"Kak, apa menurutmu kakak ipar terlalu tidak memberimu muka? Apa dia perlu sampai mempermalukan dirimu sampai seperti ini?" kata Xu Xi sambil memandang ke arah tempat duduk Leng Yejin. "Apakah dia tidak berniat untuk mengakui pernikahan kalian yang telah ditentukan? Kenapa kamu belum juga membuatnya bertekuk lutut padamu, kak?"
"Tentu saja tidak dapat semudah itu. Semakin tinggi kedudukan seorang pria, akan semakin kritis terhadap seorang wanita. Di luar sana ada begitu banyak wanita-wanita yang ingin memikat hatinya. Bahkan tidak ada satu dari sepuluh ribu orang wanita yang dapat memikat hatinya," ucap Xu Jing berusaha mengontrol suasana hatinya yang sedang buruk. "Lagi pula, dia tidak mungkin menelantarkan istri dan anak kakaknya, kan? Bagaimana pun juga, dia harus bertanggung jawab pada mendiang kakaknya itu."
"Kak, kamu benar-benar terlalu pasif. Jika seperti ini terus, bagaimana kamu dapat membuatnya bertekuk lutut padamu? Sudah, serahkan saja padaku. Aku akan mencari cara dan membuatnya bertekuk lutut padamu malam ini," tutur Xu Xi pada kakaknya.
Mendengar perkataan adiknya, Xu Jing lantas merasa cemas dan buru-buru berkata untuk memperingatinya, "Apa yang akan kamu lakukan? Jangan berbuat yang tidak-tidak."
"Kakak tenang saja, aku tidak akan sembarangan. Seorang wanita bukannya hanya ingin diselamatkan oleh seorang pahlawan pujaan hatinya sama seperti wanita itu? Aku katakan kepadamu…" ucap Xu Xi mendekatkan dirinya ke telinga Xu Jing dan berbisik padanya.
Perkataan Xu Xi di telinganya membuat bola mata Xu Jing tampak membesar. "Dengan cara itu, akankah…" gumamnya ragu-ragu.
"Apa maksud kakak? Jika kamu memberinya obat perangsang, mana mungkin dia masih dapat menahan diri untuk tidak menyentuhmu? Kakak adalah calon istrinya, jika dia tetap tidak menyentuhmu, apa dia mau menunggu jika nanti kakak mencari pria lain dan meninggalkannya? Jika sudah naik ke atas ranjang, maka semuanya itu akan jauh lebih mudah. Kakak percaya saja padaku," jawab Xu Xi berusaha meyakinkan Xu Jing agar mengikuti rencananya.
Mendengar hal itu, benak Xu Jing mulai membayangkan bagaimana tubuhnya dipeluk mesra oleh pujaan hatinya itu. Tiba-tiba, dia mulai berubah pikiran dan menantikan datangnya momen membahagiakan itu tiba.
Setelah pelelangan, akan ada acara perjamuan makan. Xu Jing menggunakan kesempatan ketika Leng Yejin diminta naik ke atas panggung untuk memberikan sepatah dua patah kata oleh penyelenggara acara dan pergi mendatangi Tong Lu.
Di atas panggung, pembawa acara berusaha menanyakan tentang gosip yang sedang ramai beberapa saat yang lalu, mengenai alasan apa yang membuat Leng Yejin rela membuang uang dengan nominal yang sangat besar untuk saudara iparnya. Sambil tersenyum ringan, dia menjawab dengan diplomatis, "Yang terpenting sebenarnya adalah Shanshan. Kakak ipar telah menjaga Shanshan dengan baik selama ini, tentu saja sebuah liontin batu giok itu tidak sebanding dengan pengorbanannya selama ini, kan?"
Tong Lu memandang pria yang berada di atas panggung itu. Leng Yejin terlihat tidak sedang membual saja, kata-katanya justru membuat orang lain dapat merasakan ketulusan hatinya. Bahkan setelah menghabiskan ratusan juta Yuan untuknya, pria itu sama sekali tidak menghormatinya dan tidak memandangnya dengan sebelah mata.
"Bukankah dia sangat menawan? Dia memang pria yang seperti itu." Tiba-tiba, suara Xu Jing terdengar di telinga Tong Lu.
"Kakak ipar, perkenalkan lagi, namaku Xu Jing. Wanita yang dipilih langsung oleh Tuan Besar Leng. Hari ini aku benar-benar…" imbuh Xu Jing sebelum tiba-tiba menghentikan perkataannya dan melambaikan tangan ke arah pelayan yang membawa dua gelas anggur ke arahnya. Dia meraih gelas anggur tersebut, dan menyerahkan satu gelas anggur itu kepada Tong Lu. "Kakak ipar, aku ingin bersulang denganmu sebagai permintaan maaf atas perbuatanku tadi."
Tong Lu memandang Xu Jing dengan kikuk dan mengulurkan tangannya dengan ragu-ragu untuk meraih gelas anggur tersebut. "Tidak apa. Kejadian malam ini… Kamu juga jangan memasukkannya ke dalam hati," balasnya dengan lembut.
Xu Jing menatap tajam liontin batu giok yang terjuntai manis di leher Tong Lu. Hatinya terasa terbakar api emosi, namun dia tetap memasang sebuah senyuman lembut di wajahnya. Setelah beberapa saat, dia berpamitan dan pergi mencari adik perempuanya. "Berapa lama obat itu akan bereaksi? Aku khawatir jika Leng Yejin lebih awal meninggalkan acara ini," tanyanya.
"Kira-kira 5 menit," sahut Xu Xi singkat.
Xu Jing memandang arloji yang sedang dikenakannya dan berkata, "Sudah sepuluh menit. Mengapa masih belum bereaksi juga?"