Aku membuka pintu kamar sambil membawa ember berisi sisa air hangat. Melangkah, aku mendapati Aztaroth masih menungguku diujung koridor, dekat dengan tangga menuju lantai satu.
"Selamat pagi Aztaroth"
"P pa pagi nona" Balas dengan sedikit tergagap.
Aztaroth yang kembali memalingkan wajah saat berbicara denganku, membuat aku benar-benar merasa penasaran. Telinga rubah-ku berkedut dan ekorku berayun naik-turun meminta jawaban. Karenanya…
"Apa leher anda terkilir?"
"Ti tidak!, Le leherku tidak terkilir!" Jawabannya dengan tergagap dan panik.
Untuk sekilas, kami bertatap mata. Kemudian, dengan cepat, pemuda itu kembali memalingkan wajahnya yang memerah. Apa yang dia lakukan membuatku menaikkan satu alisku, rasa penasaran di tubuhku tumbuh semakin besar.
"Lalu, kenapa anda memalingkan wajah?"
"Ti tidak ada yang salah. Ayo pergi ke restoran, aku akan mentraktir nona sebuah sarapan" Ucapnya dengan terburu-buru, kemudian langsung melangkah menuruni tangga.
Tingkah laku yang dia tunjukkan membuat aku tertegun untuk beberapa saat. Kembali sadar, aku langsung melangkah mengikutinya.
Kemudian… Ahh...!!.
Ini hanya dugaanku. Aztaroth memalingkan wajahnya yang memerah, mencoba tidak melihatku secara langsung karena ciuman tidak sengaja tadi. Dia merasa malu.
Saat ini, aku adalah seorang wan-tidak. Aku masih membutuhkan waktu untuk menerimanya.
Berciuman dengan aku yang berada didalam tubuh seorang wanita mungkin terlalu berlebihan untuk Aztaroth?. Aku tidak yakin. Namun, saat aku melihat dia beberapa kali melirik ke belakang, mungkin dugaan yang aku buat ada benarnya. Hal itu membuat telinga rubah-ku bergeser ke kiri dan ke kanan berkali-kali.
Dan... itu hanya sebuah ciuman. Aku akui, aku sangat terkejut saat itu terjadi. Namun, kau tidak perlu bertingkah malu-malu seperti itu. karenanya, cepatlah sadar dan bersikap normal seperti yang aku lakukan sekarang.
Karakter yang aku buat seharusnya terlihat gagah dan keren, bukannya terlihat seperti seperti seorang gadis yang sedang kasmaran.
Aku kembali melihat Aztaroth. Kalau tidak salah, dia baru berusia delapan belas tahun. Mungkin, karena dia masih muda, dia tidak bisa dengan cepat kembali bersikap normal setelah mencium seorang wanita.
"Saya akan mengembalikan ember ini terlebih dahulu sebelum menemani anda di meja makan"
"Baik, aku akan menunggu nona"
Kami berpisah namun kembali bersama setelah beberapa menit berlalu.
Saat ini, kami menempati sebuah meja makan dan sedang menyantap sarapan. Kami diam, tidak mengucapkan apa-apa. Suara yang menemani kami menyantap sarapan hanya suara sendok dan piring yang sesekali bertubrukan. Tidak banyak suara dari para tamu penginapan di restoran yang sepi ini. Sebagaian besar tamu penginapan mungkin masih tertidur.
Aku sama sekali tidak mengajak Aztaroth berbicara. Saat ini, aku sedang menikmati tingkah laku Aztaroth. Melihat dia yang berwajah sedikit merah, melihat dia yang salah tingkah karena malu membuat ekorku berayun senang.
Dia sangat berbeda dari Aztaroth yang aku tahu. Dia bertingkah di luar setting kepribadian yang biasa aku gunakan saat aku bermain menjadi dia di game - Ark Fantasy Online.
Tidak ada lagi Aztaroth yang gagah berani, berjiwa kesatria, dan perhatian dengan orang yang membutuhkan. Apa yang ada di depanku hanya ada seorang pemuda yang bertingkah seperti gadis yang sedang kasmaran.
Aku ingin tertawa saat melihat tingkahnya itu. Namun, aku menahan diri. Aku tidak berhak tertawa saat aku mengingat, aku berpura-pura menjadi pahlawan saat menggunakan tubuhnya hanya untuk mencari pacar.
Aku bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Namun sayangnya, aku tidak bisa menahan diri untuk menjahilinya. Pemuda ini mengusik perasaan sadis yang aku sembunyikan.
Dan juga, menjahili Aztaroth bisa menjadi bentuk balas dendam atas kejadian kemarin sore. Kejadian dimana aku mengingat kenangan gelap masa lalu saat aku memanggil namanya. Saat ini, aku ingin dia merasakan rasa malu puluhan kali lebih banyak dari rasa malu yang aku rasakan kemarin.
Aku akan menggunakan sosok wanita ini sebaik mungkin. Aku sudah membuat plot balas dendam yang bisa membuat dia merasa begitu malu. Mungkin?.
"Nona Eclaite, aku minta maaf atas apa yang terjadi tadi"
Oh!! Akhirnya dia berbicara. Akhirnya dia berani untuk memecah suasana diam yang membekukan kami. Dengan ini, aku harus memulai menjalankan plot balas dendamku.
Sebuah plot sederhana dimana aku berpura-pura marah karena kehilangan sesuatu yang berharga. Kemudia, aku akan menggunakan hal itu sebagai alasan untuk menyuruh Aztaroth melakukan sesuatu yang memalukan.
"Kenapa Aztaroth meminta maaf, saat Aztaroth menolong saya, lagi" Ucapku yang berpura-pura kesal.
"Aku meminta maaf untuk peristiwa yang terjadi setelah aku menolong nona"
Well... Itu sebuah kecelakaan. Sesungguhnya, kau seharusnya tidak perlu minta maaf. Aku tidak terlalu memikirkan atau... aku sama sekali tidak ingin memikirkan apa yang terjadi.
Aku sungguh-sungguh ingin melupakan kenangan aku mencium seorang pria. Dan… saat aku memikirkan hal ini, aku semakin ingin membuat Aztaroth merasa malu.
"Tidak ada yang salah, karena itu anda tidak perlu meminta maaf. Benarkan?" Ucapku sambil menekankan kata 'bernarkan'.
Dengan menekankan kata itu, aku berharap Aztaroth menyangkal ucapan-ku. Aku ingin dia mengucapkan ciuman yang tidak disengaja itu adalah sebuah kesalahan. Aku ingin dia merasa menyesal karena kejadian itu.
Namun… apa ini akan berhasil?. Tanyaku didalam hati dengan keraguan.
"...ada yang salah" ucapnya dengan lemah lembut. Dia juga seperti menjadi lebih kecil saat menunjukkan raut wajah bersalah.
"Kalau begitu, coba ucapkan kesalahan yang membuat anda harus meminta maaf kepada saya!"
Setelah menunjukkan kekesalan palsu, aku mulai menghiraukan Aztaroth dengan kembali menyantap sarapan.
Dan… meja makan kami kembali diam.
Setelah beberapa lama waktu berlalu, aku melirik Aztaroth. Di depanku, seorang pemuda membuat raut wajah yang sulit untuk dideskripsikan.
Raut wajah itu tidak jelek, itu menunjukkan si pemuda sedang berfikir, disaat yang sama, itu juga menunjukkan keengganan si pemuda untuk mengatakan apa yang dia pikirkan. Tidak lupa, raut wajah itu juga menunjukkan si pemuda tidak berniat ingin melukaiku. Selain itu, tidak ada lagi yang bisa aku diskripsi-kan dari raut wajahnya.
Kami kembali diam. Namun, beberapa menit kemudian…
"...aku meminta maaf karena sudah mencium nona tanpa ijin"
Kalimat yang meminta pengampunan itu, dia katakan dengan suara lirih ditemani wajah merah. Bibir pemuda itu bergetar saat dia menatapku.
Apa dia merasa malu?. Aku tidak tahu, dan mungkin saja dia merasa malu. Dan, aku sudah tidak tertarik untuk balas dendam. Raut wajah dan kecanggungan yang dia tunjukkan tadi, sudah lebih dari cukup untukku.
Aku bukan tipe orang yang suka menyimpan dendam.
"Saya akan memaafkan Aztaroth, jika Aztaroth memanggil saya Eclaite" Ucapku tanpa pikir panjang.
"Aku tidak bisa melakukannya" Balas Aztaroth dengan segera.
Singkatnya jeda diantara ucapan kami membuat aku menatapnya. Aku juga merasa sedikit tercengang. Apa yang terjadi padanya?. Kenapa dia membuat reaksi seperti ini?.
Apa mungkin…
"Saya menggunakan Aztaroth untuk memanggil anda. Dan ini, akan menjadi adil jika anda juga menggunakan nama saya saat anda memanggil saya. Saya tidak merasa ada hal khusus saat kita saling memanggil menggunakan nama kita"
Tidak pernah aku duga. Kalimat yang baru saja aku ucapkan membuat pemuda itu menundukkan kepala. Dia mencoba menyembunyikan raut wajahnya dengan melihat kebawah.
Tidak pernah aku duga. Di dunia ini, saling memanggil menggunakan nama masing-masing memiliki sebuah keistimewaan.
Aku tidak lagi ingin balas dendam. Namun, jika hal ini bisa membuat Aztaroth merasa malu, tidak ada alasan bagiku untuk tidak memanfaatkannya.
Karena kurang mengerti dengan apa yang terjadi, aku memutuskan untuk menunggu. Aku adalah orang yang memiliki kesabaran, sama seperti ekorku yang berayun pelan.
Untuk beberapa menit, aku menunggu sebuah balasan. Sayangnya, Aztaroth tetap diam, dia sama sekali tidak ingin berbicara.
Karena tidak ada perubahan yang terjadi, aku mulai menghiraukan Aztaroth dengan menyantap sarapku, lagi. Menunggu dia berbicara bisa membuat sarapanku dingin.
"Apa tidak ada cara lain agar nona bisa memaafkan aku?"
"Gunakan nama Eclaite atau saya tidak akan berbicara dengan anda lagi!" Ucapku dengan tegas. Kemudian, aku kembali menghiraukannya.
Dia mencoba meloloskan diri, tidak ingin menggunakan namaku untuk mengganti kata nona yang dia gunakan. Karenanya, itu menjadi alasan kuat, aku harus memaksa Aztaroth menggunakan namaku untuk memanggilku.
Fuu… masalah memaksa panggil memanggil menggunakan nama ini membuat aku lelah.
Dan… tidak terasa, sarapanku sudah habis. Tidak ada lagi makanan yang tersisa di piring dan mangkuk yang ada didepanku.
Seperti kemarin, jus Rebry ini begitu manis.
"Haa... baiklah. Aku akan melakukannya"
Pada akhirnya, Aztaroth menyerah. Dan aku, begitu juga ekorku yang berayun penuh semangat, merasa begitu senang dengan kemenangan ini.
Aku hanya bisa tersenyum saat melihat wajahnya yang begitu merah bagaikan tomat.
"Kalau begitu, ucapkan nama saya saat anda meminta maaf"
Ucapan-ku membuat Aztaroth membuka lebar matanya.
"..Apa aku harus mengucapkan nama nona sekarang?" Tanya pemuda itu, sedikit panik.
Pertanyaan macam apa itu. Bukankah sudah jelas?, kau harus mengucapkan namaku saat kau meminta maaf.
"Jika Aztaroth ingin meminta maaf sekarang, itu berarti iya. Tolong diingat, jangan gunakan nona didepan nama saya"
"Ugh!!"
Aku menghiraukan raut wajah kecut Aztaroth, aku menunggu dia mengucapkan namaku saat meminta maaf. Bisa aku ucapkan, raut wajah yang dia tunjukkan sekarang sangatlah menarik. Semakin lama aku melihat dia, semakin merah wajahnya.
"E ec ecl aite aku minta maaf karena sudah mencium kamu tanpa ijin" Ucap Aztaroth yang kembali melihat kebawah.
Aku tidak bisa melihat raut wajahnya dengan jelas. Ini berarti, aku belum merasa puas. Aku ingin melihat raut wajahnya dengan jelas. Karena itu...
"Bisakah Aztaroth mengulangi permintaan maaf itusekali lagi. Anda tidak menyebut nama saya dengan benar, dan. Tolong lihat mata saya saat anda meminta maaf. Jangan memalingkan wajah seperti itu, perilaku itu begitu tidak sopan, benarkan?"
"..Benar"
"..."
Aku menunggu, cepat katakan.
"E e. ehem. Eclaite saya minta maaf karena sudah mencium kamu tanpa ijin"
Melihat Astaroth meminta maaf dengan wajah merah merana membuat aku merasa sangat puas. Ekorku yang berayun-ayun juga merasakan hal yang sama.
Dan aku harap, kejadian ini tidak menghalangi kami untuk membuat hubungan pertemanan.
Aku tidak ingin Aztaroth membenci aku. Tentu, aku mengucapkan kalimat itu dalam arti romantis. Aztaroth adalah karakter yang aku buat. Karena itu, tidak ada salahnya jika aku ingin dekat dengannya.
"Dengan ini, saya memaafkan perbuatan Aztaroth. Dengan ini, anda tahu rasa malu yang saya rasakan. Kita impas sekarang"
Setelah mendengar ucapan-ku, Aztaroth menghembus nafas panjang. Kemudian, dia bersandar di bangkunya, mencoba untuk menghilangkan warna merah dari wajahnya.