Saat Tom mengangkat wajah dari layar teleponnya, dia melihat Jean dan asistennya berjalan menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Eh? Bro, kamu mau pergi ke mana? Bukannya kamu sudah janji mau makan malam denganku setelah ini?! Bro!" Tom memanggil dengan suara memelas.
Kenny melirik Tom sebelum bertanya dengan suara rendah, "Presiden, bagaimana dengan Tuan Tom?"
"Abaikan dia." Jawab Jean pendek tanpa menoleh ke belakang.
"…baik." Kenny menoleh ke arah Tom dengan tatapan simpatik.
Melihat itu, Tom memiringkan kepala dengan bingung. Kenapa Kenny terlihat seolah mengasihani dia? Memangnya dia salah apa?
Tom menggeleng dan kembali menelusuri internet.
Tiga detik kemudian…
"Hah?! Wanita ini kan calon istri Jean?! Bro, tunggu sebentar…!"
*****
Setelah Rina kehabisan kata-kata untuk melawan Lilia, wanita itu pergi mencari Peter dengan kepala tertunduk. Vivi ingin segera pulang, tapi Lilia menolak dan kembali duduk di meja mereka seolah tidak ada apapun yang terjadi. Dia sama sekali tidak tahu kalau pertengkarannya dengan Rina menjadi viral.
Dalam beberapa saat, keributan itu terlupakan dan Bar King kembali damai.
Vivi menatap Lilia dengan khawatir. Wajah sahabatnya itu terlihat tenang, seolah dia tidak peduli dengan kabar tentang William. Tapi tiga gelas cocktail tambahan yang dipesan Lilia menunjukkan sebaliknya.
Lilia menenggak gelas demi gelas seolah dia sedang minum air putih. Semenjak William meninggalkannya demi berkarir di Hollywood, Lilia menghibur diri kalau mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Tapi sekarang pria itu mendadak kembali ke Indonesia. Lebih buruk lagi, dia berniat menikah dengan manajernya.
Lilia menumpahkan kekesalannya dengan membanting gelas ke atas meja. "Pelayan! Aku tambah satu gelas lagi!"
"Lilia, berhentilah minum! Kamu sudah mabuk!" Vivi berusaha menghentikannya dengan wajah khawatir, tapi dia tahu seberapa keras kepala Lilia.
"Aku tidak apa-apa. Vivi, kamu harus kerja besok pagi. Pulanglah duluan, nanti aku akan pulang sendiri." Ucap Lilia tanpa menunjukkan tanda-tanda akan berhenti minum.
"Pekerjaanku tidak lebih penting dari kamu!" Vivi menghardik dengan marah. "Sudah kubilang kamu tidak perlu mendengarkan omong kosong Rina! Lebih baik kamu langsung menamparnya saja tadi!"
Ucapan Vivi membuat Lilia tertawa lepas. "Memangnya apa yang akan berubah kalau aku menamparnya? Itu hanya akan membuatnya terkenal!"
Vivi menghela nafas. "Aku benar-benar tidak paham cara kerja dunia hiburan. Sudahlah, berhenti minum dan ayo kita pulang!" Kali ini Vivi merebut gelas dari tangan Lilia dan menariknya berdiri.
Lilia, yang bosan dengan ceramah Vivi, membiarkan sahabatnya menyeretnya keluar tanpa perlawanan.
Di lantai dua Bar King, Rina sedang menuangkan anggur untuk Peter. Ketika dia mengangkat wajah, dia menyadari Peter terus menatap ke luar jendela. Rina mengikuti tatapan mata Peter dan melihat Lilia, yang keluar dari bar bersama Vivi. Rasa kesal dan cemburu Rina makin memuncak saat Peter mengawasi mereka tanpa berkedip.
"Peter, apa sih yang kamu perhatikan? Kamu terlalu bagus untuk wanita menyedihkan itu!" Protes Rina dengan suaranya yang melengking tinggi.
Bibir Peter melengkung membentuk senyuman tipis. "Jadi itu model yang kamu sering bicarakan, Rina?"
"Iya, tapi dia hanya bisa menjilat orang lain dan kebetulan saja menjadi populer! Dia sangat sombong hanya karena dia kaya dan sedikit cantik! Aku yakin sebentar lagi semua orang pasti melupakannya!" Rina sengaja menjelek-jelekkan Lilia di depan Peter.
Namun tatapan Peter tetap terpaku ke luar jendela. Mata pria itu terlihat obsesif, seperti pemburu yang menemukan targetnya.
"Kalau dia mengganggumu lagi lain kali, panggil aku. Aku pasti akan membantumu memberinya pelajaran!" Peter menjilat bibirnya dengan ekspresi vulgar.
Rina langsung tahu maksud Peter. Tapi dia tidak ingin pria kaya yang susah payah didapatkannya ini terobsesi dengan Lilia. Dia berpura-pura setuju dan berkata, "Semua orang tahu aku bermusuhan dengannya, kalau sesuatu terjadi pada wanita itu, mereka akan langsung menyalahkanku! Lebih baik kita tunggu dulu sampai tiba waktu yang tepat!"
Peter hanya mengangguk, mata sipitnya dipenuhi niat buruk.
*****
Setelah keluar dari bar, Vivi menyuruh Lilia memakai kacamata hitamnya. Model yang sedang populer seperti Lilia tidak boleh terlihat sedang mabuk malam-malam seperti ini.
Saat Vivi sedang memapah Lilia ke arah parkiran mobil, telepon Vivi berdering. Dengan susah payah Vivi mengangkatnya. "Halo, Direktur? Apa? Ada kesalahan di datanya? Tapi…baik, baik, aku segera ke sana!"
Vivi menutup telepon itu dengan wajah kesal. Vivi tidak punya pilihan selain segera kembali ke kantornya dan memperbaiki kesalahan itu.