1 tahun yang lalu di pusat laut, Andre resmi mengajakku bertunangan. Dia membawaku ke sebuah tebing di mana kami bisa melihat pemandangan laut nan luas. Saat itu, aku adalah orang yang paling bahagia di dunia.
7 tahun berpacaran dengan Andre membuat ku melihat banyak hal dan mengajarkanku arti dari sebuah hubungan. Aku sangat percaya padanya.
Pertemuan dengannya sungguh aku syukuri sampai saat ini. Kami menghabiskan banyak waktu bersama dan saling mencintai selayaknya sepasang kekasih. Tahun-tahun yang kuhabiskan bersamanya adalah momen-momen berharga dalam hidupku. Sebelum kejadian memalukan itu terjadi dan membuka mataku akan siapa Andre yang sebenarnya.
Aku berharap kembali dimasa dimana kami telah lulus SMA. Ketika seharusnya aku mengakhiri hubungan ini, sejak saat dimana ia mulai menginginkan diriku lebih tanpa tau batasannya.
***
Hari kelulusan SMA
Pagi itu semua anak kelas 3 berkumpul di lapangan hendak mendengarkan pengumuman kelulusan. Aku dan Andre saling menatap hendak menguatkan satu sama lain. Kepala sekolah memberikan waktu kepada kami untuk bersiap-siap mendengarkan hasil dari perjuangan kami selama 3 tahun berada di sekolah. Kepala sekolah menghela nafas panjang dan memegang microphone, wajahnya tampak gelisah sehingga membuat kami menjadi sangat tegang.
"Selamat pagi anak-anak..." Ujar kepala sekolah
"Selamat pagi pak..." jawab kami serentak.
"Begini... tolong berbesar hati karena sekolah kita..." pak kepala sekolah berhenti sejenak sehingga membuat kami mengira-ngira bahwa mungkin sekolah kami tak mendapatkan kelulusan 100%. Wajah murid satu per satu kehilangan pengharapan. Namun tidak dengan Andre, ia selalu terlihat antusias, karena ia tahu bahwa ia pasti akan lulus ujian Nasional dengan mudah. Bahkan ia sudah mendapatkan tawaran beasiswa ke luar negeri.
"Maaf bapak harus menyampaikan bahwa kalian lulus 100%" Ujar pak kepala sekolah dengan senyuman di wajahnya.
Mendengar ucapan pak kepala sekolah murid-murid langsung bereaksi histeris. Mereka berteriak gembira merayakan. Di tengah-tengah itu aku berpapasan mata dengan Andre. Dia mengarahkan ku ke tempat sunyi meninggalkan kebisingan.
Ia menggandeng tanganku dan berlari pergi ke parkiran mobil dan membawaku ke tempat rahasia kami berdua. Di bawah pohon maple di pinggiran kota tempat ia mengajukan pertanyaan untuk berpacaran dengan ku. Pohon itu terletak di depan sebuah danau yang indah, nuansa di sana memberikan kesejukan dan kedamaian yang tentram. Tidak banyak yang tau ada sebuah tempat seperti itu karena orang-orang sibuk bekerja dan lebih memilih di rumah saat akhir pekan.
Andre turun dari mobil dan berlari ke tepi danau ia berteriak dengan sangat lantang "Aku mencintaimu Ana" dia berbalik dan melihat ke arahku. Aku berlari dengan sekuat tenaga dan terjatuh di pelukannya "Saya lebih mencintaimu sayang" Ujarku bahagia.
Kami beristirahat di bawah pohon maple sambil melihat danau sebagai pemandangannya. Andre duduk dengan santai bersandar di bawah pohon, dan aku berbaring di atas pangkuannya.
Dia mengusap rambutku dengan halus dan bertanya dengan hati-hati:
"Sayang, kita sudah lama berpacaran. Akan tetapi kamu bahkan tak membiarkan ku menciummu walaupun hanya sekali" katanya
Aku kaget mendengar pengakuan darinya dan mengambil posisi duduk menghadap ke arah wajah nya. Aku menatap matanya ingin menyelidiki, serentak ia menundukkan kepalanya malu. Yah 3 tahun bukanlah waktu yang singkat. Ku berpikir jika hanya sebuah ciuman tidak masalah. Aku memegang wajahnya dan mengambil tindakan lebih dulu. Kuberanikan diri mencium jidat dan pipinya lalu tersenyum dengan polosnya.
Ia terkejut, di lihatnya mataku dengan sangat. Tatapannya membuatku tersentak berhenti tersenyum. Dengan lembut ia menarik badanku lebih dekat ke arahnya membuat wajah kami benar-benar terasa dekat.
Seketika wajahku memerah dan hendak melarikan diri. Namun dia mencoba menahan dengan kekuatannya agar posisi kami terjaga seperti itu. Dengan ekspresi wajah yang serius namun terlihat imut itu mendorong ku hendak melakukan apa yang sedang ia pikirkan untuk mengikuti alunan yang ia rancang.
Bibirnya berhasil menyentuh bibirku dengan lembut. Dia memainkan bibirnya dengan sangat profesional. Tak ku sangka dia sangat ahli melakukannya dalam sekali coba. Terasa imajinasi yang semakin menggila saat kami mulai terangsang akibat ciuman pertama kami. Aku terkejut saat lidahnya masuk ke dalam mulutku dan caranya menghisap bibirku. Tanpa sadar kumendorongnya karena terlalu terkejut dengan perkembangan yang ia lakukan. Aku berdiri dan membalikkan badanku mengarah ke tepi danau.
Sontak Andre ikut berdiri, dia memanggil namaku lembut "Ana..."
"Maaf ndre, tapi bisakah kamu mengantarkan ku pulang?" tanyaku tanpa melihat wajahnya.
Andre mengantarkan ku pulang dengan keheningan. Aku juga tak tau harus berekspresi seperti apa. Wajah ku terlihat kaku dan tak memiliki ekspresi senang atau pun sedih. Sesampainya di depan rumahku ia melontarkan pertanyaan : "Kamu kenapa dari tadi hanya diam saja, apakah kamu sakit?" Tanyanya dengan serius.
Aku hanya terdiam dan membuka pintu mobil hendak ingin keluar dari mobilnya. Ia menahan tanganku dan berkata : "Terimakasih" lalu melepaskan tanganku dan membiarkan ku pergi masuk ke dalam rumah.
Tanpa melihat wajahnya, entah mengapa aku tau dia bahagia. Namun aneh mengapa aku tidak merasakan demikian. Hatiku menjadi gelisah tanpa tau sebab yang pasti.
Setelah hari itu, kami mulai sering berciuman saat kami bertemu. Bahkan kami melakukan yang lebih intens lagi. Dia mulai berani sedikit demi sedikit menyentuh bagian sensitif ku dan ia mulai paham bagain-bagian sentuhan yang akan membuatku bergairah.
Hanya saja aku selalu menolaknya untuk berhubungan lebih ke arah seks. Bertahun-tahun ia mencoba menahan dorongan nya untuk memiliki ku seutuhnya. Ku sempat berpikir dia melakukan itu karena menghormati keputusanku dan menjaga martabat ku. Namun, tanpa ku sadari dia mulai berubah setiap aku mencoba mendorong ia menjauh saat ia mencapai puncaknya.
Entah apa yang membuat kami bertahan menjalani hubungan yang tidak karu-karuan itu selama 5 tahun. Apakah rasa penasarannya yang tak dapat merasakan diriku ataukah aku yang terlalu bodoh sehingga tak melihat kejanggalan pada hubungan kami dan berpikir bahwa kami saling mencintai!
Atau mungkin saja aku yang tak bisa melepaskannya karena terlalu banyak hal yang telah ku lakukan untuk memastikan bahwa Andre akan selalu menjadi milikku. Aku bahkan mengikutinya melanjutkan kuliah ke luar negeri walaupun tak mendapatkan beasiswa.
Namun semuanya hancur saat ku tersadar hubungan kami adalah hubungan yang dipertahankan bukan karena cinta melainkan rasa keingintahuan dia mengenai nikmatnya tubuhku yang belum ia dapatkan, dan di bangun atas dasar gairah untuk mendapatkan keinginan emosional yang lebih dari sekadar ciuman.
Momen-momen indah kami menjadi sangat menjijikan untuk dikenang, bahkan dimana kami saling mencintai dengan tulus adalah suatu coretan yang sempat sangat berharga bagiku, kini tak mau kuingat lagi. Ketika dia sang kekasih yang selalu ada di kala ku berduka, sekarang menghancurkan ku berkeping-keping.