Carolline terdiam secara refleks melihat ujung jari telunjuknya yang terasa perih, dan ada luka bekas gigitan di sana!!
"Bibi Rachel, apa Bibi melihat seseorang ada di dalam rumah ini?" tanya Carolline masih mengedarkan pandangannya di setiap sudut ruangan.
Rachel pun ikut mengedarkan pandangannya, kemudian menatap ke wajah Carolline yang terlihat pucat.
"Bibi tidak melihat siapapun Caroll..apa kamu melihat sesuatu?" tanya Rachel dengan tatapan tajam seolah mencari sesuatu di mata Carolline.
"Ada seseorang yang pria masuk ke dalam kamarku, entah dia datang darimana? tiba-tiba muncul begitu saja di belakangku." ucap Carolline dengan bulu-bulunya yang mulai meremang.
"Mungkin kamu hanya bermimpi Caroll, pria yang berada dalam mimpimu seperti apa?" tanya Rachel menatap aura Caroll dengan mata batinnya.
"Dia seperti seorang pangeran yang hidup di masa lampau dengan rambutnya yang panjang dan memakai baju panglima dengan jubah hitamnya." jawab Carolline semakin sesak jika mengingat mimpinya, tapi kalau itu mimpi kenapa jari telunjuknya ada bekas gigitan pria itu.
"Carolline sebaiknya, kamu hati-hati dan selalu berdoa di dalam tiap tidurmu, Bibi ada sesuatu untukmu, ini cincin dari Nenek buyut kamu yang terdahulu yang di berikan pada Momy kamu, aku rasa kamu sekarang memerlukannya." ucap Rachel yang melihat sesuatu kekuatan dalam diri Carolline yang datang dengan tiba-tiba.
"Aku tidak melihat Bibi memakai cincin ini, kenapa sekarang sudah ada di Bibi?" tanya Carolline yang semakin bingung dengan apa yang di lihatnya.
"Suatu saat kamu akan mengetahuinya semuanya, pakai saja cincin ini untuk melindungi kamu, cincin ini akan mengeluarkan kekuatannya jika kamu membutuhkan." ucap Rachel tiba-tiba meraih jari telunjuk Carolline.
"Luka gigitan ini kamu dapatkan dari mana Caroll?" tanya Rachel dengan wajah yang tiba-tiba pucat.
"Dari mimpi aku Bi, pria itu yang menggigitnya." ucap Carolline lagi dengan tatapan sedikit takut melihat reaksi wajah Rachel yang tiba-tiba pucat.
"Caroll, sebaiknya kamu kembali ke rumah saja, Bibi kuatir dengan keselamatanmu jiwamu." ucap Rachel menatap Carrolline dengan tatapan rumit.
"Tidak bisa Bibi, aku harus menyelesaikan kuliahku tepat waktu, jika waktunya tiba pasti aku akan kembali untuk menjaga rumah besar seperti pesan mendiang Momy dan Dady." ucap Carolline yang selalu ingat janjinya pada Momy nya yang memintanya untuk selalu menjaga rumah warisan dari nenek buyut secara turun menurun.
"Baiklah sayang, sebaiknya kamu istirahat, Bibi harus pulang ada pekerjaan yang tidak bisa Bibi tinggalkan lama-lama." ucap Rachel bangun dari duduknya kemudian meninggalkan rumah kontrakan Carolline.
Sambil mengusap tengkuknya yang masih meremang Carolline masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap-siap kerja di sebuah toko roti milik seorang sahabatnya Edward yang sekaligus pemilik dari rumah yang di kontraknya.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Carolline menyisir rambut di depan meja riasnya, tampak wajahnya yang begitu pucat.
"Kenapa wajahku begitu sangat pucat, apa kurang tidur?" tanya Carolline dalam hati.
Sambil memoles bibirnya dengan lipgloss tiba-tiba Carolline merasakan sebuah hembusan nafas tepat berada di belakang tengkuk lehernya.
Carolline melihat dari kaca di depannya tidak ada siapa-siapa, tapi kenapa hembusan nafas yang beraroma mint begitu sangat terasa di indera penciumannya.
Di saat hembusan nafas itu semakin terdengar memburu Carolline membalikkan badannya untuk melihat siapa orang yang ada di belakangnya.
"Aaaahhhhh!!" teriak Carolline secara refleks melempar sisir besinya tepat pada kening pria yang ada di hadapannya.
Alexander menatap Carolline dengan bola matanya yang memerah saat darah berwarna hitam keluar dari kening sebelah kiri Alexander.
"Carolline kenapa kamu melemparku?" tanya Alexander dengan suara beratnya.
"Kamu siapa?? aku tidak mengenalmu!! kamu pasti makhluk jadi-jadian!!" teriak Carolline mundur beberapa langkah kemudian memejamkan matanya sambil merapalkan doa-doa.
Setelah merasa tidak mendengar suara dan pergerakan, Carolline membuka matanya secara perlahan.
"Aaahhhhhhh...hhhmmpppp...hhhmmppp." Carolline sudah tidak bisa berteriak lagi saat bibirnya sudah di bungkam dengan bibir Alexander.
Sapuan dan lumatan bibir Alexander begitu brutal dan intens membuat Carolline merasakan kehilangan pasokan nafasnya.
Hembusan nafas mint dari Alexander semakin membuai kenikmatan tersendiri di hati Carolline. Melihat Carolline yang hampir kehilangan nafasnya Alexander melepas ciumannya.
"Kenapa kamu menyakitiku Carolline?" tanya Alexander dengan suara beratnya menatap wajah Carolline yang pucat dengan matanya yang terpejam rapat.
"Jawab aku Carolline? buka matamu dan lihat aku?" bisik Alexander mengusap lembut pipi Carolline dengan satu tangannya, sedang satu tangannya memeluk pinggang belakang Carolline dengan sangat erat.
Pikiran Charollin berusaha berpikir dengan cepat apa yang akan di lakukannya.
Perlahan dengan keberanian penuh Carolline membuka matanya tampak wajah Alexander yang tampan tapi seperti mayat hidup dengan darah hitam yang keluar dari keningnya.
"Kamu siapa?? aku sama sekali tidak mengenalmu!! sebaiknya kamu pergi dari kehidupanku!!" ucap Carolline dengan tiba-tiba menendang junior milik Alexander dengan sekeras-kerasnya. Kemudian berusaha lepas dari pegangan tangan Alexander.
"Aaauuggggg." Alexander mengaduh kesakitan sambil memegang juniornya dengan satu tangannya meraih pergelangan tangan Carolline dengan sangat kuat.
"Kamu menyakiti aku lagi Caroll? kenapa? apa aku menyakitimu?" tanya Alexander dengan suara beratnya tiba-tiba menghinoptis Carolline dengan tatapan sendunya.
"Carolline." bisik Alexander seraya mengangkat tubuh Carolline dan membaringkannya di atas ranjang.
"Kenapa kamu selalu menyakiti aku Caroll? katakan padaku? apa aku pernah menyakitimu?" tanya Alexander lagi seraya menindih tubuh Carolline yang sudah terasa lemas.
"Aku tidak mengenalmu.. bagaimana kamu bisa bilang aku menyakitimu, tolong lepaskan aku..dan jangan ganggu aku lagi." jawab Carolline dengan suara lirih dan menangis.
"Jangan menangis Carolline, aku tidak bisa melepaskanmu lagi setelah sekian lama aku menunggumu, dan kamu telah membebaskan aku, aku ada di sini karena kamu Carolline." ucap Alexander menatap dalam wajah Carolline.
"Tapi aku tidak mengenalmu dan aku tidak mau bertemu denganmu lagi!! pergilah jauh dariku." ucap Carrolline dengan tangisnya yang semakin keras.
Carolline melihat kedua mata Alexander yang menatapnya dengan tatapan penuh kesedihan dan kesakitan.
"Aku bisa mati Carolline, jangan ucapkan kata-kata itu lagi...aku bisa mati dan tak bisa kembali lagi." ucap Alexander dengan suara lirih dan parau, mendekatkan bibirnya dan menggigit lembut ceruk leher Carolline dengan penuh perasaan.
Entah kenapa hati Carolline bergetar saat mendengar ucapan Alexander yang begitu sedih dan penuh kesakitan.
Carolline memejamkan matanya kembali merasakan isapan dan gigitan lembut Alexander yang selalu menghantarkan arus listrik yang mengalir ke seluruh aliran darahnya.
"Aku mencintaimu Carolline, sangat mencintaimu." bisik Alexander di telinga Carolline sambil meninggalkan jejak merah di sekitar leher Carolline.
Hembusan nafas berat Alexander sayup-sayup berbaur dengan suara pintu yang terbuka serta langkah kaki yang menghampirinya.
"Caroll..Caroll..Caroll!! bangun!! putri tidur ayo bangun!!" teriak Edward di telinga Carolline.
Carolline membuka matanya dan menatap Edward yang ada di hadapannya.
"Aku ada di mana Ed?" tanya Carolline sedikit lemas.
"Tentu saja di tokoku putri tidur." jawab Edward yang sedikit kesal karena Carolline lupa dengan tugasnya malah asyik tidur di kursi di depan mesin oven.