"Tentu saja di tokoku putri tidur." jawab Edward yang sedikit kesal karena Carolline lupa dengan tugasnya malah asyik tidur di kursi di depan mesin oven.
Sambil mengusap matanya, Carolline menatap ruangan sekelilingnya, dan memang benar dia ada di ruang dapur membuat kue.
"Edward, bisa minta tolong beri aku minum? dan oh ya Ed, coba lihat leher aku ada tanda-tanda merah tidak?" tanya Carolline memastikan dengan apa yang di alaminya.
"Hm, apa kamu mau menunjukkan kalau kamu sudah punya pacar dan semalam pacar kamu telah menciummu begitu!! cepat tutup dengan syalmu, banyak tanda merah di lehermu Caroll." ucap Edward seraya pergi untuk mengambilkan air minum.
"Ya Tuhan ternyata benar dengan apa yang aku pikirkan, bagaimana aku bisa bermimpi tapi seperti nyata." ucap Carolline dengan perasaan yang penuh tanda tanya.
"Sudah, jangan di ingat lagi kekasihmu itu dia sudah pulang, dari pagi dia menunggumu di luar sejak kamu datang." ucap Edward sambil memberikan segelas air putih.
"Kekasihku?? siapa?" tanya Carolline yang merasa tidak punya kekasih.
"Dan apa yang kamu bilang Edward? dia menungguku di luar? siapa?" tanya Carolline semakin penasaran.
"Aku kira kekasihmu orang aneh, di jaman seperti ini masih memakai baju seperti ala kerajaan begitu! apa kekasihmu orang teater?" tanya Edward dengan serius.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan? kekasih siapa? apa dia bicara padamu?" tanya Carolline dengan wajah yang mulai pucat.
"Iya sedikit, dia ingin bertemu denganmu, dan aku bilang kamu masih sibuk, dan dia menunggumu lumayan cukup lama." jawab Edward tanpa curiga sama sekali.
"Apa kamu menanyakan namanya?" tanya Carolline gugup dengan keringat dingin yang sudah keluar dari keningnya.
"Ya tentu, aku bertanya namanya dan dia menjawab,..emm siapa ya?...Alex... Alexander, ya itu namanya." jawab Edward menatap wajah Carolline yang tampak pucat.
"Alexander? apa kamu yakin namanya Alexander?" tanya Carolline dengan tubuh yang mulai gemetar.
"Jika Edward bisa melihatnya, jadi Alexander itu nyata? tapi kenapa aku seperti bermimpi?" gumam Carolline dalam hati.
"Kenapa kamu malah melamun? aku sangat yakin namanya Alexander aku masih belum pikun Nona! ayo kita kerja lagi, untuk hukuman kamu, kamu harus lembur sampai malam." ucap Edward dengan bernada sayang.
Hanya Carolline sahabat sekaligus orang yang sangat dia percayai, karena hanya Carolline yang dia punya selama dia pindah di kota Lund.
"Edward, apa aku bisa minta tolong padamu?" tanya Carolline setelah termenung beberapa detik.
"Apa? katakan saja tidak perlu ragu-ragu dan jangan ada yang kamu sembunyikan dariku." ucap Edward menatap wajah Carolline dalam-dalam.
"Kalau dia datang lagi mencariku, panggil aku secepatnya aku ingin melihatnya dengan ada kamu di sisiku." ucap Carolline yang ingin memastikan kalau Alexander bukan halusinasinya saja.
"Memang ada apa Caroll?" tanya Edward penasaran.
"Aku mau cerita tapi aku masih bingung dengan diriku sendiri, aku akan memastikan terlebih dahulu saja, dan aku minta tolong padamu itu tadi saja, panggil aku kalau dia datang mencariku." ucap Carolline menepuk pundak Edward kemudian kembali bekerja melayani beberapa pelanggan yang datang.
***
"Bagaimana Edward, hukumanku sudah selesai bukan?" tanya Carolline sambil duduk di kursi kasir setelah membersihkan semua meja yang kotor hingga menjadi bersih kembali.
"Hm, aku antar pulang ya? ini sudah malam." ucap Edward seraya menutup laci kasir dan mengantonginya.
"Tidak usah Ed, aku mau beli nasi goreng dulu untuk Bibir Rachel, hitung-hitung kemarin gajian aku belum membelikan apa-apa." ucap Carolline yang berniat mampir ke rumah Rachel.
"Ya sudah, pulanglah duluan sudah malam, hati-hati di jalan nanti." ucap Edward yang masih harus menutup toko.
"Oke, aku pulang dulu." ucap Carolline merapikan rambutnya kemudian keluar dari toko roti Edward dan mengambil sepedanya.
Memang toko Roti Edward tidak terlalu jauh dengan rumah kontrakannya.
Dengan mengayuh sepedanya Carolline mencari jalan memutar untuk membeli nasi goreng kesukaan Bibinya Rachel.
Belum sampai di tempat orang jual nasi goreng, Carolline merasakan berat mengayuh sepedanya. Ternyata ban sepedanya kempes.
Terpaksa Carolline turun dari sepedanya dan menuntunnya ke penjual nasi goreng.
Di terpertigaan jalan yang sudah lengang tampak tiga orang pemuda yang terlihat tidak baik sedang melihat Carolline dengan tatapan yang penuh gairah.
"Hai cantik, mau ke mana?" tanya salah satu dari mereka yang berbadan tegap dan tinggi.
Carolline menghentikan langkahnya, sedikit mundur beberapa langkah karena ketiga pemuda itu menghampirinya.
"Kalian siapa? jangan mendekat, atau aku akan berteriak." ucap Carolline dengan keras sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling jalan yang memang tampak sepi.
Ketiga pemuda itu tertawa bersamaan seakan meremehkan Carolline yang berpenampilan sederhana.
Dengan rasa ketakutan Carolline bergerak mundur saat ketiga pemuda itu semakin mendekat dan mencoba menyentuhnya.
Carolline memejamkan matanya dan berteriak kencang saat salah pemuda itu mengulurkan tangannya ke wajahnya.
"Aaaaahhhhhhhhhh."
Tiba-tiba Carolline merasakan angin yang kencang dan terdengar suara benda berat yang jatuh sebanyak tiga kali seiring suara teriakan kesakitan.
"BUGG"
"BUGG"
"BUGG"
Carolline membuka matanya perlahan, di lihatnya ketiga pemuda itu sudah tergeletak di tanah sambil memegang perutnya dan ada juga kepalanya.
"Tolonggg... tolonggg..., ampunnnn!!" ketiga pemuda itu mengerang kesakitan.
Carolline mengedarkan pandangannya ke arah kiri dan kanan jalan lengang tidak ada seorangpun yang di sana.
Tanpa menoleh lagi, Carolline berlari kencang meninggalkan sepedanya yang tergeletak dan berhenti saat melihat seseorang yang sudah di kenalnya beberapa hari terakhir ini.
"ALEXANDER"
Berdiri tegak di hadapannya dengan penampilan yang tidak berubah wajah tampan dan dingin berambut panjang, lengkap dengan pakaian kerajaannya.
Carolline berdiri dengan kaki sedikit gemetar saat Alexander menghampirinya dan semakin dekat dengan ke arahnya.
Tatapan Alexander begitu terllihat biru menyala di bawah sinar bulan yang tampak di langit.
Mata Carolline seketika terpejam saat Alexander sudah berada tepat di hadapannya.
Jantung Carolline tiba-tiba terasa terhenti saat merasakan kedua tangan Alexander mengangkat tubuhnya dan membawanya terbang melayang-layang entah kemana.
Perlahan Carolline membuka matanya, dan melihat wajah tampan dan dingin Alexander yang membawanya terbang.
Karena takut akan jatuh, dengan refleks Carolline memeluk leher Alexander dengan sangat erat.
Hembusan nafas berat Alexander terasa masuk ke dalam rongga nafasnya yang membuat tubuhnya bergetar.
Carolline memejamkan matanya kembali seakan merasakan dan menikmati hangatnya pelukan Alexander.
"Buka matamu Carolline, kita sudah di sampai di kamarmu sayang." bisik Alexander dengan suara beratnya.
Perlahan Carolline membuka matanya menatap sinar mata Alexander yang kembali meredup.
"Jangan takut padaku, aku akan menjaga dan melindungimu, tidak akan terjadi sesuatu padamu selama aku ada di dunia ini." ucap Alexander menatap lembut wajah Carolline dan menurunkannya dengan pelan.
"Aku..aku tidak percaya padamu, aku tidak tahu apa kamu manusia atau makhluk jadi-jadian." ucap Carolline seraya mundur beberapa langkah.
"Sekarang pergilah, dan jangan pernah kembali lagi." ucap Carolline sambil merapalkan doa yang di ajarkan Rachel sambil mendekatkan cincinnya tepat di wajah Alexander.
Alexander berteriak kesakitan sambil menutup matanya, seketika itu juga tiba-tiba tubuh Alexander ambruk dan menggelepar di lantai.