Ini baru gelang. Maria akan mendapatkan segalanya satu per satu. Memikirkannya membuat Maria bersemangat menjalankan apa rencana selanjutnya. "Kau mau apakan gelang itu? Apa lebih baik dibuang saja?"
Maria menggeleng cepat. "Ini adalah hadiah berharga, biarkan ini menjadi kenangan karena aku membuat Hera tak berkutik."
"Baiklah." Kemudian tak ada lagi pembicaraan sampai ke kediaman Pranaja. Begitu masuk mereka langsung disapa oleh kepala pelayan.
"Selamat datang Tuan." Zen hanya menganggukan kepala sebagai respons.
"Siapkan teh favoritku, aku ingin bersantai."
"Baik Tuan Zen, tapi si kembar ada di sini." Gerakan Zen terhenti sedang Maria menatap bingung. Apa yang di maksud dengan si kembar?
"Keponakanku?"
"Iya Tuan. Mereka sudah di sini beberapa hari."
"Dan di mana mereka sekarang?" tanya Zen sesaat memalingkan kepalanya ke kanan dan ke kiri melihat apakah mereka berada di tempat tersebut.
"Nona Sesil sama Nona Selly ada di--"
"Om!" keduanya menoleh dan melihat dua wanita cantik berjalan ke arah mereka. Sesil dan Selly, segera memeluk Zen dengan sangat erat sementara Maria cuma bisa melongo.
"Om kami rindu sama Om." ucap salah satu dari mereka dengan nada manja.
"Om juga rindu pada kalian, sekarang lepaskan pelukan kalian." Sesil dan Selly melepas masih memperlihatkan senyuman.
"Kapan kalian datang dan kenapa kalian datang ke sini? Bukankah kalian sudah bekerja?"
"Iya Om tapi--"
"Jangan panggil aku Om Sesil, ingat umur kita tidak beda terlalu jauh." Sesil mengerucutkan bibir.
"Kenapa memangnya?! Takut cepat tua?! Kamu, kan memang om kami karena bersaudara dengan Ayah." Selly sebagai saudara kembar mengangguk membenarkan.
Zen hanya membuang napas. "Baiklah, baiklah kalau kalian memaksa aku tak akan keberatan. Oh ya perkenalkan wanita yang ada di samping kalian," Selly beserta Sesil mengikuti arah ucapan Zen.
Mereka melihat Maria yang kini berusaha tersenyum. "Dia Maria, rekan kerjaku."
"Oh iya yang dibicarakan Ayah sama Ibu, benar ya dia mirip sekali sama Nenek tapi versi mudanya cantik sekali." ucap Sesil. Mereka berdua mendekat sambil menatap lekat Maria yang jelas merasa tak nyaman.
"Hai namaku Sesil. Aku keponakan Zen."
"Aku Sesil, juga keponakan Zen."
"Aku Maria, senang bertemu dengan kalian." sahut Maria berusaha untuk tenang.
"Kau cantik, katakan padaku apa kau single?" Maria langsung mematung.
"Apa?"
"Apa kau punya pacar? Kalau tidak Omku ini masih single juga. Kalian cocok kok."
"Mm ... itu. Aku ...." Salah tingkahnya Maria membuat Selly dan Sesil tersenyum geli. Di mata keduanya Maria terlihat sangat manis dan pastinya akan cocok untuk om muda mereka.
"Sudahlah jangan menggoda Maria,"
"Kami tak menggodanya tapi cuma bertanya. Apa ada yang salah?" Zen tidak memperhatikan ucapan Selly malah dia memberikan isyarat agar Maria pergi dari tempat tersebut.
"Maaf aku permisi dulu." Maria melangkahkan kakinya cepat menuju kamar. Sesampainya di sana, Maria mengembuskan napas lega. Zen memang baik dan pengertian kepadanya.
"Apa kau punya pacar? Kalau tidak, omku ini masih single juga. Kalian cocok." Sontak Maria menggelengkan kepalanya.
"Tidak boleh kau jangan pernah berharap pada Zen Maria. Dia pria baik yang pantas mendapatkan seorang wanita yang pantas juga untuk dirinya bukan dirimu yang sudah rusak." Wajah Maria murung kala memikirkan deritanya saat disekap.
Dia harus menyelesaikan misinya dan setelah itu Maria akan menghilang dari hidup Zen agar Zen bisa menjalani kehidupannya yang bahagia.
"Ini semua aku lakukan demi rasa benciku pada Taffy dan istrinya itu. Tidak ada yang aku pikirkan selain hal tersebut."
Sementara itu Selly langsung menyenggol bahu milik Omnya. "Gara-gara Om, dia jadi pergi padahal aku mau mengobrol dengan dia lebih banyak lagi."
"Sudahlah, lebih baik ayo kita berbincang bertiga. Maria butuh istirahat." Sesil dan Selly berpandangan lalu mengikuti Zen ke ruang tamu di mana teh untuknya telah disediakan.
"Bagaimana pekerjaan kalian? Apa semuanya baik-baik saja?"
"Baik Om tapi hari ini aku dan Sesil sama-sama mengambil cuti untuk datang ke sini. Kami jadi agak merasa tak nyaman saat tidak menghadiri acara ulang tahun mendiang kakek dan nenek." Zen menarik senyum simpul.
Kedua keponakannya selalu seperti itu. Selalu merasa tak enakan. "Tak apa-apa, om bisa mengerti."
"Lalu bagaimana dengan hubunganmu bersama Maria? Ceritakan pada kami tentangnya."
"Kenapa sih kalian mau mengorek informasi tentang Maria?"
"Ya karena kami penasaran." balas Selly yang disetujui oleh Sesil dengan mengangguk.
"Bukankah sudah dikatakan? Kami ini hanya rekan kerja tak lebih dari itu."
"Tapi dari tadi aku melihat tatapan om sangat berbeda dari biasanya."
"Sesil,"
"Memang aku seorang psikiater tapi tanpa gelarku aku tahu Om menatap cinta pada Maria. Sudah jangan berbohong pada kami." Zen tertawa kecil tapi tak mengakui malah memuji Sesil.
"Kalian ini benar-benar keponakanku yang sangat pintar. Aku beruntung ya menjadi Om muda kalian. Wah aku baru ingat ada beberapa pekerjaan yang harus aku lakukan, Om tinggal dulu ya." Selly hendak membuka mulut namun Zen lebih cepat lagi menyingkir dari mereka.
Pria itu tersenyum usil sementara si kembar tampak kesal dengan tingkah omnya itu.
❤❤❤❤
Selama hari itu Zen sibuk bekerja sementara Maria lebih mengurung diri yang juga mempelajari beberapa dokumen tentang keluarga Paulo. Zen sengaja memberikan beberapa dokumen itu pada Maria karena dirinya sibuk sekali dengan perusahaan.
Ya, selain si kembar. Takutnya Maria akan diserbu beberapa pertanyaan yang tak masuk akal meski makan siang akan harus berhadapan lagi.
Makan siang tiba dan tiba-tiba ketukan di pintu mengejutkan dirinya yang sedang memusatkan perhatian.
"Siapa?"
"Nona, makan siang sudah siap."
"Baik aku akan turun." Setelah itu Maria mendengar suara derapan langkah kaki. Tak berapa lama, Maria keluar itu pun setelah dia membereskan kekacauan yang dibuatnya sendiri.
"Hai Tante." sapaan dari Selly mengejutkan Maria yang hendak menutup pintu kamarnya.
"Kalian?" Rasa tidak nyaman kembali menyelimuti dalam diri Maria. Apa yang akan dia lakukan?
"Ayo kita turun untuk sarapan Tante."
"Tante?" Kenapa mereka memanggil Maria dengan sebutan Tante?
"Ups, maaf aku tak sengaja mengatakan tante tapi aku punya firasat suatu hari nanti kau akan jadi tante kami." ucap Sesil dengan senyuman genit.
Tentu saja Maria tak bisa membiarkan hal ini. "Maaf tapi apa pun yang kalian inginkan itu tak akan terjadi. Kami hanya sebatas teman. Itu saja."
Sesil dan Selly sama-sama menampakkan senyuman yang aneh. "Baiklah, kami minta maaf." Maria termangu.
Dia pikir si kembar akan mempertahankan argumennya tapi tidak. Agak aneh tapi yah jangan perlu diperhatikan bahkan itu bukan suatu hal yang menjadi urusan Maria toh Maria merasa tentram karena kedua wanita itu percaya.