Sosok itu berjalan menghampiriku. Dia hanya berupa siluet berlatar belakang cahaya. Sosok itu duduk di sampingku, kemudian menyentuh pipiku. Di tengah kegelapan kamarku, aku masih mengenali bentuk tubuhnya, meskipun tidak bisa melihat wajahnya.
Tubuhku membeku dan lidahku kelu, tidak mampu bergerak dan tak bisa mengucap sepatah kata pun. Kerinduan dan rasa cinta membanjiri hatiku. Aku ingin memeluknya, lalu mengatakan betapa aku merindukan dan mencintai dia. Namun, semua itu mengabur seiring dengan datangnya ingatan tentang apa yang sudah Bang Dika perbuat padaku. Rasa sakit itu membuat perasaanku padanya perlahan-lahan memudar.
Dia terus membelai pipiku dengan lembut.
"Abang kangen banget sama kamu, Dek. Maafin Abang udah nyakitin kamu. Abang nggak bisa berbuat apa-apa. Ini yang terbaik untuk kita, terutama kamu," bisiknya.