Si kembar segera turun dan berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah ada Ayah dan Bunda Anne yang menunggu mereka berdua.
"Selamat pagi, Ayah, Bunda," sapa Kla dan Fe bersamaan. Mereka berdua mengambil posisi duduk di depan orang tua mereka.
"Selamat pagi, kesayangan Ayah dan Bunda."
✓✓✓
"Ayo, duduk dan habiskan sarapan kalian. Ayah dan Bunda ingin membawa kalian ke satu tempat." Bunda Anne berkata setelah dia menelan makanan yang sedang dikunyah.
"Memangnya kita akan pergi kemana, Bun?" tanya Fe penasaran. Dia duduk tepat di hadapan Bunda Anne. Dia mengerutkan dahi ketika Bunda Anne tidak menjawab pertanyaan darinya dan malah menatap Ayah. "Ayah?" Kali ini dia bertanya pada Ayahnya. Ayah pun berlaku sama, dia menatap balik ke arah Bunda Anne. Mereka berdua terlihat sedang menyimpan sebuah rahasia.
Kla dan Fe saling memandang satu sama lain. Mereka pun mengangkat bahu bersama-sama sebagai tanda mereka tidak tahu dan tidak akan mencari tahu gelagat aneh serta hal yang sedang disembunyikan oleh Ayah dan Bunda Anne dari mereka. Mereka berdua segera menghabiskan sarapan mereka, lalu mengikuti langkah Ayah dan Bunda Anne yang membawa mereka ke garasi rumah.
"Eh ... siapa yang suruh kalian ikut mobil Ayah?" tanya Ayah ketika si kembar Dinata membuka pintu belakang mobil. Dia melipat kedua tangannya di depan dada. "Setir mobil sendiri dong .... Masa harus nebeng? Buat apa dibelikan mobil?" Ayah menyeringai kepada Kla.
"Ih ... Ayah .... Ga bisa sekalian?" Kla bertanya balik. Dia memasang wajah cemberut.
"Ga boleh dong. Ayah sama Bunda kan mau pacaran. Kalian ikut mobil Ayah saja dari belakang. Ganggu orang pacaran saja," jawab Ayah sambil merangkul bahu Bunda Anne.
Fe langsung menarik kerah baju belakang Kla dan menyeretnya mundur beberapa langkah. Dia tersenyum penuh arti ke arah Ayah dan Bunda Anne. "Fe dan Kla mengerti kok! Ya kan, Kla?" Perkataan Fe sekarang memang terdengar sangat bersahabat, tapi Kla tahu apa artinya: "Jika kau tidak mengiyakan, ku kuliti kau perlahan-lahan." Begitulah yang didengar Kla dalam perkataan Fe sekarang. Dan, akhirnya dia pun mengangguk cepat karena takut dengan ancaman dari saudari kembarnya.
"Iya ... iya ... Kla paham. Tidak akan mengganggu Ayah dan Bunda pacaran deh," kata Kla pasrah.
Kla dan Fe segera masuk ke dalam mobil, menyusul Ayah dan Bunda Anne yang sudah melaju terlebih dulu dari garasi dan perkarangan rumah.
"Fe, kau rasa hari ini Ayah dan Bunda agak aneh tidak?" tanya Kla sambil fokus mengikuti mobil yang ada di depan sana. Saat mobil hitam yang ditumpangi oleh Ayah dan Bunda Anne berbelok ke sebelah kanan di pertigaan, mobil Kla pun ikut berbelok ke arah kanan. Pemuda itu berusaha menjaga jarak agar tidak tertinggal dan kehilangan jejak mobil Ayah dan Bunda Anne.
"Aku pun merasa mereka sangat aneh. Tapi, mungkin mereka sedang menyiapkan sebuah kejutan untuk kita. Jika diberitahu, bukan sebuah kejutan namanya kan?" kata Fe. Dia sibuk menyetel lagu di MP3 Player kesayangannya. Memikirkan kemana Ayah dan Bunda Anne akan membawanya dan saudara kembarnya pergi membuat semangatnya menjadi menyala-nyala. Dengan kata lain, rasa penasarannya sangatlah besar sekarang, tapi dia memilih untuk menunggu hingga mereka sampai di tempat tujuan.
"Bagaimana jika kita berdua bertaruh? Yang kalah harus mentraktir makan malam," ujar Kla. Dia malah menantang saudari kembarnya untuk menebak kemana Ayah dan Bunda Anne akan membawa mereka pergi.
"Kau menantang, hah?" tanya Fe sambil memicingkan matanya ke arah saudara kembarnya. Dia ingat sekali setiap dirinya dan Kla bertaruh akan satu hal, dia yang akan selalu menebaknya dengan benar. Kali ini pun dia tidak akan kalah dari pemuda menyebalkan di sebelahnya. "Baiklah, ayo kita bertaruh!"
"Kita akan mengatakannya bersama-sama dalam hitungan: Tiga ...."
"Dua ...."
Kla masih tetap fokus mengekori mobil hitam di depan sana. "Satu ...."
"Ayah dan Bunda akan membawa kita ke rumah baru di ibukota/Mereka akan membawa kita pergi untuk memilih rumah di ibukota." Tidak disangka jawaban Kla dan Fe sekarang hampir sama.
Fe menatap saudara kembarnya. "Tumben sekali jawaban kita hampir sama. Biasanya kita tidak pernah menjawab dengan sama seperti ini. Tapi, belum tentu benar. Mungkin saja jauh dari tempat itu." Gadis remaja itu menempatkan posisinya senyaman mungkin. Dia menyenderkan kepalanya ke kepala jok mobil sambil menikmati lagu yang mengalun dari MP3 Player-nya.
Setelah itu, Kla dan Fe sibuk dengan dunia mereka sendiri: Kla fokus menyetir mobil dan mengikuti mobil Ayah dan Bunda Anne; Fe memejamkan matanya sambil menikmati lagu yang mengalun pelan dari MP3 Player. Tidak ada perbincangan di antara mereka berdua.
Fe sendiri terlelap tidur tak berapa lama kemudian. Tidurnya tidaklah nyenyak. Dia terbangun beberapa kali ketika mobil yang disetir oleh saudara kembarnya itu melewati polisi tidur dan menyebabkan guncangan kecil.
"Sudah sampai?" tanya Fe ketika mendengar mesin mobil tak lagi berderu. Dia menatap sekelilingnya dan menemukan bahwa mereka akan bersiap untuk makan siang. Dia menatap Kla yang juga sedang menatapnya.
"Sepertinya kita akan makan siang," kata Kla. Dia pun turun dari mobil ketika melihat Ayah dan Bunda Anne turun dari mobil hitam mereka di depan sana.
Fe menyusul saudara kembarnya dan kedua orang tuanya. Gadis remaja itu dengan malas menyeret tubuhnya dari jok mobil. Berapa lama lagi akan sampai? Ayah dan Bunda ingin membawa Kla dan Fe pergi kemana sih? tanyanya dalam hati.
Ayah dan Bunda Anne membawa Kla dan Fe masuk ke dalam sebuah rumah makan yang tidak begitu besar. Wangi rempah-rempah yang kuat langsung menusuk indera penciuman si kembar Dinata.
Dari seberang sana, terdengarlah suara seorang wanita yang berteriak memanggil Ayah dan Bunda Anne dengan nama mereka. "Anton! Anne!"
Ayah dan Bunda Anne pun membalasnya dengan lambaian tangan. Mereka terlihat seperti sahabat akrab yang sudah lama terpisah.
Fe dan Kla bisa mendengar Ayah dan Bunda Anne menyebutkan nama pemilik suara dan bertanya kabar kepadanya. "Siti. Bagaimana kabarmu?"
Wanita paruh baya bernama Siti itu langsung memeluk Bunda Anne. "Kabarku baik-baik saja."
"Mereka ...." Siti menatap ke arah Kla dan Fe. Si kembar Dinata tersenyum manis padanya.
"Oh. Ini Kla." Ayah menunjuk ke arah Kla, kemudian beralih ke Fe. "Ini Felisha. Mereka anak-anak kami. Kembar Siam. Kla, Fe, ayo beri salam kepada Tante Siti!"
"Selamat siang, Tante!" Kla dan Fe menyapa Tante Siti secara bersamaan.
"Ternyata anak kembar. Pantas saja mirip sekali!" seru Tante Siti. "Ayo! Ayo! Pasti mau makan siang kan? Ikut aku ke meja kalian."
Ayah, Bunda Anne, Kla, dan Fe pun mengikuti Tante Siti ke sebuah meja kosong. Mereka berempat duduk di sana.
"Jangan sungkan ya! Anggap saja rumah sendiri."