satu dini hari. Gheisha biasa pulang di jam itu dan tiba di rumah jam dua dini hari. Sebelum Johan tahu kakaknya itu bekerja, ia tidak merasa khawatir. Johan pikir selama ini, kakaknya main bersama teman-temannya. Namun, ternyata Gheisha melakukan dua perkerjaan untuk menabung.