Manere
#28
"Hidup seseorang tidak berhak diatur hanya karna orang yang mengatur adalah orang yang dia hormati"
-0-
"Papa gue dateng keapartemen." ujar Atha membuat Kira terdiam.
Entah ini hanya dugaan atau apa Kira merasa kedatangan orang tua Atha memiliki dampak buruk untuk hubungannya dengan Atha.
"Yaudah temuin aja papa lo, turun gih sana."
"Gue maunya sama lo."
-Part Sebelumnya-
Kira dan Atha berjalan menuruni tangga apartemen dengan sedikit terburu-buru.
Langkah Atha terhenti tepat didepan pintu apartemennya yang sedikit terbuka. Wajah laki-laki itu mengeras mendengar suara tawa dan kekehan didalam sana.
Kira menelan ludahnya dan mendongkak, mengangkat tangannya mencoba menenangkan Atha "Tenanglah" ujar Kira mencoba menenangkan sedangkan didalam dirinya dia juga merasa tegang.
Atha mendorong pintu apartemennya dan melangkah masuk menarik Kira yang terhenti sejenak, dari kejauhan dia bisa melihat seseorang yang tengah duduk diatas sofa dan memainkan segelas minuman ditangannya menatap orang didepannya dengan kekehan.
"Ada apa kalian ditempat saya." ujar Atha membuat seluruh mata menatap kearahnya tak terkecuali seseorang yang memegang gelas tersebut.
"Athaaa!!" pekik gadis yang sejak tadi duduk didepan orang yang memegang gelas.
Alika, ya gadis itu ada bersama keluarganya. Kira semakin bersembunyi dipunggung Atha melihat Alika yang begitu akrab dengan seseorang yang Kira duga adalah ayah Atha.
Alika berdiri berlari kecil menghampiri Atha dan hendak merangkul lengan laki-laki itu namun terhenti saat mengetahui Atha membawa gadis bersamanya.
"Lihat Om Atha membawa gadis lain! Om harus negur Atha dan jauhin dia dari gadis jalang itu." ujar Alika dengan wajah polosnya membuat Kira yang mendengarnya ingin sekali mencakar-cakar wajah gadis itu dan mencongkel matanya yang menatap polos.
"Cih menjijikan." batin Kira.
"Jaga ucapanmu Alika." tegur seseorang dari arah dapur yang membawa sepiring buah buahan.
"Atha duduklah kita bicara ajak temanmu sekalian." ujar Luna kakak Atha namun tak digubris Atha, laki-laki itu masih diam menatap lurus kearah ayahnya.
"Sebaiknya kalian pulang." hanya itu yang diucapkan Atha namun membuat laki-laki yang sejak tadi hanya menyaksikan apa yang didepannya berhenti memainkan gelasnya dan menaruhnya diatas meja.
"Apakah itu sambutan dari seorang anak yang kabur dari rumah kepada keluarga dan tunangannya?"
Atmosfir seketika berubah menjadi dingin dan sangat tegang, Atha maupun Bram ayah Atha sama-sama mengeluarkan aura permusuhan.
"Sepertinya memang seperti itu, dan juga saya tidak memiliki tunangan sama sekali."
Bram melirik kearah Atha menatap anak bungsunya dengan tenang.
"Keluarga Alika sudah setuju untuk melakukan pertunangan, kamu pasti paham Tha." saut Luna mencoba sedikir mencairkan suasana.
Kira yang sejak tadi terdiam mendengar semuanya seperti diremas hatinya mendengar segalanya yang memasuki gendang telinganya. Dan juga Kira merasa tidak ada gunanya dia disini gadis itu ingin menyendiri diapartemennya sekarang juga.
"Tha gue pamit aja ya" bisik Kira dan hendak pergi namun tangannya justru ditarik semakin mendekat kearah Atha bahkan kini Kira berdiri tepat disamping Atha menggusur Alika yang tadi berdiri disamping laki-laki itu.
"Mengapa kalian tidak menyatukan gadis itu dengan anak laki-laki kesayangan anda saja,bukankah dia sangat penurut? Dan juga saya sudah memilih seseorang yang akan mendampingi saya nanti." ujar Atha membuat Bram menghela nafasnya dan Luna terdiam.
"Apakah gadis itu kekasihmu?" ujar Bram membuat tubuh Kira kaku mendengar suara berat itu tertuju padanya.
"Putuskan saja dia, kamu yakin ingin memacari gadis dengan reputasi seperti itu?" ujar Bram membuat Kira serasa diremas dadanya, mata gadis itu kini dipenuhi air mata yang siap keluar .
"Lalu apakabar dengan istri anda? Mengapa anda menikahi perempuan dengan reputasi yang lebih buruk dari kekasih saya."
"Atha!!" tegur Luna.
Bram berdiri melangkah kearah anaknya menatap Atha dengan tajam begitu juga sebaliknya.
"Sadarkan diri anda sebelum menegur saya, dan hentikan pertunangan bodoh itu atau gunakanlah anak lelaki anda itu." mata Atha semakin menajam menatap Bram.
"Kamu tahu Revan tidak suka hal seperti itu Atha..." ucapan Luna terpotong
"Lalu saya? Saya juga tidak menyukai hal tersebut, jika anda ingin mempererat persaudaraan yang kalian junjung itu carilah orang yang ingin bertunangan dengan gadis itu." potong Atha menoleh kearah Luna yang seketika terdiam.
"Athaa kamu kok kayak gitu! Bukannya dulu kamu janji buat sama aku terus?"
Atha melirik kearah Alika dan mendekat kearah gadis itu "saya tidak ingat anda sama sekali, siapa anda atau kah anda bagi saya saya tidak tau itu. Dan juga saya mohon berhenti membawa-bawa pertunangan itu untuk mengikat saya." ujar Atha membuat Alika terisak dalam diam.
"Om apa yang terjadi sama Atha? Kenapa dia tidak mengingat Alika om? Om!" pekik Alika menatap Bram yang hanya terdiam mendengarnya begitupun dengan Luna.
"Batalkan tunangan ini, saya mengatakan ini bukan sebagai keturunan Guvardo tapi sebagai putra Riana Atmaja."
Wajah Luna Alika dan Bram seketika tegang mendengarnya.
"Tha!!!" pekik Luna, gadis itu kini hendak menangis mendengar apa yang diucapkan Atha.
Atha segera menarik Kira memasuki kamarnya meninggalkan 3 orang yang terdiam merasakan sesuatu didalam hati mereka setelah Atha menyebut nama itu. Sejujurnya Atha tidak ingin memakai nama itu karena hatinya akan terluka mengingat apa yang telah terjadi namun hanya itu yang bisa melepaskan Atha dari genggaman ayahnya yang selalu mengaturnya.
Dengan membawa nama ibu kandungnya yang sudah tiada.
Hanya itu satu-satunya cara.
---•••---
Atha menarik Kira memasuki kamarnya dan menarik gadis itu dalam pelukannya, memeluk gadis itu dengan erat.
"Tha." bisik Kira membuat Atha semakin menenggalmkan kepalanya diceruk leher gadisnya itu.
"Sebentar saja." bisik Atha membuat Kira hanya mengangguk, menepuk pundak Atha perlahan mencoba menenangkan kekasihnya itu.
Kira merasakan badan yang ia peluk sedikit bergetar didalam pelukannya. Atha menangis, ya lelaki itu tengah menangis dipelukan Kira sekarang.
"Menangislah." bisik Kira membuat laki-laki dipelukannya semakin mengeraskan tangisannya, Kira hanya bisa memberi pelukan untuk Atha.
Gadis itu tidak akan memaksa Atha untuk bercerita mengapa dia menangis sekarang, toh Atha akan menceritakan nanti saat dirinya bertanya.
Cukup lama Atha menangis, kini laki-laki melepaskan pelukannya membuat Kira menatap Atha dengan wajah menahan tawanya.
"Muka lo udah cocok datar, sekarang jadi jelek gara-gara lo nangis." ujar Kira menghapus air mata disudut mata Atha membuat laki-laki hanya tersenyum.
"Es Batu berjalan bisa mencair juga ya." goda Kira dengan tawanya membuat Atha tersenyum tipis, hatinya sedikit tenang melihat Kira didepannya dan menangis dipelukan gadis itu.
"Dasar cengeng."
"Siapa yang cengeng?"
"Tiang listrik tadi gue lihat dia nangis keraaaas banget." ujar Kira dan mendapat toyoran manis dari Atha.
"ATHAAAA!!!" pekik Kira membuat Atha tertawa dan menghindari lemparan bantal dari Kira.
"Sini lo! Mentang-mentang tinggi main noyor aja." ujar Kira yang kini berdiri diatas kasur dan melompat kearah Atha memeluk laki-laki itu dan melingkarkan kakinya diperut Atha.
"Dasar mentang-mentang tinggi!!" ujar Kira menjambak rambut Atha dengan keras.
"Sakit Kir, Sakit!!" ujar Atha memegang rambutnya yang dijambak oleh Kira, Atha berjalan mundur dan menjatuhkan Kira tepat diatas kasurnya dan mengunci gadis itu dibawahnya.
Cetaaak
"AWWWW" pekik Kira memegang kepalanya yang disentil oleh Atha.
"Jangan main-main sama gue makanya." ujar Atha yang justru dibalas dengan wajah konyol Kira membuat laki-laki itu sedikit terkekeh melihatnya.
"Ra."
"Hmm?"
"I love you, don't leave me? Promise?"
Kira menatap Atha dengan senyumannya dan mengangguk.
Wajah Atha semakin mendekat dan mencium Kira cukup lama, begitu juga Kira yang merangkulkan tangannya menahan Atha agar tetap menciumnya.
Kini setidaknya Atha memiliki sandaran jika ingin menangis selain ibunya yang telah meninggalkannya begitu juga Kira memiliki superhero yang akan melindunginya dari orang suruhan papahnya.
Namun bagaimana jika mereka dipisahkan oleh takdir?