Tong Lu menutup telepon dengan emosi yang meledak-ledak. Untungnya dia tidak pernah merindukan cinta kasih dari seorang ayah karena sudah sejak lama dia merelakan hal yang satu itu. Saat ini, dia hanya tidak ingin membiarkan lebih banyak lagi orang yang mengetahui jika dirinya dan Leng Yejin tinggal satu atap. Dia tidak ingin menimbulkan masalah baru bagi dirinya dan adik iparnya itu.
"Ayah, apa kakak benar-benar berbicara seperti itu?" tanya Tong Juan pada ayahnya. Ekspresi wajahnya tampak seolah-olah dirinyalah pihak yang paling terluka di dunia ini. Dia tampak menyandarkan tubuhnya lemas pada pundak Shi Yang.
Tong Juan sudah menduga sebelumnya. Tidak mungkin jika kakaknya dapat mengenal orang kaya dan terpandang yang memiliki mobil mewah seperti itu. Ternyata hanyalah dirinya saja yang tadinya sempat berpikir yang tidak-tidak. Namun, dia tetap merasa kesal bagaimana mungkin Tong Lu berani-beraninya menyuruh orang untuk membalas dendam padanya. Aku tidak akan membiarkannya begitu saja! Batinnya penuh kebencian di dalam hatinya.
Kemudian, Tong Juan menegakkan tubuhnya dan menghapus air mata yang tampak membasahi pipinya. "Ayah, ini semua salahku. Kalau saja aku tidak sengaja melukai kakak, ini semua pasti tidak akan terjadi. Ayah jangan marah lagi padanya. Hidupnya sudah begitu sulit harus membesarkan anaknya seorang diri," tuturnya berpura-pura prihatin dan memedulikan kakaknya di hadapan ayahnya.
"Kalau saja dia memiliki setengah saja dari sifatmu yang penurut dan pengertian itu, maka aku tidak akan mungkin marah padanya," ucap Tong Guohua merasa semakin sayang pada putri keduanya itu.
"Pasti tidak mudah bagi kakak untuk hidup seperti itu. Seharusnya aku mengalah saja padanya. Walaupun dia mengucapkan beberapa kalimat yang menyakiti hatiku, namun seharusnya aku tetap diam saja dan mengalah padanya. Semua ini salahku yang tidak dapat mengontrol emosi dengan baik," ujar Tong Juan lagi sambil bergelayut manja pada lengan Shi Yang dengan ekspresi sedih dan merasa bersalah.
Kerutan yang sedari tadi menghiasi dahi Shi Yang, tampak menghilang perlahan-lahan. Pasti memang seperti itu adanya. Dia diminta untuk masuk ke dalam mobil itu pastilah hanya untuk menunaikan tugasnya sebagai juru bicara karena pekerjaannya sebagai sukarelawan, pikirnya untuk menenangkan pikirannya.
***
Di ruang tamu, Leng Yejin tampak mengerutkan keningnya. Ekspresi wajahnya sangat tidak enak dipandang saat ini. Dia tidak sengaja mendengar percakapan antara Tong Lu dengan ayah gadis itu barusan. Bukannya dia berniat untuk menguping, namun apa boleh buat, pendengaran dan penglihatannya 100 kali lebih baik daripada orang pada umumnya. Apa yang didengarnya barusan begitu menyayat hati. Dirinya sendiri tidak merasakan hangatnya kasih seorang ayah, sehingga dia merasa dapat sangat memahami perasaan gadis itu sekarang.
Ketika melihat Tong Lu berjalan kembali ke ruang tamu seperti tidak terjadi apa-apa, Leng Yejin juga bersikap seolah-olah tidak mendengar apa pun. Dia sama sekali tidak berusaha menghibur gadis itu. Karena menurutnya, beberapa kata penghiburan dari orang lain malah mampu membuat orang yang mendengarnya merasa tidak nyaman. Sama seperti dirinya.
"Tuan Muda Jin, apa Anda benar-benar tidak berniat mempertimbangkan saran saya tadi?" tanya Ji Yiming masih terus saja membahas hal yang sama untuk meyakinkan pria itu.
"Kamu bisa pergi sekarang juga," balas Leng Yejin dingin tanpa menoleh dokter tampan itu.
Tong Lu berusaha menenangkan suasana hatinya dan membawa Shanshan ke kamarnya untuk mandi dan tidur. Hari ini, benar-benar merupakan hari yang melelahkan untuknya. Tubuh dan hatinya memerlukan 'istirahat' untuk dapat pulih.
Namun, berbaring di tempat tidurnya pada malam hari, membuat air mata Tong Lu tidak dapat dikendalikan. Tetes demi tetes air mata mengalir membasahi wajahnya. Tangannya tampak menutupi mulutnya, tidak berani mengeluarkan suara karena takut jika sampai dirinya membangunkan Shanshan yang sedang tidur.
Sedangkan di kamar lain di seberang dinding, Leng Yejin yang baru saja selesai mandi tampak berbaring di tempat tidurnya. Dia memejamkan matanya berusaha untuk tidur, namun pikirannya seolah terus terjaga. Suara sesenggukkan dari seberang kamarnya terngiang-ngiang di telinganya seolah mencegahnya untuk tidur. Apa gunanya menangis? Hidup tanpa ayah dan ibu yang mengasihinya dengan sepenuh hati? Tidak ada bedanya dengan hidupku! Batinnya.
Tong Lu sendiri tidak tahu sebenarnya apa yang dia tangisi, namun air matanya mengalir begitu saja tanpa henti. Pikirannya begitu campur aduk saat ini. Teringat akan ibunya yang begitu cepat meninggalkannya, Shi Yang yang pernah dicintainya dengan sepenuh hati dan juga akan kehidupannya beberapa tahun belakangan ini. Belum lagi terpikir akan ayahnya sendiri yang menuduhnya yang tidak-tidak. Semua itu seolah menghancurkan pertahanannya dan sangat sulit rasanya untuk menjadi kuat dan tegar. Dia tidak lagi dapat mengendalikan perasaannya yang hancur berkeping-keping saat ini.
Leng Yejin terus-terusan membolak-balikkan tubuhnya di ranjang. Bantalnya yang empuk tampak ditekankannya menutupi kedua telinganya, namun sayangnya hal itu sama sekali tidak membantu. Seorang wanita jika sudah mulai meneteskan air mata seperti ini, akan mampu menghasilkan sebuah lautan air mata yang tidak terkira luasnya. Jika ingin menghentikannya, cara yang paling cepat adalah membuatnya pingsan.
Isakan tangis Tong Lu tidak henti-hentinya memenuhi telinga Leng Yejin. Kini dia pun bangkit berdiri, lalu mendorong pintu rahasia di antara kedua kamar mereka secara langsung.
Tong Lu terkejut dan menggosok matanya dengan tak percaya ketika melihat seorang pria keluar dari cermin. Tidak, lebih tepatnya seorang pria mendorong cermin itu dan muncul dari situ. Eh? Tidak benar. Bagaimana mungkin cermin di dinding itu ternyata adalah sebuah pintu rahasia? Gumamnya dalam hati.