Hari semakin larut, dan cahaya bulan merembes masuk dari jendela ruang duduk. Sinarnya menerangi sesosok wanita muda yang berdiri di depan jendela. Lilia menatap kosong ke luar jendela sambil sesekali melirik layar iPed di tangannya.
Komentar-komentar negatif di website agensi dan kepolisian sudah berkurang drastis berkat intervensi dari pihak berwenang. Namun perang antar-fans di akun media sosialnya seperti Twitrr masih berlangsung sampai sekarang.
Lilia menutup aplikasi tersebut dengan ekspresi dingin. Ada yang sengaja menyewa orang-orang ini untuk menghancurkan reputasinya lewat dunia maya, dan Lilia bisa menduga siapa pelakunya.
Pada saat itu, Suster Mei masuk ke ruang duduk. "Nona Lilia, makan malam sudah siap!"
Mendengar itu, Lilia otomatis melirik jam dinding. Saat ini sudah pukul enam malam, tapi Jean belum pulang juga. Pria itu hanya mengantarnya ke sini sebelum langsung kembali ke kantor. Lilia menggelengkan kepala. Untuk apa dia memikirkan pria tanpa hati itu? Kalau Jean ingin pulang larut malam, itu bukan urusannya!
Dia mengikuti Suster Mei ke ruang makan dan melihat hidangan yang memenuhi meja. Ada masakan daging, tumisan sayur, hingga sup miso. Semuanya terlihat lebih lezat daripada masakan di rumahnya! Lilia khawatir kalau dia akan menjadi semakin gemuk setelah pulang dari sini.
Suster Mei mengelap tangannya dengan celemek dan mulai menyiapkan peralatan makan untuk Lilia. "Kalau ada yang tidak kamu sukai, beritahu aku, ya. Akan kumasakkan hidangan yang berbeda untukmu!"
"Tidak usah repot-repot, Suster Mei. Ini semua terlihat enak, sampai aku bingung harus mencoba yang mana dulu. Terima kasih banyak." Lilia berkata sambil duduk.
"Sama-sama!" Suster Mei beralih membersihkan dapur sambil terus berbicara. "Tuan Muda sibuk sekali belakangan ini, tapi dia sangat memperhatikan Nona Lilia. Biasanya Tuan Muda tidak pernah makan malam di rumah karena dia selalu pulang larut. Namun hari ini Tuan Muda secara khusus menyuruhku datang dan memasakkan makan malam untukmu."
Lilia makan sambil mendengarkan celotehan Suster Mei. Dia tidak tahu apakah dia harus merasa tersanjung atau justru was-was. Lilia hanya tunangannya secara kontrak, jadi kenapa Jean begitu peduli padanya?
*****
Pada pukul delapan malam, terdengar bunyi deru mesin mobil yang berhenti di depan rumah itu.
Kenny membukakan pintu mobil untuk Jean. Putra keempat Keluarga Widjaya itu melangkah keluar sambil memberikan beberapa instruksi tambahan kepada asistennya.
"…itu saja. Apa kamu paham?" Tanya Jean di akhir instruksinya.
"Ya, saya akan segera melaksanakannya." Kenny membungkukkan tubuhnya. "Selamat malam dan selamat beristirahat, Presiden."
Jean hanya mengangguk sebelum masuk ke dalam rumahnya. Dia menanggalkan jasnya dan menaruhnya di gantungan dekat pintu masuk sebelum melepas sepatunya. Biasanya dia menganggap rumah ini hanya sebagai tempat untuk mandi dan tidur, namun hari ini dia sengaja pulang lebih awal.
Pria itu melangkah masuk ke ruang makan, namun tidak ada siapapun di sana. Jean mengerutkan kening dan berpindah ke ruang duduk. Dia menemukan wanita yang dicarinya sedang tertidur nyenyak di atas sofa.
Rambut hitamnya yang panjang dan ikal tampak berkilau di bawah cahaya bulan. Wajah Lilia terlihat tenang dan damai saat sedang tidur, menimbulkan kesan yang berbeda dari biasanya. Jean terus mengamati wanita itu lekat-lekat dalam keheningan, seolah sedang mengagumi suatu karya seni.
Seolah merasakan tatapan tajam Jean, bulu mata Lilia bergetar dan dia perlahan membuka matanya.
Sang putri tidur yang baru bangun terlihat polos dan menggemaskan, seperti bayi hewan yang baru pertama kali membuka mata. Tatapan tajam pria itu melembut saat dia menemukan sisi Lilia yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Dalam kondisi setengah mengantuk, Lilia melihat sesosok pria bertubuh tinggi berdiri di depan pintu. Wanita itu mengerjapkan mata berulang kali, berusaha memfokuskan pandangannya.
"Oh, kamu sudah pulang!" Ucap Lilia sambil menggosok matanya. Suaranya terdengar lembut dan rendah karena baru bangun,
Di telinga Jean, kata-kata Lilia terdengar seperti 'selamat datang kembali' yang biasa diucapkan seorang istri saat suaminya pulang kerja. Pikiran itu membuat semua rasa lelah Jean langsung lenyap.
Jean berjalan ke dapur untuk menutupi perasaan gembiranya. Dia menuangkan segelas air dan menyodorkannya pada Lilia. "Kenapa kamu tidak tidur di kamarmu?"
"Hmm…" Lilia merapikan rambutnya yang berantakan sebelum menerima air itu. "Aku hanya ingin berbaring sebentar di sini, tapi aku tidak menyangka kalau akan ketiduran. Oh ya, Suster Mei membuatkanmu makan malam. Biar kuambilkan untukmu."
Lilia menaruh gelasnya sebelum berdiri dan mengeluarkan sisa makan malam tadi dari kulkas. Dia menghangatkannya sesuai instruksi yang diajarkan Suster Mei sebelum wanita itu pulang.
Ketika Lilia menyajikannya di meja makan, Jean telah selesai mengganti pakaiannya. Dalam balutan baju kasual yang terlihat nyaman, pria itu duduk di depan meja makan.
Walau dia sudah pernah melihat penampilan kasual Jean sebelumnya, Lilia masih merasa seperti melihat orang yang sepenuhnya berbeda. Pria itu tampak lebih ramah dan mudah didekati dibandingkan sebelumnya, sehingga membuat jantung Lilia berpacu kencang.
Tatapan Jean tertuju ke arahnya dan dia buru-buru mengalihkan pandangan. "Makanlah selagi masih hangat, ya." Lilia berkata sebelum berjalan ke pintu. Dia berniat kabur dari sana, tapi kata-kata Jean menghentikannya.
"Bagaimana denganmu? Apa kamu sudah makan?"
Lilia mengangguk. "Sudah kok, jangan khawatir. Aku akan kembali ke kamar dulu. Selamat menikmati makan malammu!"
Kali ini Jean tidak menghentikannya. Dia mengawasi Lilia berjalan cepat ke lantai dua seolah melarikan diri darinya. Sudut mulut Jean terangkat membentuk senyuman terhibur. Tampaknya Lilia belum terbiasa dengan kehadirannya. Kalau begitu, Jean hanya perlu sering-sering menghabiskan waktu bersama Lilia sampai wanita itu berhenti mencoba melarikan diri darinya.
Sementara itu, Lilia menutup pintu kamar tidurnya dan bersandar ke pintu. Jantungnya berdetak liar, seolah dia baru saja lari maraton.