Langit terlihat cerah pagi itu. Harum masakan tercium saat Devan menjejakkan kakinya menuju ruang makan. Di sana terlihat berbagai macam hidangan telah tersedia dan akan membuat siapa pun yang melihat ingin segera menikmatinya.
Para maid segera menundukkan badan melihat tuan mereka datang. Salah satu dari mereka membukakan kursi untuk di duduki Devan.
"Hmm... Harum sekali masakan ini. Apakah ada chief baru di sini?" tanya Devan pada maid yang berdiri tidak jauh dari tempat duduknya.
"Tidak ada, Tuan. Nyonya yang memasak semua ini," kata maid tadi sambil menunduk dalam.
"Hei, seperti ada yang menyebut-nyebut namaku. Selamat pagi, Dev. Aku memasak makanan ini khusus untukmu. Aku harap kau suka dengan pilihanku ini. Kalau rasanya tidak pas, bilang saja, ya," kata Arumi sambil menuangkan air minum untuk suami dan dirinya sendiri.
Devan mengangguk dan mulai mencoba masakan istrinya itu. Istri, terdengar manis, batin Devan sambil mulai menelan makanannya. Rasa menakjubkan yang ia rasakan kali ini membuat matanya berkaca-kaca. Makanan ini mengingatkan pada ibunya yang sudah tiada berpuluh-puluh tahun yang lalu.
"Dev, kau kenapa? Apa masakanku tidak enak? Terlalu pedas?" tanya Arumi sambil berjalan mendekati suaminya. Devan yang melihat kepanikan istrinya segera memegang tangan dan menciumnya lembut.
"Aku tidak apa-apa, Sayang. Jangan khawatir. Masakanmu ini hanya mengingatkanku pada mendiang Mommy. Rasanya seperti kembali saat aku masih kecil," sahut Devan dengan senyum di bibirnya.
"Maafkan aku. Aku tidak tahu jika hal ini membuatmu sedih," kata Arumi sambil memeluk suaminya dari belakang.
Setelah hening beberapa saat, tiba-tiba Mark masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah panik yang membuat Devan melepaskan dekapan istrinya.
"Maaf Tuan, Nyonya. Ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada Tuan," kata Mark dengan napas memburu.
"Kau selesaikan sarapanmu, Mate. Aku akan ke ruanganku dulu," kata Devan setelah mencium bibir istrinya yang ranum dan melangkah pergi menuju ruang kerja diikuti Mark.
"Ada apa, Mark? Mengapa kau terlihat panik. Ada apa sebenarnya, ceritakan padaku," pinta Devan sambil duduk di kursi kebesarannya itu.
"Saham perusahaan kita turun, Tuan. Para pemegang saham meminta rapat dengan seluruh dewan direksi hari ini," jelas Mark sambil menundukkan kepala.
Devan yang mendengar penjelasan dari orang kepercayaannya itu terkejut. Segera dia menghubungi pengacara dan orang-orang yang di percaya untuk mengusut hal ini. Tidak berapa lama handphone yang dipegangnya berbunyi. Terlihat nomer tidak dikenal tertera di sana.
"Halo, dengan siapa ini?" sapa Devan pada seseorang di ujung sana.
"Devan, kita lihat sejauh mana kau bisa menghadapi ini," jawab suara laki-laki di ujung sana yang langsung mematikan telefonnya.
"Si***n, tahu darimana nomer telefonku," tukas Devan sambil membanting handphonenya ke tembok di sudut ruangan. Mark yang melihat tuannya marah hanya bisa tertunduk. Dia menyadari keteledorannya yang tidak memperhatikan perusahaan saat tuannya menjalani prosesi pernikahan.
"Maafkan saya, Tuan. Karena kelalaian saya, semua menjadi begini," ucap Mark sambil membungkukkan tubuhnya di depan Devan.
"Bukan salahmu, Mark. Werewolf itu sudah memperingatkanku, tetapi aku yang meremehkannya," ucap Devan sambil mengusap wajahnya yang terlihat kesal.
"Mark, sekarang kau hubungi orang-orangmu untuk menyelidiki hal ini. Aku tidak mau kita kecolongan lagi!" perintah Devan kemudian. Mark yang mendengar perintah tuannya segera keluar dan membereskan masalah itu.
Devan keluar dari ruang kerjanya langsung disambut dengan pelukan hangat dari istri tercinta, matenya. Hati yang mendidih seketika terasa dingin saat bidadarinya itu memeluk dengan lembut. Kedamaian yang diberikan seorang mate mampu membuat pemimpin klan vampir itu luluh.
"Terima kasih, Mate. Hanya kau yang bisa mengerti aku," ucap Devan sambil mencium kepala istrinya itu dengan lembut.
"Ayo, lanjutkan sarapanmu, Dev. Jangan sampai karena hal ini kau menyepelekan kesehatanmu," tukas Arumi sambil menggandeng suaminya kembali ke ruang makan melanjutkan sarapan mereka yang tertunda. Arumi, terima kasih, batin Devan dalam hati.
Setelah mereka menyelesaikan sarapan, kemudian Devan pamit berangkat ke perusahaan untuk menyelesaikan masalah ini. Arumi mengangguk dan tersenyum mengiyakan ucapan suaminya. Devan sangat bersyukur memiliki mate yang bisa memahami dirinya.
Sepanjang perjalanan Devan menghubungi orang-orangnya untuk segera menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tidak memakan waktu lama hal itu bisa terselesaikan hingga rapat yang sekiranya diminta dewan direksi pagi itu batal. Perusahaan kembali berjalan seperti sediakala.
Sementara itu di mansion megah milik Devan, terlihat Arumi sibuk mengetikkan sesuatu dalam laptopnya. Dia tidak akan tinggal diam di saat suaminya sedang mengalami hal buruk. Ya, Devan tidak tahu jika yang menyelesaikan masalah perusahaan adalah matenya.
Di lain tempat, terlihat kekecewaan di raut tampan Louis. Rencana yang sudah disusun sangat matang ternyata sia-sia. Perusahaan Devan tetap kokoh seakan-akan tidak mengalami goncangan apapun sebelumnya. Dia penasaran dengan orang yang bisa menggagalkan rencananya itu. Siapa dia? gumam Louis dalam hati.
Hai readers..
maapkeun baru bisa up lagi.
maklum stw jadi kerjaan nda kelar-kelar.
mohon kritik sarannya ya..
juga votenya
š