Setelah mengirimkan beberapa pesan ke Bunda, Fe memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Sesaat kemudian, dia mengingat akan pesanan Bunda dan menatap ragu ke arah Simon.
"Apa?" tanya Simon, menangkap basah Fe tengah menatap ke arahnya.
"Em ...." Fe ragu mengatakannya.
"Katakan saja, aku tidak akan memakanmu hanya karena sebuah permintaan kecil," Simon berucap tak sabar dengan keraguan Fe.
"Sebelum pergi ke Gramedia, bolehkah kita mengunjungi Market sebentar?"
✓✓✓
Kla dan Seira berhenti tepat di depan pintu masuk Fun Land. Mereka menatap satu sama lain, lalu bergegas menuju tempat pembelian tiket masuk. Ada tiga wanita yang berjaga di loket. Antrian panjang menyesakkan dipenuhi orang-orang, dari usia dewasa, remaja, hingga anak-anak.
"Sangat ramai!" seru Seira, melirik ke arah antrian panjang.
"Tidak apa-apa. Aku yakin tidak sampai lima belas menit sudah menjadi giliran kita untuk membeli tiket," kata Kla sambil mengikuti alur jalan yang sudah ditetapkan, meliuk-liuk seperti ular.
Benar kata pemuda itu, tidak sampai lima belas menit, sudah giliran mereka membeli tiket masuk Fun Land.
"Prediksi yang akurat," puji Seira. Sebenarnya dia hanya menyebutkan istilah itu asal saja.
"Untuk berapa orang?" tanya wanita yang berjaga di loket pembelian kepada Kla.
"Dua orang remaja. Kami juga memesan sebuah loker ya. Bisa membayar memakai kartu bukan?" Kla menyodorkan sebuah kartu debit ke hadapan wanita itu.
Sebelum wanita itu mengambil kartu debit Kla yang tergeletak di atas meja, Seira buru-buru mengambil kartu tersebut dan menukarkannya dengan kartu kredit miliknya. "Kartu kredit akan lebih berguna," bisiknya. Dia mengembalikan kartu debit milik Kla.
Pemuda itu mengangkat bahunya ketika melihat ekspresi wanita penjaga loket yang tengah menatap ke arahnya dan Seira secara bergantian. Seira hanya tersenyum tipis menanggapi hal itu.
"Silahkan nikmati hari kalian di Fun Land. Antrian berikutnya!"
Kla menyambar dua buah gelang dan kartu kredit milik Seira. yang diberikan oleh wanita penjaga loket. Kelihatannya dia tidak begitu suka dengan Kla dan Seira. Pemuda itu memberikan kartu kredit Seira kembali pada pemiliknya dan sebuah gelang yang berguna sebagai tiket masuk Fun Land. Mereka berdua masing-masing memakainya.
Kla dan Seira berhenti di depan sebuah pintu kaca yang tertutup. Mereka harus men-scan memakai gelang yang mereka dapatkan agar bisa masuk ke dalam. Sebelumnya, mereka terlebih dahulu menyimpan barang-barang berharga di loker.
Bagian dalam Fun Land di mall terlihat sangat luas. Banyak sekali permainan yang bisa dimainkan di dalamnya.
Kla dan Seira menatap satu sama lain, lalu berseru secara bersamaan, "Yang paling seru, paling akhir!"
Kedua remaja itu terkekeh, lalu segera menyerbu arena permainan.
Di tengah-tengah candaan dan tawa-ria Kla dan Seira, Seira melotot menatap seseorang ketika mereka tengah asyik bermain Boom Boom Car di salah satu arena permainan di Fun Land. Bukan tanpa alasan, tetapi, Boom Boom Car yang mereka berdua tumpangi menabrak sebuah Boom Boom Car yang dikemudikan oleh seseorang yang sangat dikenalnya. Astaga! Mati aku! pikir Seira.
Kla bisa melihat wanita paruh baya yang tengah memangku seorang anak kecil tersenyum manis ke arah Seira seolah mengatakan, "Hayo, kamu ketahuan." Sesaat kemudian, pemuda itu sadar bahwa warna bola mata pengemudi itu senada dengan warna bola mata Seira! Dia tersenyum gugup karena sudah tahu mengapa remaja perempuan di sampingnya juga begitu gugup seperti tertangkap basah melakukan sesuatu. Habislah aku ... batin Kla, menelan ludah.
Pria di hadapan Kla hanya diam menatapnya datar sambil menumpukan rahangnya di punggung tangan kirinya. Sesaat kemudian, dia memundurkan mobilnya, lalu menabrak kembali mobil yang ditumpangi oleh Kla dan Seira. Itu sebuah ancaman resmi dari pria itu untuk Kla karena sudah berani mendekati putri tercintanya!
"Dad! Pacarku tidak akan kalah darimu!" Seira menjulurkan lidahnya setelah berkata demikian.
Astaga! Untuk apa aku melibatkan diri dalam hal ini! pikir Kla.
Pria itu melajukan mobilnya kembali, mendesak mobil yang dikemudikan Kla. Dia mengangkat satu alisnya tidak percaya kepada pemuda di hadapannya, "Kau menyebut dirimu seorang pria jantan? Lewati tantangan ini!"
Kla menghembuskan napas gugup. Dia menggigit bibir bawahnya. Sesaat kemudian, dia memundurkan mobilnya dan menginjak pedal gas, berputar-putar membentuk lingkaran dengan mobil pria yang disebut Dad oleh Seira berada di tengah. Kemudian, dia maju meninggalkan mobil tersebut.
Kla mengira dia akan lolos dari Dad Seira semudah itu. Nyatanya dia salah besar! Pria itu justru mengejarnya dan menabrak mobilnya dari belakang.
"Tidak bisakah Dad berhati-hati?" Seira mengadu jengkel pada pria di belakang sana.
"Dad-mu sedang berada dalam mood yang sangat bagus! Begitu juga dengan Mom!" seru wanita paruh baya yang memangku seorang anak kecil.
Anak kecil itu tertawa riang. "Aunty sudah punya pacal!" serunya.
"Wah ... aku tidak percaya kau sudah memiliki keponakan, Sei," kekeh Kla sambil mendorong mundur mobil yang dikemudikan oleh pria itu.
"Kau bersedia tidak jadi Uncle-nya?" tanya Seira, menggoda pemuda itu.
"Oh tentu saja bersedia. Aunty-nya sangat cantik. Tapi, untuk apa kau berbohong kepada Dad-mu?"
Pria itu berhasil mendesak Kla lagi.
Kla melajukan mobilnya, hingga sekarang dia yang mendesak pria paruh baya tampan di depan sana dari belakang.
"Dad sering menjodohkanku dengan laki-laki. Aku tidak begitu suka. Well, aku masih berumur sembilan belas tahun, meski aku tidak pernah pacaran, tapi bukan berarti aku harus menerima perjodohankan?"
"Aku bisa jadi pacar aslimu," kata Kla. Dia menginjak pedal gas lagi hingga mobil di depan sana terdorong beberapa senti ke depan.
"Apa-apaan kau!" pekik Seira sambil menutup wajahnya yang merona.
Apa sih yang kukatakan? Mengapa aku mengatakan hal aneh kepada seorang perempuan yang baru saja kukenal? Kau sudah gila, Kla! batin Kla.
"WAKTU PERMAINAN HABIS! SILAHKAN MENUNGGU RONDE BERIKUTNYA JIKA INGIN MAIN LAGI!"
Ah ... beruntung sekali petugas mengatakan hal tersebut, walau pria itu berhasil menabrak mobil yang dikemudikan Kla, lagi.
"Aunty!" Anak laki-laki kecil yang dilihat Kla dan Seira di pangkuan Mom Seira tadi berlari ke dalam pelukan Seira. Remaja perempuan itu menangkapnya dan mengangkatnya ke atas.
"Halo, White," Seira mencium pipi anak laki-laki bernama White itu.
"Ah ..." White mengalihkan pandangannya ke arah Kla.
"Uncle!" White mengulurkan kedua tangannya ke depan, ingin digendong oleh Kla.
Seira menatap Kla sambil tersenyum manis.
Kla mengulurkan tangannya, menerima White dari gendongan Seira. Dia juga mencium pipi White seperti yang dilakukan Seira, namun di sisi yang berbeda.
"Laki-laki mana yang berani mendekati putriku?" Kla dapat mendengar sebuah suara dingin bertanya.
Deg! Kla bisa merasakan aura membunuh dari perkataan itu. Dia menatap ke depan sana sambil tertawa gugup. "Hahaha ... Dad, eh ... Uncle ... aku bisa meluruskan kesalahpahaman ini ..."