Chereads / AITMP : Under The Sea / Chapter 11 - AITMP Arc I - Makan Malam Bersama

Chapter 11 - AITMP Arc I - Makan Malam Bersama

"Ehem! Pertama-tama, lepaskan dulu." Fe berdeham dan menunjuk ke arah tangannya yang masih digenggam oleh Simon.

Simon segera melepaskan genggaman tangannya. "Maaf, kau akan merasa tidak nyaman jika aku tidak mengalihkan perhatianmu."

"Bisa dimengerti," balas Fe. Kemudian, dia melanjutkan, "Aku akan membeli semua series buku yang ditulis oleh GEORGETTE HEYER. Aku sudah membaca beberapa sinopsis dari beberapa bukunya yang hebat itu. Secara tidak langsung, aku jatuh cinta. Jatuh cinta pad-"

"Kisah klasik."

✓✓✓

"Tidak salah, aku sangat menyukai kisah klasik. Terutama saat menemukan bahwa GEORGETTE HEYER merupakan seorang penulis kisah romansa klasik, aku langsung menambahkan namanya ke daftar favoritku," kata Fe.

"Apakah kau menyukai dark criminal case?" tanya Simon. Sekarang, dia merasa sedikit terbiasa dan sudah paham tentang Fe yang menyukai novel. Jadi, dia bisa lebih leluasa berteman dengan remaja perempuan itu.

"Tentu aku suka. Apakah kau memiliki rekomendasi? Aku kehabisan bahan bacaan. Aku berharap bahwa di sana ada seseorang yang merekomendasikan novel dark criminal case untukku," jawab Fe. Dia melangkahkan kakinya di antara rak-rak GRAMEDIA yang dipenuhi oleh buku-buku.

"Jika kau suka, cobalah membaca karya MARIO GIANLUIGI PUZO. Novelnya sangat bagus. Namun, berhati-hatilah. Jika kau sensitif dengan hal-hal berbau umur dua puluh satu tahun ke atas, aku tidak menyarankanmu untuk membacanya," kata Simon. Dia mengekori Fe hingga gadis itu berhenti di depan sebuah rak yang diletakkan lusinan buku karya GEORGETTE HEYER.

"Sepertinya aku akan membeli dua novel karya GEORGETTE HEYER dan satu novelnya yang ditulis MARIO PUZO." Fe memutuskan. "Aku pernah membaca sedikit tentang MARIO PUZO, dia itu rajanya penulis novel yang berkisahkan tentang MAFIA. Apalagi novelnya yang sangat terkenal, em ... apa itu? Oh! THE GODFATHER! Bayangkan dia membuat empat seri buku berjudul sama hanya angka yang menampilkan bahwa sebenarnya mereka itu berbeda. Tapi, sayangnya aku tidak tertarik dengan mahakaryanya: THE GODFATHER."

"Kau tahu banyak tentang dunia novel ya, Fe." Simon berdecak kagum. Untuk pertama kalinya, dia mengenal seorang yang sangat menyukai novel.

"Aku hanya suka membaca. Karya-karya fiksi itu lebih berguna dibandingkan buku-buku mata pelajaran. Bayangkan, aku mempelajari biologi dari sebuah novel berjudul DUNIA MAYA karya seorang penulis asal Norwegia bernama JOSTEIN GAARDER!" seru Fe, "Itu membuktikan bahwa sebenarnya ilmu itu tak hanya harus didapatkan dari buku-buku pelajaran di sekolah, tetapi juga didapatkan dari membaca karya-karya fiksi yang ditulis oleh berbagai penulis."

"Jika semua guru di dunia mengikuti pola pikirmu, maka tidak akan ada lagi yang namanya belajar di sekolah, Felisha," kata Simon sambil mengacak-acak rambut Fe. Sekarang dia sama menyebalkannya dengan Kla.

"Hei! Berhati-hati dengan rambutku, Marjoram!" seru Fe dengan kesal.

"Marjoram? Namaku Simon, bukan Marjoram," sanggah Simon, "sepertinya kau terlalu menghayati novel KATHRYN LITTLEWOOD, jilid kedua THE BLISS BAKERY ya!"

"Aku berterima kasih kepada Balthazar atas julukan itu kepada Rosemary, sehingga aku bisa menggunakannya kepada orang lain yang kapasitas menyebalkannya setara dengan saudara kembarku," kata Fe. Dia berjalan santai setelah mengambil buku berjudul LADY OF QUALITY dan THE GRAND SOPHY yang ditulis oleh GEORGETTE HEYER.

"Ingin kuberi spoiler tentang LADY OF QUALITY?" tanya Simon, yang langsung mendapatkan daethglare dari Fe.

"Berani kau?" tanya Fe dengan nada mengancam, "Bersiaplah!"

"Tidak. Tidak. Aku adalah orang baik, tidak akan membuatmu marah," canda Simon.

Simon berhenti ketika menemukan sebuah novel yang dia cari, TIMAIOS, yang ditulis oleh PLATO. Berkisahkan tentang ATLANTIS dan PERANG DI ATHENA.

Fe sendiri sudah pernah membaca beberapa bagian itu di internet, namun tidak pernah membaca langsung bukunya. Sepertinya, dia juga tertarik untuk membeli satu. Namun, dia mengurungkan niatnya.

"Woah! Kau percaya Atlantis?" tanya Fe.

"Entahlah, aku hanya suka membaca karya fiksi yang berada di luar akal sehat manusia. Teori konspirasi seperti ini sudah banyak ditemui. Salah satunya, yang paling terbaru adalah THE ATLANTIS GENE, yang diterbitkan pada tahun dua tibu tiga belas lalu, ditulis oleh A. G. RIDDLE. Aku hanya ingin membaca karya PLATO. Aku tidak tertarik dengan pemikiran penulis lain tentang Atlantis," kata Simon.

"Begitu ya ...."

Fe dan Simon kembali berjalan memutari rak-rak di GRAMEDIA kembali. Fe ingin membeli novel yang ditulis MARIO PUZO sesuai saran Simon.

"Ini." Simon menunjuk ke arah bagian sebuah rak dengan novel-novel karya MARIO PUZO berjejer rapi di sana. "Ingin kurekomendasikan novel MARIO PUZO yang bagus untuk dibaca?"

"Boleh saja," jawab Fe sambil mengangguk kecil, "aku tidak mempermasalahkan batasan umur dewasa. Aku cukup bijak menanggapi hal tersebut."

"THE SICILIAN. Novel ini lumayan untuk orang sepertimu," kata Simon, "buku ini diangkat dari kisah seorang bandit bernama SISILIA SALVATORE GIULIANO. Tenang, aku tidak akan spoiler. Aku hanya memberitahumu tentang sinopsisnya." Dia cukup paham ketika Fe menatap tajam ke arahnya.

"Baiklah, aku akan mengambil novel ini." Fe menerima novel yang diberikan oleh Simon.

Mereka berdua berjalan beriringan ke depan kasir. Seorang pemuda tengah berjaga di sana.

"Ada kartu member-nya, mbak?" tanya petugas kasir itu. Dia tersenyum ramah kepada Simon dan Fe.

Fe balas tersenyum tipis kepada pemuda itu. Lalu, menggelengkan kepalanya. "Maaf kak, saya tidak punya kartu member."

Simon, tanpa berkata-kata, langsung menyodorkan sebuah kartu member ke hadapan kasir. "Pakai punya saya saja kak. Saya akan bayar punya pacar saya." Jelas sekali dia tidak ingin kasir itu melempar modus atau ucapan manis kepada Fe. Dia itu sudah tertarik dengan Fe pada pandangan pertama saat Fe menjelaskan lukisan-lukisan di pameran tadi siang! Dia tidak akan membiarkan orang lain selangkah lebih maju darinya.

"Oh, tunggu sebentar ya," kata petugas kasir. Dia sama sekali tidak tersinggung. Dari arah berlawanan, terdengarlah suara seorang remaja perempuan yang berusia sebaya dengan pemuda tersebut.

"Kak!"

Remaja perempuan itu sampai di hadapan petugas kasir.

"Eh, dek? Ngapain ke sini?" tanya petugas kasir itu, cukup kaget dengan kedatangannya.

"Rindu kakak, hehehe." Gadis itu tersenyum lebar. "Pengen beli buku juga sih .... Jadi, sekalian saja lihat kakak!"

Setelah berkata begitu, remaja perempuan itu menghilang di antara rak-rak GRAMEDIA yang menjulang tinggi.

"Pacar kakak ya?" tanya Fe.

"Iya, Non .... Hehe," jawab petugas kasir. Pipinya merona kemerahan karena orang yang dicintainya datang untuk melihatnya.

Simon menjadi salah tingkah akan pemikirannya kepada petugas kasir itu tadi. Dia merasa malu sekaligus bersalah. Maafkan aku meragukan cintamu, kak! batinnya.

"Atas nama Simon?" tanya petugas kasir itu, disambut anggukan dari Simon.

"Sudah selesai ya. Totalnya enam ratus tiga puluh ribu rupiah. Bayar pakai cash atau kredit?"

Simon menyodorkan sebuah kartu kredit. Padahal, setahu Fe dia sudah memberikan sebuah kartu kredit pada seorang pemuda Mamad di MARKET tadi.

Tapi, Fe tidak memusingkannya.

"Ini kartunya. Terima kasih sudah berbelanja di sini." Petugas kasir memberikan kartu kredit kepada pemiliknya.

"Ah ... Simon, ini .... Bagaimana caranya membayar kembali kepadamu?" tanya Fe saat mereka keluar dari GRAMEDIA.

"Tidak perlu. Anggap saja ini hadiah dariku untukmu," bisik Simon.

"Tidak boleh seperti itu! Bagaimana dengan yang di MARKET tadi?" Fe menolak.

"Anggap saja seperti itu Fe. Aku tidak perlu mengulangnya seratus kali, bukan?"

"Dan aku tidak perlu menolak seratus kali, bukan?"

"Sudah jam tujuh malam. Kita berjanji akan menemui mereka di depan FUN LAND." Simon mengalihkan pembicaraan. "Kita harus bergegas."

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" seru Fe.

"Aku tidak ingin dan tidak akan menerima satu rupiah pun darimu, Felisha Archaios Dinata. Aku sudah mengatakannya tiga kali. Untuk seterusnya, akan tetap sama. Jadi, jangan paksa aku mengatakan kepadamu seratus, bukan, seribu kali," ujar Simon.

Menyebalkan! pikir Fe. Dia benar-benar tidak habis pikir untuk apa Simon bersikap sebaik itu padanya. Padahal mereka baru saja bertemu. Dia mengembuskan napas kasar, berusaha tidak memusingkan perlakuan Simon.

Ketika hampir sampai di depan FUN LAND, Simon melihat hal yang memusingkan dirinya. Dad? Mom? White? Kla dan Seira? Habislah aku kali ini. Semoga Dad tidak rewel ketika aku membawa Fe ke hadapannya, batinnya sambil memijat pelipisnya. Dia segera menghampiri mereka bersama Fe.

"Wah! Uncle Simon juga membawa seorang Aunty untuk White!" seru White senang.

Fe menatap pria dan wanita paruh baya yang berdiri tepat di samping Seira. Cantik dan tampan. Pantas saja anak mereka juga demikian, pikirnya.

"Selamat malam, Uncle dan Aunty." Fe tersenyum tipis kepada mereka berdua. Jelas remaja perempuan itu menjunjung tinggi tata krama.

"Selamat malam, Nak." Aunty Haspy, wanita paruh baya yang masih saja cantik itu, terdengar sangat ramah.

Sedangkan Uncle Neca, dia menatap Fe dari atas hingga ke bawah. Lalu, tersenyum tipis. "Karena semua sudah berkumpul, kita akan makan malam bersama."

Simon menatap tidak percaya ke arah Dad-nya. Biasanya pria tua itu sering menjodohkan Simon kepada gadis-gadis yang dikenalnya. Dia hampir tidak percaya melihat Dad-nya tidak rewel ketika melihat Fe. Dia melotot ke arah Seira, saudari kembarnya, meminta penjelasan.

Seira hanya mengangkat bahunya. Dia megisyaratkan untuk tetap mengikuti Dad mereka yang masuk ke dalam sebuah restoran Jepang, SUSHI TEI.

Antrian untuk mendapatkan meja di dalam sangatlah panjang.

Seorang laki-laki berbadan gempal menubruk bahu Fe, hingga remaja perempuan itu kehilangan keseimbangan, dan hampir saja mencium keramik di lantai jika saja saudara kembarnya, Kla, tidak segera menangkapnya.

Kla menatap pria berbadan gempal itu dengan penuh amarah. Sudah berani menubruk tubuh adik tersayangku, dia bahkan tidak meminta maaf sama sekali? batinnya. Dia sangat memperhatikan semua hal mengenai saudari kembarnya. Dan, dia paling tidak suka jika orang lain mengganggu Fe. Dia adalah seorang kakak menyebalkan yang baik hati.

"Sudahlah, tidak perlu dipikirkan." Fe berucap pelan. Dia sama sekali tidak masalah dengan hal tersebut. Jika saja Kla mencari masalah di mall, itu juga akan menjadi masalah baginya.

Kla mengacak-acak rambut saudari kembarnya, gemas dengan remaja perempuan yang terlampau baik hati itu. "Kau tidak apa-apa kan, Fe?"

Fe menganggukkan kepalanya singkat, yang seolah mengatakan dia baik-baik saja.

"Berdiri di sini saja." Kla menarik tangan Fe dan menukar posisi mereka.

Semula, Kla berdiri di sebelah tembok dan saudari kembarnya berdiri di sebelahnya. mereka berada dalam deretan antrian yang paling belakang, dengan Uncle Neca, Aunty Haspy, White yang berada dalam gendongan Aunty Haspy, Simon, dan Seira berada di depan mereka. Jadi, sekarang, Kla menukar posisinya dengan Fe. Saudari kembarnya sekarang berposisi di dalam, di sebelah tembok, sehingga Kla bisa lebih leluasa menjaga adiknya.

"Terima kasih, Kla," kata Fe. Dia menatap saudara kembarnya sambil tersenyum. Baginya, Kla tidak sepenuhnya menyebalkan. Pemuda itu masih memiliki sisi 'tidak menyebalkan' juga. Meskipun sisi 'tidak menyebalkan'-nya hanya muncul beberapa waktu sekali. Yang kebanyakan muncul dari Kla adalah sisi 'menyebalkan'-nya.

Antrian bertambah panjang. Di belakang si kembar Dinata, bertambah lagi seprang keluarga, yang terdiri atas: Ayah, Ibu, dan dua orang anak—satu di antaranya sudah bisa berjalan dan terlihat ceria, satu yang lain masih digendong dan tertidur pulas dengan dot di antara bibir mungilnya. Suami-istri itu terlihat memiliki hubungan yang sangat baik dan harmonis. Mereka berdua tersenyum dan tertawa ketika saling bercengkrama satu sama lain.

"Kalian adalah keluarga Levine? Berjumlah tujuh orang?" Terlihatlah seorang pelayan SUSHI TEI yang bertanya kepada Aunty Haspy, disambut anggukan kepala wanita paruh baya itu.

"Ikuti saya, di sini meja kalian."

Mereka semua mengikuti pelayan yang membawa ke sebuah meja keluarga, yang ternyata bersebelahan dengan pria berbadan gempal yang tadi menubruk tubuh Fe.

Fe terlihat baik-baik saja dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dia duduk di meja paling ujung sebelah kiri yang langsung bersebelahan dengan pria yang menubruk tubuhnya. Kla duduk di sampingnya, disusul oleh si kembar Levine yang duduk di hadapan mereka.

"Pst! Nona." Seseorang berbisik kepada Fe. Dia mengalihkan padangannya ke arah pria bertubuh gempal yang sedang menatapnya.

Fe memasang tampang polos dan bertanya, "Ada apa?"

"Ah! Itu ... aku ingin minta maaf tadi. Aku tidak sengaja menabrakmu. Hehehe. Maafkan aku ya?" kata pria itu seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Tidak apa-apa. Aku tidak mempermasalahkan hal itu," ujar Fe. Dia memasang senyuman tipis dan langsung mengalihkan pandangannya ke atah pelayan yang memberikannya sebuah daftar menu.

"Terima kasih, kak." Fe menerima daftar menu tersebut, lalu berbincang-bincang ringan dengan saudara kembarnya.

"Dia minta maaf, kan? Dia tidak sejahat itu, dia hanya terburu-buru," kata Fe. Dia mengatakannya sambil melihat menu-menu makanan yang terpapar.

"Iya deh." Kla berkata dan mendekatkan kepalanya ke Fe. Dia ikutan melihat daftar menu. Sedangkan daftar menu yang tadi dipegang olehnya, diberikannya kepada Seira. Dia cukup tahu si kembar Levine tidak bisa berlagak 'sok dekat' seperti mereka berdua—dia dan Fe.

"Jumbo Yakitori, Chicken Katsu, Ikura Chawanmushi, Salmon Fried, dan nasi putih," kata Uncle Neca kepada pelayan.

"Crispy Cheese Roll dan Omelette," kata Seira.

"Spicy Maguro Roll dan Tenzaru Soba," kata Simon.

"Dua Shoyu Ramen dan Fuji Roll," kata Fe.

"Minumannya?"

"Matcha Pot Tea. Juga satu orange juice." Uncle Neca yang memutuskan karena tidak ada yang angkat bicara.

Semua orang mengembalikan daftar menu ke pelayan.

"Tunggu sebentar, pesanan Anda akan segera disiapkan."

Pelayan itu pun oergi dari meja mereka.

"Sekarang, kalian berempat harus menjawab pertanyaan," kata Uncle Neca serius.

Oh no! Akankah kami selamat dari interogasi ini?