Hari ini, dengan dukungan Rika dan tekad yang kuat, kuputuskan untuk secara intensif menyelidiki kasus besar ini. Panduan dari buku itu sudah cukup bagiku, metode dan tips yang diberikan buku tentang detektif itu sudah sempat kucoba beberapa hari yang lalu. Iseng iseng menyelidiki Ahmad, kawan kamar sebelah ternyata benar adanya. Dia menyembunyikan majalah dewasa di bawah kasur, hal itu dapat kuketahui dari gerak gerik Ahmad yang tak biasanya. Aku bersama Rika menciduknya ketika kami sedang bermain di kamarnya. Tentu saja aku menceritakan kepada Rika sebelum kami menciduknya. Ahmad bersikeras untuk menyuruhku menutup mulutku. Untuk menjaga nama baiknya di depan semua orang, kami terpaksa untuk menjaga rahasianya. Kalau kau tahu saja, aku terkenal akan kejujuranku di panti ini, tak akan kuhilangkan gelar itu hanya karena hal sepele. Hal itu kuceritakan pada kalian hanya sebagai bukti di permulaan buku itu sudah cocok dan aku secara mumpuni dapat menyelidiki kasus ini.
******
Pagi-pagi sekali, aku sudah bertemu Rika di kamarnya dan mendiskusikan tentang pria aneh kemarin yang kami lihat. Perbincangan yang hangat dan panjang, kalo masalah konspirasi memang sulit. Rika menurunkan cermin dari atas meja rias tempat biasa dia berdandan. Dia menaruh cermin di pojokan dan menyingkirkan semua peralatan make-up dari meja. Meja sudah bersih dan tak lupa dia mengelapnya dengan serbet.
"Kita bisa make meja ini sih buat ngumpulin berkasnya nanti"
"Boleh juga Ka ide lu, lu jadi asisten gua aja ya, nih harusnya lu baca juga deh, buku yang ini, biar skill detektif lu berkembang juga"
Aku menyerahkan buku 'detektif' itu kepada Rika dan tebak apa yang kudapat?, Yap senyuman cewek yang terindah dalam hidupku.
"Makasih Fi, gua sebenarnya ikhlas kok ngebantu lu, tapi nggak apa-apa, gua mau jadi lebih berharga buat hidup lu, gua inget-inget dulu itu selalu lu yang nyari makan buat gua, ya... itung-itung balas budi aja"
Rika meletakkan 'buku' tadi di atas meja dan menyiapkan beberapa perlengkapan di sisinya seperti ATK, kertas dan juga sticky notes.
"Kalo gua mikir lagi, kan kita udah punya teknologi ka, buat apa pake sticky notes, ATK Sama kertas segala"
"Ya..., terkadang cara klasik masih berguna walaupun di saat yang tak terduga, itu kata-kata bapak gua yang sering dia bilang dulu"
"Oh ya, hampir gua lupa"
Rika mengambil beberapa lilin dan korek dari laci. Aku dari masuk tadi hanya duduk di kasurnya yang empuk, bersandar dengan kedua tangan dan menunggu Rika sampai selesai.
"Ngomong-ngomong, jarang kan jaman sekarang masih ada yang jual lilin kayak begituan, lu dapet darimana Ka?"
Rika mulai menduduki tempat disamping diriku dan mulai meneruskan percakapan.
"Sebenarnya ada satu orang yang jual di pedalaman pasar blok G, dan sebenarnya udah lama gua pengen kasih tau lu bahwa disini ada tempat rahasia untuk membeli barang dagangan pasar dari pedagang gelap. Tempatnya sih masih di area panti ini, si Ahmad juga kan dapet majalah 'begituan' dari tempat itu juga. Mungkin dari sekian banyak orang di panti ini, hanya sedikit yang mengetahui tempat itu. Jumat lalu pas lu ngajak menciduk Ahmad, gua setuju-setuju aja, soalnya gua liat dia beli dari situ. Dahlah panjang lebarnya, buat kedepan lu udah ada planning blom...?"
"Rencana sementara gua sih kita pertama-tama bikin pemetaan panti ini dulu, kita lakukan pas ada sela waktu kosong sama waktu bebas pagi dan sore. Buat koordinasinya calling-calling aja pake E.T. (ear-talkie), sama biar lebih cepet kita bagi-bagi tempatnya. Hanya ada satu masalah yang gua pikirin, kita pasti butuh tambahan orang, terutama yang jago I.T., soalnya pasti kan kita bakal selalu diawasi pake CCTV. Mungkin kedepannya juga ada masalah lain yang blom kita tau"
"Temen cewek gua ada sih yang lumayan jago I.T., mungkin kita bisa bikin dia bergabung dengan kita."
"Temen gua juga ada, mungkin kalo kita kumpulin mereka, mereka berdua bisa Collab (kolaborasi)?"
"Ide bagus sih"
Aku mulai menegakkan tubuhku
"Kira-kira besok nih, kita bakal mulai misinya, soalnya besok libur, buat hari ini sih bebas aja ya, tapi kalo lu ada ide yang menarik, atau hal aneh, chat gua aja"
"Ok sip", Rika mengucapkannya dengan mata tertutup dan membuat simbol 'ok' dengan tangan kanannya.
******
Aku pergi keluar dari kamar Rika dan meninggalkannya sendiri, kegiatan panti hari ini akan segera dimulai, aku harus bersiap-siap. Ku perhatikan anak laki-laki yang lain sudah rapi, wangi, dan telah berwudhu. Kebiasaan buruk diriku memang, sukanya mandi pas mau Dzuhur, aku cuma memakai kaos berkerah dan celana bahan terbaikku lalu segera mengambil wudhu. Sebenarnya pakaian yang dipakai itu bebas, hanya saja diprioritaskan pakaian sopan dan rapih. Kegiatan tiap harinya bermula dengan shalat Dhuha dan dzikir Al-ma'tsurat di jam tujuh setengah.
Hanya ada satu pelajaran di pagi itu, ilmu nahwu. Ya, aku tak terlalu suka dengan gramatikal bahasa, yang pasti itu digunakan untuk memperdalam kitab-kitab dalam bahasa Arab, maka semua anak wajib untuk menguasainya. Dengan sedikit mengantuk, aku mendengarkan kuliah dari Ustadz Syukron di kelas ilmu nahwu. Sambil mencatat, aku berusaha memahami materi itu. Nanti jika ada yang belum dipahami kan bisa bertanya, toh Ustadz Syukron juga orang internal panti yang mana gampang untuk ditemui. Kutahan kedua mata ini sampai Ustadz Syukron selesai memberikan materi dari atas podium. Suasana yang nyaman, dengan AC dan juga kursi yang empuk memang cocok sekali untuk tidur.
Aku kembali ke asrama laki-laki saat sebelum Dzuhur. Belum mandi, tanpa kusadari aku tertidur lelap diatas kasur setelah mendengar Sp(smartphone)-ku berdering.
PING...PING...
Sepertinya dari Rika, tapi tak kuhiraukan. Aku tetap berbaring dan menutup Sp-ku. Aku jadi tertidur mulai dari situ. Mungkin karena pola makanku akhir-akhir ini yang tak tentu membuatku mudah merasa lelah. Aku melewatkan kelas ilmu Sharaf setelah Dzuhur dan terbangun lagi ketika menjelang Ashar. Saking terburu-burunya mengambil air wudhu di kamar mandi karena belum Shalat Dzuhur, aku hampir terpeleset oleh lantai kamar mandi yang licin. Segera kutunaikan Shalatku di kamar menggunakan peralatan seadanya. Pas sekali, ketika muka menoleh memberi salam terakhir shalat, Adzan Ashar berkumandang.
Anak-anak baru kembali ke asrama untuk bersiap untuk Shalat Ashar. Langsung saja, aku lanjutkan untuk ke aula Shalat Berjamaah di lantai bawah. Aku sempat berpapasan dengan Ahmad dan mendapatkan pertanyaan yang membuat diri ini malu.
"Fi.., lu kemana aja tadi?, nggak keliatan pas kelas Sharaf dimulai"
"He..he..he.., iya nih, tadi gua ketiduran, jadi kelewatan, sekarang aja baru bat bangun ini, gua duluan ya Mat ke aula!" Dia hanya tersenyum dan terus berjalan ke kamarnya.
******
Setelah Ashar adalah waktunya bebas, aku ingat si Rika bilang bakal menunjukkan tempat rahasia itu, waktunya untuk kutagih janjinya. Aku masuk kedalam kamarnya setelah mengetuk tiga kali.
"Ka, katanya lu mau...."
Kata-kata yang keluar dari mulut ini tak sempat terselesaikan karena ada perempuan lain di dalam.
"Waalaikumussalam Fi.."
"Eh iya, maaf lupa"
"Ini dia lo, Yang tadi pagi gua bilang, namanya Sarah, orangnya emang agak introvert, tapi nggak apa-apa lah, gua udah bicara ke dia tadi dan dia setuju"
"Alhamdulillah..., dengan ini rencana kita insyaallah dapat terlaksana"
"Nama gua Rafi, salam kenal", aku sedikit membungkuk untuk memberi penghormatan, itu adalah salah satu budaya perkenalan yang ada di panti ini.
"Salam kenal, gua Sarah"
"Jadi lu ada apa Fi.., tiba-tiba kesini, nggak nge-chat dulu lagi"
"E.., Sarah, lu bisa keluar sebentar nggak, ada yang mau gua omongin empat mata Ama Rika"
"Eng..,enggak apa sih, urusan gua juga udah selesai.., yaudah deh, dah..."
Sarah keluar dari kamar Rika dengan sedikit senyum terpampang di mukanya.
"Katanya lu mau nunjukin ke gua tempat 'rahasia' itu"
" Ya, kan gua bilang nanti, emang harus sekarang?"
"Ya kan nanti itu artinya hari ini"
"Yaudah iya deh..., ngomong-ngomong lu kok asem bat ya baunya, gua nggak tahan nih, mau pingsan rasanya"
Ketika bertanya seperti itu, Rika membuka laci meja riasnya dan mengambil sebuah masker. Dia berusaha menahan nafas dan memakai masker tersebut.
"He...he...he..., iya nih, blom mandi dari pagi, udah lagi keringetan", aku sadar kenapa aku terlalu jujur. Rika menjaga jarak diantara kita.
"Mandi dulu Sono lu bau...!"
"Nanti aja ya, gua mau liat dulu"
"huh...(menghela nafas), karena terpaksa, gua bakal jaga jarak terus ya"
"iya...,iya..."
******
Mereka turun dari tangga utama menuju gudang di lantai dasar. Memasuki gudang yang penuh dengan barang-barang simpanan semua anggota panti. Terus berjalan melalui loker-loker menuju pojokan, terdapat celah kecil yang hanya muat satu tangan disana.
"Nah ini maksud gua, kebetulan gua juga mau beli choky-choky lagi, kan disini nggak ada yang jual"
"Dasar kayak bocah aja"
toktoktok....(Rika mengetuk dinding di atas celah tadi), Dindingnya dilapisi dengan aluminium sehingga bisa berbunyi.
"5 choky-choky ya Paman, seperti biasa"
"Apa dek, saya kurang jelas dengernya"
Karena sulit terdengar, dengan terpaksa Rika melepas maskernya sementara. Dia menukarkan 5 choky-choky itu dengan 5 rupiah selembar.
"Terimakasih Paman"
"Lihat kan Fi...", Rika berbalik badan dan tiba-tiba matanya berair, aroma tidak enak sudah terlalu banyak masuk ke dalam hidungnya. Dia terhuyung ke hadapanku, mendorong kami berdua jatuh ke lantai.
"Su..dah ku..bi..lang.., jangan de..ka..t...", Rika pingsan di tempat dan membuat diriku merasa bersalah karena berdiri tepat dibelakangnya. Rasanya tetap enak sih, ada cewek yang pingsan di atas tubuhku. Jilbabnya berantakan dan rambutnya sedikit tersembul keluar.
******
Sudah cukup untuk hari ini, Rika masih terbaring di kasurnya. Matanya sudah sempat terbuka, aku hanya meletakkan inhaler di genggamannya untuk berjaga-jaga kalau tiba-tiba asma-nya kambuh pas bangun. Aku tinggal kabur sebelum mendapatkan omelan darinya.
******
Kami tak bertemu lagi sampai waktu tidur tiba di keesokan harinya. Sepertinya dia masih kesal denganku, untuk hari ini aku tidak diajak menemaninya ke toilet lagi.
Krak..(Pintu kamarku terbuka)
Drap..drap..drap(suara langkah kaki beberapa orang)
Aku yang sudah tertidur lelap diberi tusukan seperti tusukan suntik dilenganku dan aku tak bisa mengontrol kesadaranku lagi. Rasa tusukan itu sakit karena sepertinya dipaksakan, namun aku sudah tak sadar lagi, tak dapat berpikir lagi, hanya menunggu....