Pengelihatannya hari ini kurang baik? Apa maksudnya dia mau mengatakan padaku bahwa aku harus bertanggung jawab atas kondisinya yang tidak prima setelah aku mabuk dan mengambil kesempatan dalam kesempitan pada dirinya? Batin Tong Lu dengan mata yang menatap lurus pada pria yang ada di hadapannya.
Jantungnya berdetak kencang tidak karuan. Dia diam-diam melirik ke arah Sekretaris Yu dan melihat wajahnya yang tampak serius, dia tidak sedang bercanda sedikit pun. Seharusnya sekretaris satu itu memang tidak tahu menahu mengenai kejadian di mana dia mabuk semalam. Dia pun menarik napas dalam-dalam, rasanya dia sangat ingin menghilang dan pergi dari tempat itu.
"Apa dia dapat menghafalkannya hanya dengan aku bacakan sekali saja?" tanya Tong Lu pada Sekretaris Yu.
"Tuan Muda memiliki daya ingat yang sangat baik. Beliau dapat menghafalkannya dengan baik walau hanya mendengarnya sekali saja," sahut Sekretaris Yu.
Sehebat itu? Pikir Tong Lu yang secara tidak sadar menunjukkan wajah antara kagum, namun tidak sepenuhnya percaya akan perkataan Sekretaris Yu barusan. Jika dirinya mempunyai kemampuan menghafal seperti Leng Yejin, entah berapa banyak yang dapat dihafalkannya di dalam kepalanya beberapa tahun belakangan ini.
Ketekunan, kepintaran dan bakat alami. Benar-benar membuat orang lain iri dan kesal. Tong Lu segera meraih naskah pidato tersebut dan membacanya satu per satu dengan perlahan. Dia takut jika terlalu cepat, maka Leng Yejin tidak akan bisa menghafalkan naskah yang panjang itu. Sesekali dia melirik ke arah adik iparnya itu. Dia menopang dagu dan memejamkan mata seperti itu, apa tidak sedang tertidur? Batinnya curiga.
Tong Lu tiba-tiba berhenti membaca beberapa saat. Satu menit, dua menit, tiga menit... Namun pria yang tampak memejamkan mata sambil bersandar santai pada kursi tersebut tampak tidak menunjukkan reaksi sedikit pun. Apa dia benar-benar tertidur? Gumamnya dalam hati sambil menoleh Sekretaris Yu dengan alis yang terangkat. Sekretaris Yu kemudian memberi isyarat pada Tong Lu dan memintanya untuk keluar meninggalkan ruangan tersebut.
"Itu... Apa tidak perlu membangunkannya? Bukankah dia perlu untuk menghafalkan naskah pidato ini? Jika tidak, bagaimana nanti ketika berada di atas panggung?" tanya Tong Lu cemas.
"Nanti akan saya pikirkan cara lain. Mungkin Tuan Muda tidak tidur dengan nyenyak semalam," tutur Sekretaris Yu yang tidak berdaya.
Aku juga tidak tidur cukup semalam, bahkan aku bangun pukul setengah enam pagi. Namun lihatlah, aku penuh semangat seperti ini. Sedangkan dia jam delapan baru tiba kemari! Mengapa seorang pria malah lebih lemah dari wanita seperti ini sih? Tidak! Tidak! Bukan gara-gara aku! Tidak mungkin salahku yang menyerap nutrisi tubuhnya, kan?! Pokoknya bukan salahku! Batin Tong Lu berkecamuk tidak karuan. Dia akhirnya meninggalkan ruangan itu dengan wajah yang cemberut. Dia penasaran ingin mengetahui bagaimana Leng Yejin dapat berpidato di atas panggung nanti jika sekarang malah tertidur pulas tanpa menghafalkan naskah tersebut.
Satu jam kemudian, aula telah dipenuhi oleh para peserta konferensi, tidak terkecuali Leng Yejin, Tong Lu dan sekelompok sukarelawan yang kebetulan tidak sedang bertugas.
Kemudian Presiden tampak menaiki panggung dengan diikuti oleh para peserta konferensi yang berdiri di tempat sambil bertepuk tangan meriah. Jika bukan karena peraturan sukarelawan dilarang mengambil gambar, Tong Lu saat ini pasti sudah merekam seluruh proses pidato yang sangat menarik dari presiden tersebut.
Presiden merupakan pria matang berusia 40 tahun, dia naik ke atas panggung dan berdiri di podium. Dia mengangkat tangannya ke arah mikrofon dengan wibawa dan aura yang sangat jelas terlihat. Aura yang mendominasi dan penuh dengan kepercayaan diri. Tong Lu masih ingat jelas ketika pria itu mencalonkan diri sebagai presiden, pidatonya penuh gairah dan semangat yang menggebu-gebu.
Pada tengah-tengah acara, Leng Yejin tampak menaiki panggung dengan aura dingin yang tampak pada dirinya. Dia tampak sedikit angkuh dan auranya yang mendominasi terpancar ketika berjalan menuju ke arah podium. Pidato kali ini adalah pidato tanpa naskah. Namun, Tong Lu menyadari Sekretaris Yu yang meletakkan kertas naskah di depan tubuhnya menghadap ke pria itu.
Apa itu akan berhasil? Paling tidak naikkan sedikit! Jerit Tong Lu di dalam hati dengan penuh rasa cemas. Jika dengan jarak yang sangat jauh seperti itu Leng Yejin mampu membaca isi naskah tersebut, dia akan rela menelan sebutir telur tanpa mengunyah rasanya. Sungguh-sungguh mustahil.
Di bawah lampu sorot, Leng Yejin sebagai perwakilan dari departemen keuangan menyampaikan pidatonya diikuti dengan sorakan tepuk tangan para peserta rapat.
Apa mata orang itu memiliki kemampuan memperbesar huruf seperti teropong bintang? Bagaimana mungkin dia dapat membaca tulisan yang memiliki ukuran huruf 8 yang sangat kecil pada kertas A4 yang jauhnya kira-kira 20 meter darinya? Kalau ada yang seperti itu aku juga mau membelinya! Gumam Tong Lu dalam hati. Dia masih terus mengamati adik iparnya yang sedang berpidato di atas panggung tersebut.
Sekretaris Yu tampak menunggu Leng Yejin menyelesaikan satu halaman pidato, kemudian membalik naskah tersebut ke halaman selanjutnya. Tampaknya dewa langit berpihak pada pria itu.
Tong Lu menggosok-gosok matanya dengan kuat dan membukanya lebar-lebar. Jangankan kata-kata pada kertas itu, kertas naskah itu saja dia tidak dapat melihatnya dengan jelas. Sungguh mustahil! Pikirnya. Mana mungkin Leng Yejin dapat membaca tulisan sekecil itu dengan jarak yang begitu jauh seperti itu. Dia berpikir adik iparnya itu pasti telah menghafal isi naskah tersebut sebelumnya.
Sekretaris Yu, sebaiknya kamu tidak perlu membalik halaman naskah itu dan berhenti berpura-pura! Batin Tong Lu geram. Dia tidak tahan lagi untuk berada di tempat itu dan segera beranjak keluar dari aula konferensi tersebut untuk menenangkan dirinya. Dia sama sekali tidak memiliki sedikit pun rasa kagum akan pria yang berada di atas panggung itu saat ini. Tidak sedikitpun.
Selesai memberikan pidato, Leng Yejin berjalan keluar dari aula dan berjalan menuju ke kamar mandi. Dia merasakan ada seseorang yang mengikutinya di belakangnya. Namun, dia sama sekali tidak memedulikannya dan terus berjalan tanpa sedikit pun menoleh.