Detak jantung yang terpompa karena sesuatu yang dirasakan saat ini adalah hal yang baru bagi Zevanya semakin kencang.
'Oh Tuhan tolong redakan detak jantungku aku malu jika sampai terdengar oleh Mr. Arthur' Zevanya berkata dalam hati.
Nafas keduanya menderu dan saling beradu, namun yang mendominasi adalah detak jantung Zevanya, wajahnya memanas dan memerah karena hasrat yang baru dia rasakan.
Saat bibir Arthur terlepas mata keduanya bertemu dan saling mengunci 'Oh God dia sangat tampan dan mempesona' ujar Zevanya dalam hati masih dalam dekapan Arthur.
Mata tajam Arthur bagai tersihir oleh mata hitam kelam Zevanya yang indah memancarkan cahayanya.
Posisi mereka masih sama belum berubah dan tangan kanan Arthur yang menopang tengkuk Zevanya dan tangan kirinya memeluk pinggang ramping gadis cantik itu, dengan kecepatan diluar nalar bagi manusia biasa Artur membawa Zevanya kedalam sebuah ruangan yang gelap.
Ya seperti berteleportasi saja membuat Zevanya jadi terkejut, dan secara tiba tiba cahaya lampu pun menyala terang sehingga memperlihatkan semua isi ruangan tersebut.
"Beristirahatlah sampai hujan badai reda, kamu pasti lelah dan lapar aku akan membuatkanmu makanan, tunggulah disini !!!" Arthur melepas pelukannya dan beranjak pergi.
Zevanya hanya memberikan anggukan saja dan berjalan menuju ranjang yang tersedia disana.
Setelah itu Zevanya membaringkan tubuhnya dan berkata pada dirinya sendiri "Kenapa juga ada badai hari ini, lama lama aku bisa jantungan padahal ini baru hari pertama Aku bekerja.
Dan juga kapan hujan badai ini akan berhenti ?!" gumam Zevanya tak sadar terucapkan.
Di tempat Arthur dia mendengar setiap kata Zevanya dan dia merasakan kesunyiannya menghilang.
Dengan kecepatan tangannya dia memasakkan sesuatu makanan yang cukup lezat bagi manusia.
Arthur adalah sosok yang sempurna jika saja dia adalah manusia biasa, dia tampan, cerdas, jenius, pandai memasak, dan berolahraga.
Setelah selesai dengan secepat kilat dia sudah sampai di ruangan Zevanya, dan menghidangkan makanan diatas meja makan.
Dilihatnya Zevanya sudah terlelap dengan posisi miring, Arthur mengambil sebuah selimut dan menyelimutinya dengan pelan agar tidak terbangun.
Di kecupnya kening Zevanya sebelum pergi menjauh darinya, Arthur tidak mau lepas dari kendali dirinya bagai manapun dia adalah predator musuh manusia.
Arthur kembali kemejanya dan duduk sambil menyilangkan kakinya, dia berfikir 'Seharusnya Aku tidak menerimanya di sini, jika tidak disaat aku merasakan dahaga dia bisa dalam bahaya'.
Waktu terus berlalu dan malam semakin larut, badai masih bergemuruh menghujani negara E dengan air dan angin yang tiada henti.
Zevanya mulai membuka matanya dan dilihatnya langit langit yang tampak berbeda dengan sebelumnya, dia melihat sekeliling dan bertanya "sebenarnya aku ada dimana? dan kenapa aku berada di atas kasur?".
Mendengar pertanyaan Zevanya Arthur mendekatinya dan menjawabnya " Kamu masih di kantor dan ini tempan istirahat pribadiku, tadi kamu tertidur di sofa dan aku memindahkanmu kemari".
Arthur mengajak Zevanya duduk di sebuah meja yang di atasnya sudah tersedia beberapa macam makanan.
"Emm... makanlah kamu pasti lapar sekali karena dari siang belum makan" Arthur memberikan perintahnya.
"Terima kasih Tuan...atas perhatiannya, itu juga karena banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan, makanya Saya sampai lupa untuk makan siang" jawab Zevanya.
zevanya memakan makanan yang ada di depannya dengan lahapnya dan tanpa banyak bicara semua makanan sudah habis di lahapnya.
"Ahh... maaf Tuan Saya telah menghabiskan makanannya tanpa bertanya pada Tuan terlebih dahulu??!" Kata Zevanya dengan sedikit malu karena sudah menghabiskan makanan tersebut.
"Tak apa memang itu untukmu Aku sudah makan tadi saat kamu masih tidur" jawab Arthur.
"Emmm sekarang sudah jam berapa ya Tuan?" Zevanya melihat keluar melalui kaca cendela di ruangan itu tampak di luar sangat gelap dan hujan angin masih berkecamuk.
"Ini masih pukul 22.00 malam, sepertinya kita akan terjebak di kantor ini karena badai masih mengamuk" Arthur memberitahukan.
"Apa di kantor ini masih ada orang lain lagi selain kita?" Zevanya bertanya tampak kahwatir dan was was.
"Jika Aku perkirakan saat ini hanya tinggal kita berdua saja disini" jawab Arthur dengan tanpa ekspresi.
Zevanya hanya menganggukan kepalanya mendengar jawaban dari Arthur.
'Bagaimana ini? besok aku harus bekerja menggunakan pakaian yang sama lagi dong, padahal sudah seharian ini sudah kupakai dan sekarang sangat lengket karena keringat.
Arthur yang bisa membaca pikiran manusia dia sudah menyiapkan pakaian ganti untuk Zevanya esok hari.
"Tidurlah kembali, atau kamu mau mandi? Susana letak kamar mandinya" Arthur menunjuk arah kamar mandi berada.
"Sepertinya itu pilihan yang tepat Tuan namun Aku tidak ada pakaian ganti?!" Zevanya berkata pada dirinya sendiri.