"Hoaaammm...ehmmm...kepalaku?? argghhh...pusing sekali, hahhh...apa ini???"
Aku membuka sekantung plastik berisi minuman pereda pengar yang ada di atas selimutku, aku kira ini pasti perbuatan Ji Hee.
"Yaaa...kenapa wajahmu itu?? semalam kau ini benar-benar menyusahkan sekali!!" tiba-tiba suara Ji Hee menghentikan lamunanku.
"Eemm...ini kau yang membelinya?? kau sendiri apa tidak merasa pusing sama sekali??!"
" Heeiii...kau lupa ya...julukanku ini gadis drunk, bukankah untuk urusan minum aku jauh lebih hebat darimu...hahahaha..."
"Iya...iya...aku lupa, maaf nona drunken. Tapi...semalam apa aku bertingkah aneh??"
"Bukan aneh...tapi justru kau itu menangis semalaman...setiap aku tanya, kau hanya menangis dan tidak menjawab apapun."
"Lihatlah sendiri....wajahmu dan matamu itu, sudah bengkak seperti mata panda!"
Aku mengambil cermin dan menatapa dalam-dalam wajahku, aisshhh...benar-benar mata yang bengkak dan rambut yang acak-acak an. Tapi...apa sebenarnya yang aku tangisi...aku benar-benar tidak memahami diriku sendiri.
"Ahhh...sudahlah, lagipula aku tidak ingat apapun tentang semalam. Sebaiknya aku mandi...aku akan pergi ke Sokcho siang ini. Kau...hari ini tidak kerja??"tanyaku pada Ji Hee.
"Hari ini aku sudah membuat janji dengan rekan kerjaku...mungkin aku akan pulang agak malam. Jadi...nanti kalau kamu pulang lebih awal, jangan lupa untuk membayar tagihan airnya dulu. Aku sedang tidak ada uang, pinjamkan uangmu dulu...nanti akan kau ganti. Karena sekarang giliranku membayar tagihan air dan listrik...tapi gajiku masih belum keluar. Bisakah kau membantuku dulu..."sambil memasang wajah imutnya.
"Heeemmm...baiklah, iya...aku nanti akan membayarkan tagihan airnya."
Aku memandang langit cerah yang membawaku menaiki kereta pagi itu menuju Sokcho, dalam hatiku bertanya-tanya...
Sebenarnya...aku enggan menapakkan kakiku ke tempat ini, namun...karena wujud baktiku sebagai seorang anak. Aku terpaksa harus melakukan ini...
Tidak ada alasan lain bagiku...aku benar-benar ingin melupakan ini semua, dan menjalani hidup yang normal.
Angin...menghembuskan ribuan kelopak bunga Sakura, menyapu setiap langkah kakiku. Bunga ini...aku suka, aroma yang wangi dengan bentuk dan warna yang cantik...semua aku suka. Aku menyentuh dinding yang dingin itu...mereka, mungkin sedang menatapku dari sana...bayangan yang selalu membuatku terngiang akan itu. Sungguh...aku tak lagi mampu menghapusnya dari memoriku.
"Ayah...ibu...bukankah kalian berjanji akan membuatku bahagia?? Tapi...kenapa hingga saat ini aku belum merasakannya...?? Apakah kalian tahu...hidup seperti apa yang aku jalani??" tanpa terasa dadaku sesak hingga meneteskan air mata.
"Selama bertahun-tahun...aku menjalaninya, berusaha melakukan yang terbaik untukku sendiri. Kalian meninggalkanku dengan segudang masalah, bukankah kalian egois...??? hiks...hiks... Aku tidak akan menjadi seperti ini, jika saja kalian tidak melakukan itu. Mengorbankan segalanya hanya untuk tertipu hal-hal yang tidak masuk akal. Kenapaaa...?? Aku hanya ingin bahagia...tapi sulit sekali...aku mohon...ayah...ibu...bantu aku...!"
"Aku mohon....hiks...hiks..." tak henti-hentinya mataku ini mengeluarkan air mata...hingga...tanpa aku sadari seseorang tengah memperhatikanku dari jauh.
Aku memalingkan wajahku...mencoba menatap sekelebat bayangan seseorang. Dari jauh...dia terua menatapku tanpa ragu...dia...aku tidak mengenalnya, tapi entah mengapa...rasanya aku pernah melihatnya. Mungkinkah...dia mengenalku..? Atau jangan-jangan dia akan berbuat macam-macam padaku.
Perlahan-lahan...sosok itu mendekati dan mencoba menyapaku, sesaat aku hanya terpaku tak bersuara. Lalu...
'Di situ...di situ..."sambil mencoba untuk menyentuh rambutku.
Spontan saja aku menepis tangannya itu...
Plass...
"Apa yang kau lakukan...?? Tidak sopan sekali..." aku mulai merasa marah dengan sikapnya.
"Ini..." lalu dia menunjukkan sekuncup kelopak bunga Sakura padaku.
Aku masih tidak paham dengan ini...
"Apa...!! Apa...maksudmu hehh...??!"
"Ada kelopak bunga Sakura di atas rambut coklatmu itu, aku hanya ingin mengambilnya." sambil tertunduk.
"Kau ini...sikapmu benar-benar tidak sopan. Dan juga...aku tidak mengenalmu. Lalu...kenapa kau dari tadi menatapku terus?? Heehh...??!"
"Mmm...maaf..." tiba-tiba saja dia mengucapkan kata itu dan berlari meninggalkanku.
Ada apa sebenarnya dengan orang itu...?? Sungguh orang aneh...
*****
"Tenanglah...tenanglah...maaf...maaf...nenek tidak bermaksud begini, jadi...bisakah kau melepaskannya?? "
"Nenek akan menggantinya dengan yang baru... bolehkah nenek membawanya...Jin young??"
Tatapan mata yang penuh dengan amarah... tangan yang mencengkeram erat itu, seketika luluh dengan sentuhan tangan yang penuh kasih. Dekapan seorang nenek tua yang hangat memberinya kasih sayang, tak ayal tubuh lemahnya telah mampu membalut lukanya selama ini.
Nenek Chen segera membawa benda itu...kesudut kamar miliknya... begitu banyaknya hingga tak bisa lagi dihitung. Setiap kali Jin young mengalami ini...tentu saja, nenek Chen dengan sabar...mengobati sang cucu.
"Sampai kapan...aku harus melihatmu seperti ini?? Jin young...bukankah kau sendiri sudah lelah?? Nenek harap semua akan baik-baik saja..." sambil terus mengobati luka di tubuh Jin young.
"Nenek...nenek...bisakah malam ini nenek menemaniku disini?? Aku takut sendirian...dia akan datang lagi...aku jadi takut nek...bisakah nenek menemaniku, hingga aku tertidur...?!"
"Baiklah...nenek tidak akan kemana-mana...nenek akan tetap disisimu. Jadi...cepatlah pejamkan matamu dan tidurlah...jangan pikirkan hal yang lain."
Dengan dekapan lembut tangan nenek Chen... sang cucu pun tertidur lelap. Melalui sentuhan lembut itu... mampu mengusir rasa khawatir di hati Jin young.
'Bukankah ini sudah terlalu lama...apakah Jin young dapat merasakan hal-hal yang indah lagi?? Sungguh...anak yang malang, dia terlalu banyak merasakan hal yang tidak seharusnya...' ujar sang nenek dalam hati.
'Pernahkah...kalian melihat sesuatu yang aneh?? Dia seperti itu karena kejadian 20 tahun yang lalu.'
'Hei...jangan asal bicara...sebenarnya dia anak yang baik. Sayang sekali hidupnya jadi seperti itu...karena itulah kenapa dia sekarang hanya hidup bersama dengan neneknya saja.'
'Benar...kasihan sekali, sungguh malang nasib anak itu...'
Setiap kali gunjingan orang seperti inilah... Kebanyakan dari mereka hanya tahu dari pandangan mata mereka. Alangkah baiknya...jika hidup yang kita jalani akan sesuai dengan keinginan kita?? Namun...bukan itu yang menjadi alasan bagi setiap orang, baik nenek Chen maupun Jin young pasti ingin hidup mereka baik-baik saja.
Mulut bukan diciptakan untuk bergunjing namun lidah yang membuat semua menjadi tajam bagaikan pisau atau belati. Namun...tanpa ada campur tangan dari Sang Pencipta...tidak mungkin kehidupan akan berjalan sesuai rencana.
Apakah benar...bahwa takdir juga menentukan masa depan?? Seperti bulan yang tercipta untuk sang malam... begitupun matahari yang tercipta untuk sang siang...mereka saling mengisi cahayanya untuk dibagikan. Jadi...untuk takdir dan masa depan, semua bisa berubah jika kita bersungguh-sungguh dalam menjalaninya.
Continue
*****