Vira sudah menghilang di balik pintu lift. Membuat Vino bingung harus mengejar melalui tangga darurat atau, menunggu?
"Akh, kenapa jadi gini sih!"
Gusarnya. Saat seperti ini paling gampang, paling mudah dan paling simple, menghubungi asistennya. Meminta mengejar Vira atau sekedar mematai kemana gadis itu pergi. Tapi Vino tidak sedang memikirkan itu. Entah kenapa dia lebih memilih mengejar Elfira sendiri. Dia menusuri jalan lain, menuju eskalator.
"Hal yang paling ribet yang pernah gue alami adalah dapet legalitas warisan bokap!"
Gerutu vino sambil berlari dan menyingsingkan lengan panjang bajunya.
"Seakan bokap tuh ga percaya sama skill gue. Seakan gue akan make hartanya buat apa tau!"
Sambil melangkah cepat vino terus saja menggerutu ga jelas.
Beberapa karyawan membungkuk saat berpapasan dengan Vino tapi dia ga peduli.
"Dan sekarang berurusan sama istri, seribu kali lebih bikin kepala gue mau pecah!!"
Saat tersadar Vino merasa langkah turunnya tak kunjung sampai. Dia melongo mendapati dua orang ibu ibu di depan wajahnya yang menatap heran. Shit!
Dia salah, dia berlari menuruni tangga eskalator naik. Pria itu membalik badan kembali naik dan pindah tangga berjalan.
"Sumpah, Vira bikin harga diri gue jatoh!" Batin Vino tak mengerti sendiri.
Meski tampangnya cool, perawakannya tegap, dada bidang, pakaian casual branded, tetep aja wajah merah merona Vino membuat wajahnya terlihat cute dan mengundang lirikan genit sekitar.
Sedikit penjelasan, gedung mereka tinggal katakanlah semacam apartemen dengan bangunan terhubung bersama mall dan hotel. Tentu saja kawasan industri modern ini milik keluarga Vino.
Akses yang terhubung, di satukan oleh lobby dan kolam renang pada bagian pemisah bangunan.
Harusnya lift yang tadi di naiki Vira, mempertemukan mereka di lantai dasar lobby, dimana semua muka bangunan bertemu. Tapi Vino tidak melihat ada Vira di antara penumpang lift.
"Apa bapak perlu sesuatu?" Seorang staff membungkuk sopan mendapati Vino terlihat sedang mencari seseorang.
"Apa kalian liat Vira?" Tanya Vino dengan wajah cemas. Staff hotel mengerutkan dahi mendengar bosnya menyebut nama istrinya tanpa ada embel embel manis.
"Ehem!" Vino berdehem seakan menyadari kekeliruannya.
"Maksud gue, nyonya, em, ia, istri gue!"
Dengan canggung Vino mengucapkan kalimatnya membuat staff dan beberapa wanita yang jadi reception tersenyum. Lihatlah wajah merona Vino, pasangan baru memang suka malu malu.
"Kijang satu, kijang dua!" Staff menyalakan walkie talkie memanggil rekannya.
"Eh ngapain!" Sergah Vino melihat staff penjaga mulai siaga
"Cari nyonya yang ilang pak!" Balas staff dengan wajah polos. Vino menggeleng dan mengibaskan tangan.
"Ga, ga, ga usah!"
"Perintah batal operasi!" Ujar staff menggagalkan tugas dadakan rekan rekannya.
"Bukan ilang begitu maksud gue!" Kesal Vino.
Vini menatap staff yang dari tadi menatapnya menunggu surat perintah.
"Udah kembali kerja, anggap aja gue ga ada di sini!" Ujar Vino entah kesal entah malu. Nyesel dia turun ke lobby. Bukannya nemuin Vira malah jadi pusat perhatian.
Vino kembali mencari Vira.
"Si bapak kenapa si?"
"Gue denger penganten baru emang gitu, bawaanya pengen Deket aja"
"Ga bisa di tinggal dikit hehee.." kumpulan pegawai mulai bergosip di belakang punggung Vino.
Sementara Vira.
Dia menyandar pada dinding lift dengan wajah gusar. Kata kata Vino membuat bayinya sungguh terluka.
"Nona lantai berapa?" Suara lifting bertanya pada Vira karena semua penumpang lift sudah keluar.
"Lobby, lantai dasar" ujarnya sungkan dan menegakkan punggung. Petugas lift itu hanya mengedipkan mata tak percaya.
"Nona, kita sudah kembali naik"
"Apa!" Vira melihat angka pada monitor lift, dia mengulas senyum kecil.
"Tidak apa, tadi aku melamun" ujarnya sopan pada karyawan gedung ini. Si pemuda petugas penjaga lift tersenyum saja.
***
Vino sudah berapa kali bolak balik mencari istrinya, sampai sakit pinggang nafas engap engapan. Tapi belum juga melihat sosok gadis yang dicarinya. Dia menatap sekali lagi ke arah lift yang tadi di tumpangi Vira. Kali ini Vino berinisiatif menumpang lift saja daripada bolak balik kaya martabak telor naik eskalator. Untung jam segini udah lumayan sepi.
Vino bertolak pinggang mengatur nafas. Pria itu kesal sendiri dan mengacak acak rambutnya
cewek ini bener bener bikin pusing, baru kali ini Vino dibuat seperti ini. Dia menunduk menahan perutnya yang sedikit sakit kelelahan.
Ting!!
Pintu lift terbuka. Pas sekali Vira bisa melihat wajah Vino tepat di depan matanya, di tengah tingkah lengah Vino, Vira segera menekan tombol lift dan meninggalkan wajah terkejut Vino di atas sana. Lift segera turun. Lagi dia kehilangan Vira!
" Viraaa... "
panggil Vino yang samar entah karena sudah beda lantai atau lirih karena kecapaian.
"Gawat!"
Batin Vira tambah cemas. Tadi dia melihat jelas wajah merah Vino, itu artinya pria itu sangat marah. Vira tak bisa membayangkan kemarahan Vino. Dia ketakutan sendiri, dengan cepat Vira keluar dari gedung megah itu, gadis itu terus berlari tak tau kemana. Yang penting kabur aja dulu
dia cuma ingin menghindari Vino
Vira terus berlari sampai nafasnya terengah engah, sampai dia merasa sudah mulai kelelahan. Vira mencari tempat untuk bisa duduk dan menyandarkan punggung. Dia terduduk lemas pada kursi taman. Ternyata sudah di taman saja! Tadi dia berlari tak tentu arah, ternyata dia sudah sampai di taman tak jauh dari pelataran gedung mewah keluarga Vino
Vira menghela nafas dalam, dia tak menyangka mendengarkan percakapan tadi, percakapan antara Vino dan om Eman.
Sementara om Eman, lagi asik asikan dengerin musik dari earpod sambil nyeruput kopi starbuck di ruang tunggu bandara.
dada Vira kembali sesak
Balas dendam? Vino ingin balas dendam?
Seketika air mata Vira terjatuh, dia mulai menangis menarik kakinya yang lemah, lelah karena berlari tadi.
"harus nya gue tau, dia memang ga tulus, dia mana mungkin suka sama gue!" Lirihnya berusaha menghapus air mata
"gue aja yang gr, kepedean. Ga sadar diri, ga tau posisi!" gumam Vira semakin membuat tangisannya bertambah deras. Dia berusaha menghentikan tangisan tapi yang ada malah bertambah jadi.
Rasanya sakit, gadis itu terus mendekap dadanya
"Dasar tukang bohong!" Gusarnya, untung saja dia tau lebih awal, seandainya telat bisa jadi dia semakin terkecoh dengan tingkah baik Vino
"Gue pikir dia beneran mulai suka sama gue, gue pikir. Ah bodoh! Mana ada si vir!" Kesal Vira pada diri sendiri.
"Lu aja yang bodoh! Kepedean! Sadar Virr sadaar!!" Ketusnya sambil memukul kepala sendiri.
Kecewa, sudah pasti. Gadis mana yang tak akan luluh oleh sesosok Vino yang begitu berkharisma. Siapa yang tak akan pernah bisa kagum dan jatuh cinta padanya? Munafik.
"Gue kan Uda bilang ga bakalan jatuh cinta sama dia. Tapi baru sebentar aja gue udah luluh. Gue beneran munafik" lirih Vira menghapus air matanya. Dia menghela nafas berat.