Jesica POV
Aku melihat Wanita itu mengulurkan tangan. Wajahnya memang cantik ditambah rambut sebahu dan tinggi badan yang sepertinya sama denganku.
"Jesica." Aku sambil tersenyum menjabat tangan Dinda.
"Mau take away atau makan disini?"
"Take away aja." Jawab Kenan cepat.
"Apa aja?"
"Gw green tea late ice, kamu apa sayang?"
"Choco Hazelnut aja."
"Ga sekalian sama makanannya?" Dinda menawarkan lagi.
"Kamu mau ga?"
"Boleh..."
"Mau yang mana?" Kenan sambil mengarahkanku ke arah etalase dan melihat berbagai macam rasa donat yang memang terlihat lezat.
"Pingin yang kacang almond.." Aku sambil menunjuk pada donat dengan taburan kacang.
"Mau beli berapa?" Kenan memastikan lagi.
"Hm..2 cukup ga ya.." Aku bertanya-tanya sendiri.
"Ya udah kita beli campur aja ya supaya kamu bisa makan yang mana aja."
"Ga kebanyakan?"
"Nanti Mas yang habisin sayang."
"Ya udah terserah Mas aja."
"Campur aja deh 1 Lusin ya." Kenan tanpa ragu segera memesan dan tak lama membayar pesanannya.
"Ya udah duduk dulu ntar gw anterin kasian Jesica lagi hamilkan." Dinda mengarahkan kami pada kursi kosong. Ramah juga dia. Aku segera duduk dengan Kenan dan tak lama Kenan mengangkat teleponnya sepertinya ada panggilan masuk.
"Iya, ini lagi di depan kantor, oh iya-iya, aku kesana sekarang."
"Siapa Mas?"
"Kak Riko, Mas ke kantor bentar boleh?ada yang ketinggalan dokumennya yang harus dikasihin."
"Oh ya udah."
"Kamu mau ikut atau tunggu disini aja?"
"Aku disini aja Mas."
"Ya udah nanti sekalian Mas bawa mobil."
"Iya Mas." Aku yang kemudian melihat Kenan berjalan ke arah pintu dan keluar. Tak lama setelah Kenan keluar pesanannku datang dan lagi-lagi Dinda yang mengantarnya. Apakah dia seperti ini kepada semua pelanggannya?atau karena itu aku?atau karena itu Kenan?.
"Loh kemana kenannya?" Tanya Dinda saat melihat aku duduk seorang diri.
"Balik lagi ke kantor ada urusan bentar."
"Ini pesanannya, udah lengkap. Cek lagi aja." Dinda memberikan plastik putih padaku. Aku langsung melihat isinya.
"Udah kok udah lengkap."
"Ya udah, tunggu ken disini aja."
"Hm...Dinda, ada yang pingin aku tanyain." Aku memberanikan diri untuk mengajaknya mengobrol.
"Tanyain?apa?" Dinda yang heran kini mengambil kursi dan duduk berhadap denganku.
"Sebenarnya...kamu punya hubungan apa sama Kenan?" Tanyaku ragu karena takut mendapatkan kenyataan yang menyakitkan. Kenapa aku tanyakan ini padanya? itu karena aku ingin melihat sejauh mana Kenan jujur padaku dan aku juga penasaran dengan reaksi Dinda. Jika dia memiliki hubungan dengan Kenan pasti dia akan terkejut dengan seranganku.
"Aku dan Kenan?kami hanya teman ka.." Dinda menjawab tampak ragu dan tetap tersenyum. Apa ini jawaban jujur?Aku masih mencernanya.
"Apa iya teman?jujur... Ken bilang dia sempat perhatiin kamu belakangan ini."
"Iya dia juga ngaku kok soal itu tapi ini ga seperti yang kamu pikirin. Kami benar-benar ga punya hubungan apapun bahkan kalau kamu ingin tahu setiap kali dia kesini yang diceritain cuma tentang kamu bahkan sedang marah pun yang diceritain itu kamu."
"Kalau teman kenapa harus sampai cerita sedetail itu sama kamu?"
"Dia cerita sama aku tuh bukan tanpa alasan. Dia tuh pingin tahu dari sudut pandang cewek kalo dia gini gitu gimana. Dia tuh ga mau bikin kamu marah atau kesel." Dinda berbicara banyak sementara aku diam.
"Kenapa?belum percaya?" Tanya Dinda seolah tahu keraguanku.
"Aku dan Kenan itu kenal sejak aku buka cafe disini sekitar 5 tahun yang lalu. Bukan maksud apa-apa ya tapi aku kenal dia ketika dia masih dengan Marsha dan selama itu aku ga pernah denger mereka berantem karena Ken main cewek atau selingkuh tapi paling hal sepele yang inti permasalahannya dari sifat mereka berdua aja. Ka..Ken tuh bukan cowok yang gitu dan aku juga bukan cewek rendahan yang ngambil suami orang jadi aku berani sumpah hubungan aku sama Ken cuman temen." Dinda meyakinkanku bahkan tangannya kini menggenggam tanganku. Aku yakin dia kali ini mengatakan yang sebenarnya karena sorot matanya saat berbicara terus menatapku. Dia tak pernah melirik ke kanan atau kiri bahkan tak satupun gerakan ditangannya yang menunjukkan dia gugup.
"Berarti Ken udah bilang jujur sama aku?"
"Ini pasti masalah yang kemarin.."
"Kamu tahu juga?"
"Dia cerita sedikit karena bingung dan aku ga mau kamu sekarang jadi mikirnya Ken berlebihan menceritakan ini ke wanita lain. Engga ka jangan berpikir gitu, dia itu pingin ngertiin kamu saking sayangnya sama kamu dia pingin cari tahu caranya gimana makannya nanya ke aku. Aku bukan care sama Kenan tapi tepatnya aku care sama kalian apalagi sekarang kamu hamil udah aku marahin habis-habisan Kenan kalo sampe main sama cewek lain." Dinda membuatku tertawa sedikit karena wajahnya terlihat kesal jika hal yang dia katakan benar-benar terjadi.
"Aku tahu Din, aku salah aku sadar belakangan ngekang dia sampe mungkin aku ngelarang dia temenan sama cewek-cewek tapi dari kesalahan itu aku jadi tahu Kenan orang kaya apa dan maunya gimana."
"Cowok kalo kamu makin larang justru makin penasaran bukan berarti harus dilepasin sih ya tarik ulur aja kaya layangan." Dinda sambil tersenyum.
"Aku minta maaf udah nuduh kamu yang engga-engga."
"Jangan kaya gitu, aku yang minta maaf kalo gara-gara aku kalian jadi berantem."
"Habis Ken keterlaluan sempet bilang dia selingkuh padahal engga."
"Cari perkara tuh orang pantes aja sih kamu jadi mikirnya aku sama kenan ada hubungan."
"Nah itu kan makannya aku mikirnya jadi kemana-mana." Aku tanpa sadar mulai merasa nyaman curhat dengan Dinda. Sekarang aku sudah yakin bahwa Kenan tak pernah selingkuh dan dia sudah berkata jujur padaku kemarin-kemarin. Cukup lama kami mengobrol dan Dinda juga tipe wanita yang cukup asyik untuk diajak berbicara terlebih lagi kami punya ketertarikan yang sama pada dunia memasak membuat pembicaraan kami tak ada hentinya.
"Maaf lama tadi ngejelasin dulu ke Kak Rico."
"Minuman aku sampe habis disini nih Mas."
"Ya udah Mas beliin lagi."
"Udah aku udah beli."
"Lu gimana sih ken untung ada gw kalo ga udah lumutan istri lu nunggu."
"Iya-iya makasih Dinda, ya udah mau sekarang?"
"Iya Mas." Aku segera berdiri.
"Din, aku pamit dulu ya kapan-kapan main dong ke restoran ntar aku kasih diskon."
"Iya-iya nanti aku main, hati-hati ya." Dinda sambil mencium pipi kanan dan kiriku dan setelah itu aku dan kenan pun pergi.
"Udah akrab aja.." Kenan heran sambil berjalan ke tempat dimana dia memarkirkan mobilnya.
"Kenapa ? ga boleh?"
"Boleh sayang, cuman aneh aja baru juga ketemu."
"Soalnya kan hobi kita sama masak Mas dan aku pingin belajar bikin kue."
"Syukur deh."
"Cuman Dinda yang udah aku setujui jadi temen cewek Mas."
"Iya sayang, udah masuk." Kenan membukakan pintu mobil untukku.
***To be continue