Keduanya berjalan menuju sebuah mobil yang Sudah menantinya sejak mereka berada di udara.
Mobil mewah lan crusher berjalan membelah Kota menuju sebuah rumah tua yang tampak kosong Tak berpenghuni.
Arthur hanya diam memberikan ruang untuk Zevanya untuk menikmati perjalanan kembali kekota kelahirannya.
Dia mengamati gerak gerik Zevanya dengan santai dan sesekali Arthur akan menyentuh rambut hitamnya.
Saat mobil mereka berhenti dihalaman sebuah rumah yang lama ditinggalkan oleh penghuninya.
Keduanya turun dan melangkahkan kaki menuju pintu rumah tersebut.
Zevanya merogoh tasnya untuk mengambil kunci dari rumah itu.
Perlahan Zevanya membuka handel pintu dan melangkah memasukinya.
Arthur mengikutinya di belakang, debu debu bertebaran di seluruh area rumah menutupi lantainya.
Zevanya menghentikan langkahnya di depan sebuah pigora besar yang di dalamnya terdapat foto keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis.
Arthur pun mengikutinya dan hanya melihat serta memperhatikan setiap gerak dan ekspresi Zevanya.
Zevanya menyentuh foto itu, dan tanpa disadarinya air matanya menetes membasahi pipinya yang bercahaya.
Semua kenangan tentang kedua orang Tanya terputar kembali seperti sebuah video.
Arthur yang melihat ya jadi resah karena dia tidak ingin melihat air mata seperti saat ini.
"Jangan làgi menangis Zeva biarkan mereka tenang disana" Arthur menenangkan hati Zevanya.
"Aku tidak meratapinya,,,aku hanya merasa rindu akan kehadiran Ayah dan Bunda berdua.
Tanpa berkata apapun Arthur mendekap dan memeluk Zevanya, saat berada dalam dekapan mesra Arthur, Zevanya menempel dan menyandarkan sisi kepalanya didada bidang Arthur.
Sehingga dia bisa merasakan atau mendengar detak jantung yang semestinya dapat dia dengarkan.
Jika itu pada manusia normal, Zevanya menjadi bingung dengan apa yang saat ini dia alami.
Saat itu Zevanya merasakan kejanggalan, dia tidak mendengarkan detak jantung Arthur.
'sebenarnya dia ini orang yang bagaimana?'
Zevanya bermonolog sendiri.
Nami Zevanya tidak menghiraukan apa pun saat ini dia merasa bahwa tidak perlu banyak berfikir tentanghal yang tidak masuk di akal.
Baik secara logika dan nalar manusia yang bisa is simpulkan ialah Arthur mampu untuk mengontrol detak laju jantungnya.
Walau pun dirasakannya tubuh yang saat ini mendekapnya terasa sedingin es.
Namun otaknya masih mencetaknya semua kemungikinan jawaban yang sudah ada Sana dan masih terkunci.
Akan aku tanyakan nanti di saat ada waktu dan kesempatan yang lain.
"Terima kasih telah menemaniku di sini Serta menenangkan kegelisahanku" Zevanya melepaskan diri dari pelukan Arthur.
"Tidak masalah Aku menginginkanya, berada di dekatmu adalah hal yang sangat berharga" Arthur membisikan kalimat itu tepat di telinga Zevanya.
Zevanya langsung berdiri bulu romanya karena hembusan nafas Arthur mengelitik telinga dan lehernya merasakan kecupan dari bibir Arthur.
Zevanya terlena dengan perlakuan Arthur yang penuh gelora dan gairah seorang lelaki.
Cukup lama mereka saling berpelukan dan Zevanya menengadakan kepalanya menatap Arthur dan menanyakan sesuatu yang paling sensitif.
"Tuan...ada yang ingin aku tanyakan, tapi aku harapkan jawaban yang jujur dari mu?" ucap Zevanya tiba tiba.
"Jika pertanyaan yang akan kamu tanyakan mudah aku akan menjawabnya jika terlalu sulit aku Tak kanmenjawabnya" jawab Arthur.
"Siapa kamu sebenarnya? mengapa suhu tubuhmu begitu dingin sedingin es? dan kenapa aku tidak mendengar detak jantung mu?" rentetan pertanyaan Zevanya lontarkan kepada Arthur.
"..._"
Arthur berdiri mematung, mendengar pertanyaan Zevanya yang membuat Arthur bingung harus menjawab apa?
"Baiklah akan aku jawab, namun kamu tidak boleh takut dengan identitasku yang sesungguhnya, menurut kamu aku ini apa?" Arthur mencoba untuk mendengar perkiraan dari Zevanya sendiri.
"Menurutmu kamu adalah sosok yang pernah aku baca di banyak novel yaitu makluk berdarah dingin dan setengah abadi" jawab Zevanya.
"Dan jawabanmu itu adalah benar adanya, aku adalah Vampire yang sudah hidup ratusan tahun hingga saat ini.
namun belum Ada seorang pun yang tahu tentang siapa diriku sebenarnya hanya kamu seorang...." Arthur menjawabnya.