Chereads / Pasangan Balas Dendam / Chapter 15 - Jangan Ganggu Istriku

Chapter 15 - Jangan Ganggu Istriku

Nicholas mendekat, memberikan senyuman sekaligus tepukan kepala yang membuat Maria nyaman. "Terima kasih karena sudah menemaniku ke sini. Ayo kita pulang."

Maria mengikuti perintah dari Nicholas dan sesampainya di rumah dia langsung masuk ke kamar di mana Zen berada. Tangisnya tiba-tiba pecah mengejutkan pria itu. "Ada apa?"

"Dari tadi aku mengikuti Kakek dan kau tahu apa yang aku temukan? Kuburanku sendiri!" kata Maria seraya terisak.

"Mereka ... mengira--"

"Stt!! Diamlah." ucap Zen mendadak sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir Maria yang lantas bungkam.

"Di sini adalah rumah mereka. Kamu mau mereka mendengar ucapan kita. Bisa-bisa rencana yang sudah disiapkan gagal." bisik lelaki tersebut dengan nada lirih.

"Kamu cukup menangis saja. Suatu saat kita akan membalaskan perbuatan mereka. Bukankah itulah tujuan kita kali ini?" Maria mengangguk tanda setuju. Dia kemudian mendekat dan melingkarkan kedua lengannya di sekitar tubuh Zen.

"Tetap saja aku merasa sedih." Zen membuang napas berat lalu menenangkannya dengan mengelus punggung Maria. Dari arah pintu, sosok wanita berpakaian pelayan mengintip mereka.

Dia pun pergi menuju kolam renang di mana Indri menunggu. "Alena, kau sudah mendapat informasi?"

"Nyonya, aku hanya mendapati Lizzy menangis usai pergi ke suatu tempat bersama Tuan Besar. Sepertinya dia sangat syok dan Zen menghiburnya."

"Begitu ya. Alena, apa kau tak merasa sesuatu yang aneh pada Lizzy? Aku merasa aku sangat mengenal dia tapi aku tak tahu aku berjumpa dengannya di mana?"

"Mungkin itu hanya perasaan Nyonya saja. Wajah Lizzy sangatlah mirip dengan wajah Ibu angkat Zen yang sudah meninggal. Nyonya pernah, kan bertemu dengan beliau?"

"Benar tapi bukan itu yang aku rasa. Tingkah lakunya itu membuatku teringat pada Maria." Mata Alena membelalak kemudian tertawa renyah.

"Apa maksud Anda Nyonya? Mantan istri Tuan, kan sudah mati."

"Tapi kabar itu bohong! Kau tahu bukan kalau Maria sebenarnya tak tewas dalam kecelakaan namun karena aku yang mengurungnya!" Wajah Indri berubah masam dan mengepalkan tangannya erat.

"Dia berhasil keluar satu bulan yang lalu. Mungkin saja dia sudah mati karena diterkam binatang buas di dalam hutan tapi barangkali juga jika dia masih hidup. Firasatku mengatakan suatu hari dia pasti akan datang kembali mengambil segala yang aku punya termasuk Taffy-ku!"

"Sepertinya apa yang anda katakan mustahil terjadi Nyonya. Jika Maria masih hidup, dia tak akan datang lagi sebab anda telah membuat Maria salah paham tentang Taffy. Itu pun kalau dia datang, dia pasti hanya akan membalas dendam karena perlakuan kalian semua terhadap anda!" balas Alena dan prediksinya benar.

Hanya saja Indri ragu dengan penuturan Alena. "Ya, kalau dia datang lagi akan aku buat Maria menyesal dan menghukumnya lebih berat itu pun kalau dia punya nyali untuk datang ke sini lagi."

❤❤❤❤

"Lizzy, kau sudah merasa baikan?" tanya Nicholas kepada Maria. Kini satu keluarga berada di satu meja makan untuk makan malam bersama.

"Iya kakek, aku sudah membaik." balas Maria dengan senyum paksa.

"Maafkan Kakek ya karena Kakek kamu jadi menangis."

"Kakek, itu bukan salah kakek kok. Aku memang orangnya sensitif."

"Memangnya apa yang terjadi?" Pertanyaan tersebut keluar dari mulut Taffy dan matanya memandang lekat pada Maria.

"Itu loh Lizzy menangis karena kakek ajak ke suatu tempat. Kakek ingin mengenalkan dia pada sahabat lama Kakek dan Kakek menceritakan sebuah cerita sedih." Nicholas enggan untuk menyebut nama Maria di depan Taffy sebab tahu Taffy akan sangat marah bercampur sedih mendengar nama wanita yang pernah menjadi istrinya itu.

Sementara Zen yang tetap diam memandang pada sosok Taffy dan menangkap jika Taffy terus melihat pada Maria. Zen lantas bergerak refleks menutupi Maria dari jangkauan pandangan pria itu membuat Taffy berdecak.

Dia mencoba untuk melihat tapi sekeras apa pun Zen dengan cekatan bisa menutupi pandangannya. Taffy menatap kesal sedang Zen mengangkat salah satu sudut bibirnya membentuk senyum sinis arti mengejek. "Sayang, suapin aku ya." pinta Zen tiba-tiba.

"Me-menyuapimu? Ta-tapi ini ada di depan umum ak-aku---" ucapan Maria terhenti kala dia mendapat senyuman hangat dari Zen.

Hati Maria menjadi meleleh karenanya. Dia pun mengakui bahwa rekan kerjanya itu sangatlah tampan. "Baiklah kau mau makan apa?" tanya Maria. Wajahnya terlihat sekali memerah.

"Daging sama sayur campur nasi." Maria langsung menaruh semuanya dalam satu sendok kemudian diberikannya pada sang "suami". Langsung saja Zen memakannya dan memberikan kesan makanan yang dia kunyah amat enak.

"Enak sekali terlebih rasanya tambah lezat kalau kau yang menyuapiku." Rasanya Maria mau terbang ke langit mendengar pujian Zen yah kendati dia tahu ada sesuatu yang aneh terhadap perlakuan Zen.

Usai makan malam, mereka pun bubar. "Dari tadi kenapa kau tiba-tiba menyuruhku menyuapimu? Untung saja aku pandai berakting mengikutimu."

Zen tersenyum. "Kau pandai berakting atau tak bisa menyembunyikan perasaanmu?" Mata Maria membulat, dia tersinggung sebab Zen mengejeknya sekarang.

"Apa maksudmu?"

"Ya, aku penasaran saja soalnya wajahmu merah sekali." ledek Zen membuat Maria kesal. Ingin rasanya dia menghardik tapi Maria menahan hasratnya sebab kedatangan seorang pria tak diundang.

"Zen, kita perlu bicara." Dia adalah Taffy yang kini menyorot Zen tajam. Senyum Zen menghilang tak membekas melihat Taffy lalu beralih pada Maria. Diusapnya lembut pipi Maria kemudian membisikkan sesuatu.

"Pergilah dari sini." perintah Zen langsung diindahkan Maria dengan pergi dari tempat itu menyisakan Zen dan Taffy.

"Langsung saja intinya, kenapa kau melakukan itu?"

"Melakukan apa?"

"Kau sengaja, kan menutupi pandanganku?" Zen kembali menarik senyuman sinis menciptakan rasa jengkel pada Taffy.

"Kau seharusnya tahu tak baik menatap wanita milik orang lain dan sebagai seorang suami, aku hanya melindungi istriku saja. Jadi aku harap jangan pernah sekali pun melirik pada istriku atau kau akan mendapat akibatnya. Kau juga punya istri dan akan lebih baik kau urus saja Indri." Zen lalu berjalan melewati Taffy. Dengan sengaja dia menyenggol bahu Taffy supaya adik tirinya itu naik darah.

"Kau tak mengerti!" seru Taffy secara tiba-tiba. Zen memutar tubuh memberikan tatapan bingung pada Taffy yang terlihat sedih. Entah karena apa.

"Zen, aku sebenarnya tak bermaksud melakukan hal itu tapi semakin lama Lizzymu terlihat mirip seperti Mariaku!" Taffy tak sempat melanjutkan ucapannya sebab Zen langsung menarik kerah Taffy kencang.

Matanya memancarkan kemarahan membuat Taffy menarik kesimpulan. "Kau jangan marah dulu, aku tidak akan mengambil istrimu hanya aku terpikir kenangan antara aku dan Maria. Itu saja tak lebih!"

Taffy lalu mendorong tubuh Zen agar menjauh dan berhasil melepaskan kerah bajunya dari cengkraman Zen. "Sama seperti Lizzy, Maria sangat berarti bagiku."