"Abang, aaa ...." Aku menyuapkan sesendok penuh nasi goreng ke mulut Bang Ares. Mulutku ikut terbuka lebar.
"Enak, nggak?" tanyaku.
Bang Ares hanya mengangguk-angguk untuk mengiakan. Dari sudut mataku, kulihat Elina tengah memandang nasi goreng di hadapannya dengan tatapan tak suka, jijik, ngeri, dan ... ah, entahlah. Sulit menjelaskan ekspresinya. Apalagi, dia terus saja bergerak-gerak tidak nyaman di kursi plastik yang ia duduki, seolah-olah dia sedang duduk di kursi yang penuh dengan paku-paku tajam. Aku harus berusaha sekuat tenaga untuk tidak menertawakannya.
Setelah lima hari berada di Jakarta, akhirnya besok Elina akan kembali ke habitatnya di Paris. Yeey! Akhirnya aku bisa sedikit bernapas lega. Dan malam ini, aku mengajaknya berkuliner malam di warung nasi goreng pinggir jalan kesukaanku. Ini merupakan caraku untuk mengucapkan perpisahan, sekaligus meminta maaf padanya atas sikapku yang kurang menyenangkan padanya beberapa hari ini. Aku sangat baik, 'kan?