Lilia menoleh pada Harold, yang segera menyerahkan buket bunga lili di tangannya. Model itu menyodorkan buketnya pada Sara dengan senyum bersahabat. "Sara, sebaiknya kamu berhati-hati saat menyeberang jalan lain kali. Untungnya kali ini kakimu hanya mengalami retak, tapi siapa yang tahu apa yang mungkin terjadi berikutnya."
Mata Sara terpaku pada bunga lili itu dan sudut mulutnya berkedut. Dia bisa mendengar ancaman di balik kata-kata Lilia.
Walau Sara merasa jengkel sekaligus was-was, dia tidak berani menunjukkannya. Manajer William itu menerima buket dari Lilia dan menaruhnya di atas meja di samping tempat tidurnya.
"Kata-katamu benar sekali, Lilia." Sara mengangguk dengan wajah sungguh-sungguh. "Aku tidak menyangka kalau aku akan tertabrak mobil hanya beberapa hari setelah aku dan William pulang ke sini. Sepertinya kami tidak ditakdirkan untuk menikah di Indonesia!"
Kedua wanita itu tetap memasang senyum lebar sambil saling melontarkan pisau di balik kata-kata mereka. William dan Harold yang mendengarkan dalam diam dapat menangkap maksud tersembunyi mereka.
Kalau kamu melakukan ini lagi lain kali, kamu tidak akan lolos hanya dengan kaki retak, adalah maksud Lilia.
Apa kamu cemburu karena aku kembali ke sini dengan William untuk menikah? Balas Sara.
William mengerutkan dahinya dan menatap tajam Lilia. Dia membuka mulut untuk membela Sara, tapi Harold yang duduk di sebelahnya bicara lebih dulu. "Tuan William, bagaimana kalau kita keluar sejenak?"
William melontarkan tatapan kesal pada Harold dan ingin menolak. Namun Sara justru berkata, "Will, bisakah kamu menemani Tuan Harold mencari udara segar? Kamu sudah semalaman duduk di sini, pasti badanmu capek semua. Aku akan mengobrol berdua dengan Lilia."
William bergantian menatap Lilia dan Sara sebelum akhirnya mengalah. "Baiklah. Kalau ada apa-apa, segera panggil suster ya." Dia mengingatkan Sara.
Sebelum keluar, William kembali melontarkan tatapan tajam pada Lilia. Seolah-olah wanita itu adalah serigala besar dan jahat yang akan melahap Sara, sang gadis kecil berkerudung merah.
Kedua pria itu berjalan keluar dan Harold menggeser pintu hingga tertutup. Setelah menunggu suara langkah kaki keduanya menghilang, Sara baru mulai berbicara. "Lilia, Will memberitahuku soal keributan di internet semalam. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak menyangka kalau semua orang akan menyalahkanmu karena kecelakaanku."
Lilia bersedekap, bibirnya membentuk senyum sinis. "Kalau tidak ada orang yang sengaja memberi informasi yang salah, mereka tidak mungkin menuduhku, kan?"
Wajah putih Sara menjadi semakin pucat. "Lilia, apa kamu menuduhku sengaja berbohong? Aku benar-benar tidak tahu…ow!"
Sara meringis kesakitan karena dia tidak sengaja menggerakkan kakinya.
Lilia menghela nafas. "Kamu terlalu bersemangat. Tolong jangan lupa kalau kakimu masih dalam proses penyembuhan."
Dia bersedekap dan menatap Sara dengan dingin.
"Saat ini hanya ada kita berdua di sini, jadi kalau sesuatu terjadi padamu, aku yang akan disalahkan!"
"Lilia, kamu salah paham! Aku tahu kamu membenciku karena kamu merasa aku sudah mencuri William darimu, dan aku minta maaf. Tapi dalam cinta, tidak ada yang nama mencuri pacar orang lain!" Sara berusaha membenarkan diri. "Aku dan William sudah ditakdirkan sebagai jodoh, jadi kami pasti akan selalu bersama apapun yang terjadi!"
Sudut mulut Lilia berkedut menahan tawa. Lilia dan William tidak berjodoh, sehingga Sara bebas untuk merebutnya, begitu maksudnya?
Akhirnya Lilia tidak tahan dan mulai tertawa. "Di sini tidak ada orang lain selain kita berdua. Untuk apa kamu terus berakting seperti korban yang butuh dikasihani? Kamu tahu aku tidak terkecoh oleh penampilanmu."
"A-Apa maksudmu?" Sara memasang ekspresi bingung, tapi wajahnya memerah karena malu.
"Apa kamu masih ingat waktu kamu merebut William dariku tiga tahun yang lalu? Saat itu kamu jauh lebih pintar daripada sekarang!" Ucap Lilia lantang.
"…apa yang kamu mau katakan padaku?"
Akhirnya Sara menyadari kalau Lilia tidak tertipu oleh aktingnya dan menanggalkan kepura-puraannya. Wajahnya yang terlihat polos seketika berubah tajam.