Aldi menatap lekat pada tubuh lemah tak berdaya yang masih berselang infus. Wajahnya begitu teduh, sesekali pria itu mengelus dahi sang pemilik hati yang terlelap dalam tidurnya.
Sahabat yang sangat ia cintai dalam diam, sahabat yang juga menautkan hati padanya, namun cinta itu bersambut dalam situasi yang sudah berbeda!!
akh!!
ingin rasanya ia tetap disana tapi sebuah tanggung jawab lain menuntun langkahnya untuk pulang.
***
Temaram lampu taman menyinari kaki Zara yang terendam di kolam renang, seperti biasa ia belum bisa tidur kalau tidak ada seseorang yang menemaninya, jadi ia putuskan untuk menunggu Aldi pulang dan duduk di tepian kolam renang.
Dari dalam Aldi menangkap sosok Zara yang temenung sendiri sembari memainkan kaki memercikkan air.
"apa yang kau lakukan disini..." tanya Aldi ikut menceburkan kakinya didalam kolam.
"tidak ada... aku hanya punya kebiasaan kalau tidak bisa tidur maka aku akan keluar untuk menenangkan pikiran.." Zara jadi ingat kebiasaannya kalau shanum pulang agak terlambat maka ia akan ke atap apartemen untuk mengusir rasa takutnya.
"ciihh.. apa yang kau pikirkan?? memangnya sikepala batu bisa berfikir" ejek Aldi
"kepala batu?? siapa yang kepala batu"
"ternyata kau memang lambat berfikir ya... ini nih ulah si kepala batu.." Aldi menunjukkan bekas kebiruan ulah Zara membenturkan kepala nya didahi tadi pagi.
"oohh itu azab untuk orang iseng..."
Aldi mendengus resek.
"eehh.. maaf aku pulang terlambat... tadi ada sedikit urusan..."
Zara mengawasi ekspresi tak enak hati suaminya dengan tatapan sinis.
"ohh ya.. maksudku.. aku tadi menemui.. Aura di rumah sakit.." sambungnya kemudian sambil sibuk memainkan kaki di air.
"apa kak Aura sangat penting untukmu?"
"he?!" Aldi tidak siap dengan Pertanyaan itu.
"tidak usah dijawab,,," Zara menegaskan, lalu menenggelamkan pandangan pada riak air dikolam renang "kita tidak mengawali pernikahan ini dengan dasar apapun.. kita hanya dua orang asing yang kebetulan saling kenal dengan cara yang aneh.. lalu terpaksa menikah seolah kita melakukan kesalahan.. dan aku berada ditengah antara kau dan kak aura..." Zara bertutur panjang lebar,, pikirannya seakan kosong melompong "sebenarnya aku berfikir kalau Tuhan sudah menjawab doaku.. kau tau kan aku terobsesi pada Als cake... aku akan merogoh uang saku ku hanya untuk mencoba menu baruny.. tapi takdir membawa ku pada titik dimana aku ingin berada.. sekarang aku beneran jadi istri pemiliknya" Zara menarik nafas dalam-dalam.
"tapi.. Al.. bisa aku mengulang dari awal..." kali ini Zara menatap Aldi yang ikut tertegun.
"maksudnya??"
"yaahh.. kita buat semacam kesepakatan... anggap saja kita adalah sahabat.. mungkin itu akan membuat hubungan kita menjadi lebih nyaman..."
"kau bercanda... kita kan sudah menikah" Aldi memamerkan cincin pernikahan di jari manisnya
"menikah??" Zara menengadah menatap langit pekat " yah kau benar.. kita sudah menikah tapi tidak dalam hal sebenarnya.., hati kita tidak diposisi yang sama.. sampai detik ini kau sama sekali tidak menyentuh ku.."
Aldi menelan ludah, tak dinyana gadis polos seperti Zara bisa bicara seperti itu!
"maaf...sebaiknya kau tidak terlalu berharap banyak pada pernikahan kita" ucapan Aldi terdengar datar dan dingin begitu menghujam tepat dijantung!
"bagaimana kalau kita buat kesepakatan ... kita akan menjalani pernikahan ini seperti sahabat saja.. kita bisa saling berbagi hal apapun layaknya teman, seperti yang kau bilang aku tidak akan berharap apapun padamu... " Zara memejamkan mata seakan ia tak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya "berjanjilah kau tidak akan pernah berbohong padaku,, termasuk tentang perasaanmu pada kak Aura.."
"apa kau yakin?? aku tidak ingin menyakiti mu.."
Zara menghela nafas.
"butuh cinta untuk merasakan sakit.."
deg!
"yah.. kau benar..."
"beri kesempatan untuk hubungan kita.. aku akan bersama mu sampai aku menyelesaikan kuliah.. tidak lama lagi kok sekitar satu setengah sampai dua tahun lagi..." Zara tersenyum masam " kau bisa kembali pada kak Aura setelah kita berpisah..."
deg!
deg!
.
.