Suara Rina cukup keras untuk didengar oleh semua orang dan merusak suasana damai di Bar King. Orang-orang memperhatikan kedua model itu dengan tatapan penasaran. Beberapa bahkan mengeluarkan ponsel mereka dan mulai merekam.
Vivi membela Lilia, "Lalu memangnya kenapa! Lilia sangat populer sekarang, hanya minum air putih saja dia sudah bisa jadi viral!"
Berbeda denganmu, Vivi sengaja tidak mengucapkan bagian terakhir itu, tapi Rina bisa menangkap maksudnya.
Walau Rina dan Lilia bekerja di agensi yang sama, semua orang selalu mengatakan kalau Lilia jauh lebih berbakat darinya. Omongan itu membuat Rina dipenuhi rasa iri dan benci terhadap Lilia. Wanita itu selalu berusaha menjatuhkan reputasi Lilia dalam setiap kesempatan yang ada.
Wajah Rina menjadi merah padam dan Vivi memanfaatkan kesempatan ini untuk menarik Lilia berdiri. "Ayo pergi!"
"Tunggu!" Rina segera menghalangi jalan mereka. Dia sengaja mengeraskan suaranya, "Lilia, coba lihat penampilanmu yang menyedihkan ini. Apa ini karena kamu mendengar kabar kalau William Anggara sudah kembali ke Indonesia?"
"Rina, tutup mulutmu!" Vivi berusaha mendorong Rina minggir, tapi sudah terlambat.
Mendengar nama itu, Lilia merasa seolah pijakan di bawah kakinya menghilang. Dia terhuyung mundur dan kakinya terantuk kursi, membuatnya nyaris terjatuh.
"Lilia!" Vivi segera menyangga tubuh sahabatnya. "Sudahlah, jangan dengarkan dia!"
Namun Lilia justru mendorong Vivi menjauh, tatapannya hanya terpaku pada Rina. "Kamu bilang William sudah kembali?"
William Anggara.
Hanya mendengar nama itu sudah cukup untuk membuka luka lama di hati Lilia.
Rina tampak bangga karena berhasil membuat Lilia terguncang. "Oh, ternyata kamu belum tahu? Betul, William sudah kembali! Tapi dia ke sini bukan sekedar untuk pulang kampung saja! Kabarnya dia mau menikah di sini!"
Lilia merasa seperti disiram air es ketika dia mendengar berita itu. Niatnya untuk meladeni Rina langsung lenyap dan sekarang dia benar-benar marah.
Lilia melontarkan senyum dingin pada wanita itu. Matanya terlihat sejernih langit malam, seolah dia tidak sedang mabuk. "Karena William sudah kembali, sekarang kamu pikir kamu punya kesempatan untuk merayunya lagi?"
Ekspresi Rina yang tadinya penuh kemenangan seketika diwarnai kejengkelan. "Apa katamu?!" Geramnya.
"Kamu memang gagal merayunya dulu, tapi mungkin kali ini kamu akan berhasil." Lilia mengangkat bahunya. "Kamu tidak akan tahu sebelum mencobanya. Kalau kamu melakukan operasi plastik untuk memperbaiki wajahmu dan mengaku-ngaku sebagai nona muda dari keluarga konglomerat, mungkin William mau tidur denganmu. Ah, aku lupa." Lilia tertawa lantang dengan nada mengejek. "Kamu tidak punya uang untuk operasi semacam itu."
"Beraninya kamu…!" Rina menggigit bibirnya dengan wajah frustrasi. Dia ingin melihat penampilan Lilia yang patah hati, tapi justru dia yang dipermalukan.
William Anggara adalah salah satu aktor paling tampan dan populer di Indonesia.
Dulu saat Lilia masih menjadi kekasihnya, semua orang memuji Lilia sebagai pasangan yang sempurna untuk William. Rina iri setengah mati dan berusaha mengganggu hubungan mereka.
Momen itu adalah masa kelam dalam hidup Rina.
*****
Sepuluh menit kemudian, topik tentang Lilia Pangestu menjadi topik viral di internet. Video pertengkarannya dengan Rina juga tersebar luas.
Pada saat yang sama, di salah satu klub fitness terbaik di kota itu.
Tom Wibowo mengusap keringatnya sehabis berolahraga. Dia membuka ponselnya dan menelusuri internet, mencari berita baru yang menarik. Ketika dia melihat topik panas yang sedang dibicarakan semua orang, dia segera mengklik video itu.
Karena pencahayaan yang remang-remang dalam video itu, Tom hanya bisa mengenali tempat itu sebagai sebuah bar. Seorang wanita dengan pakaian provokatif dan rok mini sedang berteriak pada wanita lain yang terlihat tidak asing, "Lilia, William Anggara tidak akan pernah berpaling padamu lagi! Cinta sejatinya adalah Sara Hartanto, manajer yang bisa membuatnya makin terkenal!"
Setelah mendengar kata-kata Rina, angin sedingin es berhembus dalam gym itu dan membuat Tom terlompat kaget.
"Bro! Kenapa kamu menurunkan suhu AC-nya?! Ini terlalu dingin!" Tom memprotes sahabatnya sambil terus menonton video itu.
Kenny, yang menemani kedua pria itu, menghela nafas panjang. Tom sepertinya tidak sadar kalau Jean kesal dengan isi video itu. Kalau dia tahu, dia tidak akan berani terus menontonnya seperti ini.
Jean melempar handuknya ke arah Kenny. "Siapkan mobil." Mata Jean tampak sangat dingin dan nadanya tidak bisa dibantah. "Kita akan menjemputnya."
"Siap!" Kenny segera mulai mengemasi barang-barang Jean.