Seperti yang sudah-sudah pingsannya Arumi bila di peluk Devan dan ini yang terjadi sore itu. Arumi kembali pingsan dan terbangun di tempat yang sama, kamar Devan. "Ahh.. mengapa ini selalu terjadi padaku. Sebetulnya ada apa denganku," batin Arumi sambil memegang kepalanya yang terasa pening. Di lihatnya sekeliling kamar tidak ada tanda-tanda keberadaan Devan.
Perlahan Arumi bangun dan duduk di tepi ranjang besar itu. Rasa mual campur aduk dalam perutnya seakan-akan dia habis menelan sesuatu yang menjijikkan. Rasa anyir masih terasa dalam mulutnya saat Arumi mencebikkannya. "Mmm.. kenapa rasanya anyir sekali. Sebetulnya apa yang sudah ku telan. Apakah gusiku berdarah?" kata Arumi sambil menempelkan jari telunjuknya ke gusinya. "Tidak ada apapun. Gigiku juga tidak ada yang tanggal. Jadi rasa apa ini?" Arumi kebingungan dengan yang dirasakan saat ini.
Arumi tidak tahu bila saat dia pingsan, Devan telah memberikan sebagian darahnya agar hidup Arumi tidak di ganggu klan lain. Jadi sekarang Arumi sudah terikat padanya. Hanya itu saru-satunya jalan agar Arumi selamat.
Setelah pusing di kepalanya reda, Arumi lalu keluar kamar mencari keberadaan Devan. Samar-samar dia mendengar suara Devan dari salah satu ruangan di dekatnya berdiri. Dengan berhati-hati Arumi mendekati ruang tersebut yang ternyata adalah ruang kerja Devan.
"Tuan, apakah yang Anda lakukan itu tidak terlalu cepat? Saya hanya tidak ingin Nyonya membenci Tuan," kata Mark pada Devan.
"Sudah ku pikirkan matang-matang hal itu, Mark. Aku hanya ingin Mateku aman dan tidak di ganggu siapapun," jawab Devan sambil memunggungi Mark. Dia tahu bila Arumi ada di dekatnya karena harum lavender memenuhi rongga hidungnya.
"Tapi Anda belum menandai Nyonya, Tuan? Bagaima..." kata-kata Mark terputus saat dia melihat kode dari Devan yang menandakan dia harus diam.
Keheningan segera merayap, Arumi yang berdiri di luar pintu tahu kalau keberadaannya sudah diketahui Devan. Maka dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan itu sambil tak lupa senyum tersungging di bibirnya.
"Maaf, apa kedatanganku mengganggu perbincangan kalian?" tanya Arumi dari tempatnya berdiri. Devan membalikkan badannya saat mendengar suara matenya itu. Kemudian dia berjalan mendekati matenya dengan perlahan. Setelah sampai di depannya, Devan segera menyentuhkan tangannya ke wajah Arumi. Pandangan teduh Devan bagaikan air yang dingin menyejukkan hati dan perasaan Arumi yang berkecamuk. Di pandangnya mata Devan yang jernih seperti telaga. Arumi merasa seakan-akan tenggelam dalam kesejukannya.
"Kau sudah bangun, Sayang. Apakah Kau sudah merasa lebih baik?" tanya Devan sambil membelai rambut hitam Arumi dengan lembut. Arumi merasa hatinya meleleh dengan segala kebaikan dan perhatian Devan selama ini padanya. Hatinya yang sepi menghangat dengan datangnya perlakuan dan perhatian Devan yang besar. Arumi merasa di kasihi, di cintai.
"Ya, Aku sudah lebih baik. Aku merasa badanku lebih segar daripada kemarin. Tapi ada yang aneh, Aku merasakan anyir dalam mulutku. Padahal gigiku tidak berdarah," jawab Arumi sambil memperlihatkan giginya yang bersih pada Devan. Ah.. bagaimana aku menjawab pertanyaan mu Mate.. desah Devan dalam hati.
"Tuan.. mengapa Tuan diam saja? Kenapa tidak jawab pertanyaan ku?" tanya Arumi sambil memandang wajahku.
"Kau milikku, Arumi. Sekarang dan selamanya," jawab Devan sambil mendekatkan tubuh mereka dan mencium bibir Arumi dengan lembut. Mark yang melihat Tuan dan Nyonya nya saling berciuman, tanpa berkata apapun segera meninggalkan mereka berdua dan menutup pintu di belakangnya.
"Tuan.. Tuan.. " desah Mark dengan senyum tipis di bibirnya.
catatan author
Hai readers
maaf ya baru bisa upload bab yang baru.. lagi ngejar tugas daring hihi
Jgn lupa masukan, kritikan, vote, dan power stonenya ya..