Tiupan semilir angin membelai wajah serta kulitku lenganku yang terbuka. Rambutku yang panjang tergerai beterbangan menutupi sebagian dari wajahku. Aku menoleh ketika mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat ke arahku.
Papa menghampiriku. "Sayang, ayo kita masuk. Terlalu lama terkena angin malam tidak bagus dampaknya untukmu," ujar Papa lembut. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Dia mengangkat tubuhku—memindahkanku dari ayunan tempat aku duduk ke kursi roda, kemudian membawaku masuk ke rumah.
"Kamu mau makan sesuatu, Sayang?" tanya Papa.
Aku menggeleng. "Masih kenyang, Pa," sahutku pelan.
Samar, aku bisa mendengar suara helaan napas Papa. Namun, dia tidak berkata apa-apa lagi. Papa mendorong kursi rodaku ke kamar, kembali mengangkat tubuhku untuk memindahkanku ke ranjang, lalu menarik selimut menutupi kakiku hingga sebatas pinggang.