"Makan, Bang," aku berkata sembari meletakkan sebuah nampan dengan segelas jus avokad, semangkuk nasi lembek yang hampir mirip seperti bubur, dan juga semangkuk sup ayam di atasnya. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Bang Dika tengah menatapku secara diam-diam.
Kenapa dia nyiksa diri sendiri, sih?
"Ibu mana?" tanyanya dengan kadar keketusan yang sudah menurun beberapa persen dibandingkan beberapa hari terakhir ini.
"Ibu lagi nganterin undangan ke Bandung. Mbak Lana sama Bang Nico ikut. Zico juga," paparku dengan nada tak acuh.
Bang Dika melengos sambil berdecih sinis. "Mesti banget, ya, merrka semua pergi ke Bandung cuma buat nganterin undangan? Kan udah ada telepon? Bisa dikirim lewat jasa ekspedisi juga," omelnya. Ya Tuhan, bolehkah aku mencekik dia sekarang juga?