Esa duduk bersama Tyas mantan sekretaris pribadinya di ruang VIP sebuah cafe. Mereka butuh tempat privasi untuk membicarakan kelanjutan dari kesalahan yang ia perbuat terhadap Tyas.
Yah! sebuah kesalahan yang terjadi saat mereka pergi untuk urusan bisnis di Sydney. Entahlah baik Esa maupun Tyas tidak begitu jelas pastinya, Esa dalam keadaan tidak sadar sepenuhnya, ia kebanyakan minum anggur yang disuguhkan dalam acara kecil dari kolega mereka.
Tyas sang sekretaris yang setia menemani hingga tanpa sengaja mereka terbangun dipagi hari dalam keadaan kacau, tubuh telanjang mereka hanya terbalut selimut putih.
Gadis itu menangis dalam pelukan sang CEO, bagaimana tidak kehormatan yang sudah ia jaga hanya untuk calon suaminya harus direnggut begitu saja.
Sesal hanya tinggal kata, sementara Tyas sudah mempersiapkan untuk rencana pernikahan dengan Bagas kekasihnya.
Sejak insiden itu Tyas memutuskan untuk melupakan dan resign sebagai sekretaris Esa, ia tetap ingin menikahi kekasihnya.
Tapi rencana itu harus kandas!
Tyas mengandung anak Esa!!!
"katakan pak Esa aku harus bagaimana??" suara Tyas terdengar parau, matanya sembab karena menangis semalaman.
"ambil ini... gugurkan saja.." ujar Esa dingin menyodorkan selembar cek ke arah Tyas. Gadis itu terperangah tak percaya, seorang yang ia anggap berwibawa dan berkarakter ternyata hanyalah pria lemah yang ingi lari dari tanggung jawab.
"Anda ingin aku menggugurkan janin ini...?"
"Tyas mengertilah, ini sebuah kesalahan, dan kau tau aku sangat mencintai Olivia dan... kau juga mencintai pacarmu itu.."
Tyas kecewa dengan ucapan Esa barusan.
"jadi.. anda tidak mau bertanggung jawab..."
"aku mohon Tyas.. jika janin itu tidak ada kau bisa meneruskan pernikahan mu dan hubungan ku dengan Olivia akan baik-baik saja"
Plaakkk!! sebuah tamparan mendarat di pipi Esa.
"aku tidak butuh ini..." Tyas meremas cek itu lalu melemparkannya ke wajah Esa. Gadis bertubuh jenjang dengan rambut panjang terurai menghambur keluar meninggalkan Esa yang tertegun. Rasa sesal, muak dan benci menderanya dengan sangat hebat.
Pria dengan garis wajah tegas itu mengelus pipi bekas tamparan Tyas barusan, ia mengenakan kembali kaca mata hitam dan berlalu dari sana.
***
Ruang Aula kampus masih belum dipenuhi mahasiswa yang akan ikut seminar bisnis hari ini.
"Zara.. seminar ini sangat penting untuk kita.. kau tahu.. aku dengar akan ada kerjasama kampus kita dengan sebuah perusahaan mencari calon-calon entrepreneur muda mulai dari mahasiswa seperti kita..." Widya menjelaskan dengan berapi-api. "lumayan kan bagi yang terpilih akan diberikan dana tunai serta bimbingan...kita bisa mengembangkan online shop kita nanti" lanjutnya nyaris tanpa jeda.
"kita duduk didepan saja biar lebih fokus.. mumpung masih sepi.." ajak Nanda menyeret kedua temannya mencari posisi terbaik.
"kalian bersemangat sekali..." gurau Zara ikut senang dengan semangat kedua sahabatnya.
"tentu kami bersemangat.. kalau kau sudah jelas hidupmu akan seperti apa.. punya suami mapan, tampan, mertua kaya,, ahhh apa lagi yang kau cari.. selesai kan kuliah lalu duduk manis seperti ratu...kalau kami masih harus berdarah-darah mencari sesuap nasi" keluh Widya ceplas ceplos.
"kau ini bicara apa.." protes Nanda mencubit hidung si resek.
Sementara Zara tersenyum masam.
-kalian tidak tahu kalau aku juga masih akan berdarah-darah untuk masa depan pernikahan ku- batin Zara.
"hhmm.. kalau begitu aku tidak usah ikut seminar ini saja ya.." Zara pura-pura merajuk
"eeh.. ehh ehh.. jangan merajuk zeyeng.. aku minta maaf ya.." bujuk Widya menarik-narik lengan sahabatnya. Lalu mereka bercanda seperti biasa untuk menghilangkan rasa bosan.
Dari kejauhan Zara menangkap sosok pria yang tidak asing baginya, dia yang mengenakan Coat hitam sedang berdiri dan berbincang dengan beberapa orang disana.
Pria maskulin dengan garis wajah tegas!
.
.