"Selamat pagi, Sayang."
Aku terlonjak ketika keluar kamar dan Bang Ares muncul di hadapanku dengan tiba-tiba. Namun, aku tak mengacuhkannya seolah dia tak kasat mata, lalu melangkah turun ke ruang makan. Kuteguk susu yang disediakan oleh Ibu cepat-cepat. Setelah itu, aku berpamitan pada Ibu.
"Abang anter, ya?" Bang Ares menawarkan dengan manis.
Aku tak mengacuhkan keberadaannya. Bahkan, kuanggap kalau dia itu tak kasat mata. Di depan gerbang, Juna sudah menungguku di motornya. Aku berlari menghampiri cowok berlesung pipi itu, kemudian meraih helm dari tangannya.
"Emmm ... Naa, lo yakin mau berangkat sama gue? Gue nggak dikira kalo kita ada hubungan yang gimana-gimana," ujar Juna. Aku bisa melihat rasa tak enaknya pada Bang Ares. Apalagi ketika tunanganku itu menghampiri kami. Kulihat Juna tersenyum canggung sembari menggaruk-garuk tengkuk tak jelas.
Juna mengangguk. "Pagi, Bang," sapa Juna canggung. Kentara sekali dia memaksakan senyumannya itu.