Dua minggu berlalu sejak kejadian di apartemen Bang Ares malam itu. Hubunganku dan Bang Ares pun kian dekat. Dua hari yang lalu, Bang Ares beserta Uncle Anta dan Aunty Risa sudah datang ke rumah dan secara resmi mengajukan lamaran. Bang Dika sempat tidak terima, menganggapku masih belum cukup umur untuk membangun rumah tangga, tetapi aku kekeh pada pendirianku dan mengatakan padanya untuk mengurus hidupnya sendiri.
"Gue nggak ngizinin lo nikah!" seru Bang Dika ketika aku dan Bang Ares tengah duduk di gazebo di taman belakang. Dia berjalan ke arah kami dengan tatapan nyalang. Matanya berkobar diliputi amarah.
"Lo nggak ada hak buat ngatur-ngatur gue, Bang! Ini hidup gue, jadi terserah gue mau apa! Ibu aja nggak pernah ngelarang, kok. Kenapa malah lo yang ribut?" tukasku tak terima.
"Jelas gue ada hak. Lo adek gue! Sadar, Naa! Lo bahkan belum sembilan belas tahun. Perasaan lo sama Ares bisa aja cuma perasaan sesaat!" Bang Dika berteriak.